Tujuan Upacara Ngaben: Ritual Sakral Umat Hindu Bali

Pelajari makna mendalam dan tujuan upacara ngaben sebagai ritual sakral umat Hindu di Bali. Simak prosesi, jenis, dan filosofi di baliknya.

oleh Liputan6 diperbarui 20 Des 2024, 18:23 WIB
Diterbitkan 20 Des 2024, 18:23 WIB
Upacara Ngaben Berskala Besar di Bali
Prosesi pembakaran peti berbentuk lembu berisi jenazah Ida Pedanda Nabe Gede Dwija Ngenjung saat upacara Ngaben di Denpasar, Bali, Jumat (8/10/2021). Upacara Ngaben itu merupakan upacara Ngaben berskala besar pertama di masa pandemi setelah turunnya level PPKM di Bali. (AP Photo/Firdia Lisnawati)

Liputan6.com, Jakarta Upacara ngaben merupakan salah satu ritual paling sakral dan penting bagi umat Hindu di Bali. Ritual pembakaran jenazah ini memiliki makna mendalam dan tujuan spiritual yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Bali.

Mari kita telusuri lebih dalam mengenai tujuan, prosesi, jenis, dan filosofi di balik upacara ngaben yang unik ini.

Pengertian dan Definisi Upacara Ngaben

Ngaben adalah upacara pembakaran jenazah atau kremasi yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali. Ritual ini termasuk dalam kategori upacara Pitra Yadnya, yaitu upacara yang ditujukan kepada leluhur. Kata "ngaben" sendiri memiliki beberapa penafsiran asal-usul, di antaranya:

  • Berasal dari kata "beya" yang berarti bekal
  • Berasal dari kata "ngabu" yang artinya menjadi abu
  • Ada pula yang memaknainya sebagai penyucian dengan menggunakan api

Dalam kepercayaan Hindu Bali, jasad manusia terdiri dari badan kasar (fisik) dan badan halus (roh atau atma). Ketika seseorang meninggal, yang mati hanyalah badan kasarnya, sementara rohnya tetap ada. Oleh karena itu, upacara ngaben dilakukan untuk memisahkan roh dari badan kasarnya dan menyucikan roh tersebut.

Ngaben juga dikenal dengan istilah palebon, yang berasal dari kata "lebu" yang artinya prathiwi atau tanah. Palebon bermakna menjadikan jasad kembali menjadi tanah atau abu. Proses ini dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan membakar (ngaben) atau menanam ke dalam tanah (metanem).

Tujuan dan Makna Filosofis Upacara Ngaben

Upacara ngaben memiliki beberapa tujuan dan makna filosofis yang mendalam bagi umat Hindu di Bali, di antaranya:

  1. Menyucikan Roh: Tujuan utama ngaben adalah untuk menyucikan roh (atma) orang yang telah meninggal dunia. Proses pembakaran dipercaya dapat membebaskan roh dari ikatan-ikatan duniawi, sehingga dapat melanjutkan perjalanannya ke alam selanjutnya dengan lebih mudah.
  2. Mempercepat Pengembalian Unsur Panca Maha Bhuta: Dalam ajaran Hindu, tubuh manusia terdiri dari lima unsur dasar alam semesta yang disebut Panca Maha Bhuta, yaitu pertiwi (tanah), apah (air), teja (api), bayu (udara), dan akasa (ether). Ngaben bertujuan untuk mempercepat proses pengembalian unsur-unsur ini ke asalnya masing-masing.
  3. Memfasilitasi Reinkarnasi: Umat Hindu percaya pada konsep reinkarnasi. Ngaben diyakini dapat membantu roh untuk lebih cepat terlahir kembali atau mencapai moksa (kebebasan dari siklus kelahiran kembali).
  4. Ekspresi Bakti Anak kepada Orangtua: Melaksanakan upacara ngaben merupakan wujud bakti dan penghormatan anak kepada orangtua atau leluhurnya yang telah meninggal.
  5. Pemenuhan Kewajiban Spiritual: Ngaben dianggap sebagai kewajiban spiritual (swadharma) yang harus dilakukan oleh umat Hindu, terutama kepada orangtua dan leluhur mereka.
  6. Pelepasan Ikatan Duniawi: Bagi keluarga yang ditinggalkan, ngaben menjadi simbol pelepasan ikatan duniawi dengan orang yang telah meninggal. Ini membantu proses penerimaan dan keikhlasan.
  7. Penyucian Lingkungan: Upacara ini juga bertujuan untuk menyucikan lingkungan tempat tinggal keluarga dari energi negatif yang mungkin ditimbulkan akibat adanya kematian.

Filosofi ngaben secara umum didasarkan pada konsep Panca Sradha, yaitu lima kerangka dasar kepercayaan dalam agama Hindu: Brahman (Tuhan Yang Maha Esa), Atman (jiwa), Karmaphala (hukum sebab-akibat), Punarbhawa (reinkarnasi), dan Moksa (kebebasan tertinggi).

Prosesi dan Tahapan Upacara Ngaben

Upacara ngaben merupakan rangkaian ritual yang cukup panjang dan kompleks. Berikut adalah tahapan-tahapan utama dalam prosesi ngaben:

  1. Ngulapin: Tahap awal di mana keluarga melakukan ritual permohonan izin dan restu kepada Dewi Durga di Pura Dalem.
  2. Meseh Lawang: Upacara yang dilakukan di perempatan jalan atau di pinggir kuburan untuk memulihkan cacat atau kerusakan jenazah secara simbolis.
  3. Mesiram atau Mabersih: Proses memandikan jenazah yang dilakukan di rumah duka. Terkadang hanya berupa tulang belulang jika jenazah telah lama dikubur.
  4. Ngaskara: Upacara penyucian jiwa tahap awal.
  5. Nerpana: Persembahan sesajen atau bebanten kepada jiwa yang telah meninggal.
  6. Papegatan: Ritual untuk memutuskan hubungan duniawi antara yang meninggal dengan keluarga yang ditinggalkan.
  7. Pengangkatan Jenazah: Jenazah diangkat dan diletakkan di atas bade (menara pengusung jenazah) atau wadah.
  8. Prosesi Menuju Kuburan: Arak-arakan membawa jenazah menuju tempat pembakaran, biasanya diiringi musik tradisional seperti gamelan baleganjur.
  9. Ngeseng Sawa: Puncak upacara berupa pembakaran jenazah yang dilakukan di setra (kuburan).
  10. Nuduk Galih: Pengumpulan sisa-sisa tulang dan abu jenazah setelah proses pembakaran.
  11. Nganyut: Tahap akhir di mana abu jenazah dihanyutkan ke laut atau sungai, sebagai simbol pengembalian unsur air dan bersatunya kembali jiwa dengan alam.

Setiap tahapan ini memiliki makna dan fungsi spiritual tersendiri dalam kepercayaan Hindu Bali. Prosesi ini dapat berlangsung selama beberapa hari, tergantung pada tingkat kerumitan upacara yang dipilih oleh keluarga.

Jenis-jenis Upacara Ngaben

Terdapat beberapa jenis upacara ngaben yang dilaksanakan di Bali, disesuaikan dengan kondisi jenazah, status sosial, dan kemampuan ekonomi keluarga. Berikut adalah jenis-jenis utama upacara ngaben:

  1. Ngaben Sawa Wedana:

    Jenis ngaben ini melibatkan jenazah yang masih utuh dan belum dikubur. Biasanya dilaksanakan dalam waktu 3-7 hari setelah kematian. Untuk upacara berskala besar (utama), persiapannya bisa berlangsung hingga sebulan. Selama persiapan, jenazah diawetkan dan diletakkan di balai adat di rumah keluarga.

  2. Ngaben Asti Wedana:

    Upacara ini melibatkan kerangka jenazah yang pernah dikubur. Sebelum upacara, dilakukan ritual ngagah yaitu penggalian kembali kuburan untuk mengambil tulang belulang yang tersisa. Jenis ngaben ini sering dilakukan ketika keluarga belum siap melaksanakan ngaben segera setelah kematian.

  3. Ngaben Swasta atau Nswasta:

    Upacara ngaben yang dilakukan tanpa kehadiran jenazah atau kerangka. Biasanya dilakukan ketika jenazah tidak ditemukan (misalnya korban bencana alam), meninggal di tempat yang jauh, atau alasan lain yang menyebabkan jenazah tidak dapat dibawa pulang. Dalam upacara ini, jenazah disimbolkan dengan kayu cendana (pengawak) yang dilukis dan diisi aksara magis.

  4. Ngaben Ngelungah:

    Upacara khusus untuk anak-anak yang belum tanggal gigi. Prosesinya lebih sederhana dibandingkan ngaben untuk orang dewasa, namun tetap melibatkan ritual pembakaran.

  5. Ngaben Warak Kruron:

    Upacara untuk bayi yang keguguran atau meninggal saat lahir. Prosesinya paling sederhana di antara semua jenis ngaben.

Selain jenis-jenis di atas, terdapat pula variasi lain seperti ngaben massal yang dilakukan untuk beberapa jenazah sekaligus, biasanya diorganisir oleh desa adat atau pemerintah setempat untuk membantu keluarga yang kurang mampu.

Perbedaan Ngaben dengan Upacara Pelebon

Meskipun sering dianggap sama, sebenarnya terdapat perbedaan antara upacara ngaben dan pelebon. Berikut adalah beberapa perbedaan utama:

  1. Sasaran Upacara:
    • Ngaben: Dilakukan untuk masyarakat umum dari berbagai kasta.
    • Pelebon: Khusus dilakukan untuk golongan bangsawan atau raja-raja di Bali, terutama dari kasta Brahmana dan Ksatria.
  2. Skala dan Kemegahan:
    • Ngaben: Bisa berskala kecil hingga besar, tergantung kemampuan keluarga.
    • Pelebon: Selalu berskala besar dan megah, melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
  3. Durasi Pelaksanaan:
    • Ngaben: Biasanya berlangsung beberapa hari.
    • Pelebon: Dapat berlangsung berbulan-bulan, terdiri dari dua proses utama (pembaringan jenazah dan kremasi).
  4. Perangkat Upacara:
    • Ngaben: Menggunakan perangkat upacara standar.
    • Pelebon: Menggunakan perangkat upacara yang lebih kompleks dan mewah, seperti bade pelebon dengan tumpang sia (sembilan tingkat) dan lembu setinggi 7,5 meter.
  5. Biaya:
    • Ngaben: Biaya bervariasi, bisa sederhana hingga mewah.
    • Pelebon: Selalu membutuhkan biaya yang sangat besar.

Meskipun berbeda dalam skala dan kemegahan, baik ngaben maupun pelebon memiliki tujuan spiritual yang sama, yaitu menyucikan roh dan memfasilitasi perjalanan spiritual orang yang telah meninggal.

Perkembangan dan Adaptasi Upacara Ngaben

Seiring perkembangan zaman, upacara ngaben juga mengalami beberapa adaptasi dan perubahan, terutama dalam hal teknis pelaksanaannya. Beberapa perkembangan tersebut antara lain:

  1. Penggunaan Teknologi Modern:

    Dahulu, pembakaran jenazah dilakukan menggunakan kayu bakar. Kini, banyak yang beralih menggunakan kompor pembakaran atau bahkan krematorium modern. Perubahan ini membuat proses pembakaran menjadi lebih cepat dan efisien, dari yang tadinya membutuhkan waktu berjam-jam menjadi hanya sekitar 3 jam.

  2. Krematorium:

    Penggunaan krematorium mulai mendapat legitimasi dari pemuka agama Hindu di Bali sejak tahun 2014. Keputusan ini diambil setelah melalui diskusi panjang dan pertimbangan berbagai aspek, termasuk fleksibilitas ajaran agama Hindu dan tidak adanya larangan eksplisit dalam kitab suci.

  3. Ngaben Massal:

    Untuk membantu keluarga yang kurang mampu, pemerintah daerah dan lembaga adat sering mengadakan ngaben massal. Ini memungkinkan lebih banyak umat Hindu untuk melaksanakan kewajiban spiritual mereka tanpa terbebani biaya yang terlalu besar.

  4. Penyesuaian dengan Kondisi Pandemi:

    Selama pandemi COVID-19, pelaksanaan upacara ngaben juga mengalami penyesuaian. Pemerintah Provinsi Bali bersama lembaga adat mengeluarkan aturan untuk membatasi jumlah peserta dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dalam pelaksanaan upacara adat, termasuk ngaben.

  5. Eco-Friendly Ngaben:

    Mulai muncul kesadaran untuk melaksanakan ngaben yang lebih ramah lingkungan, misalnya dengan mengurangi penggunaan material yang sulit terurai atau mencemari lingkungan.

Meskipun mengalami berbagai adaptasi, esensi dan tujuan spiritual dari upacara ngaben tetap dipertahankan. Perubahan-perubahan ini lebih bersifat teknis untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kondisi masyarakat modern.

Tantangan dan Kontroversi Seputar Upacara Ngaben

Meskipun merupakan tradisi yang sangat dihormati, upacara ngaben juga menghadapi beberapa tantangan dan kontroversi dalam pelaksanaannya di era modern. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Biaya yang Tinggi:

    Salah satu tantangan terbesar dalam pelaksanaan ngaben adalah biaya yang seringkali sangat tinggi. Hal ini dapat menjadi beban berat bagi keluarga yang kurang mampu, terkadang bahkan menyebabkan penundaan upacara hingga bertahun-tahun.

  2. Tekanan Sosial:

    Ada ekspektasi sosial yang tinggi untuk melaksanakan ngaben secara besar dan megah, terutama bagi keluarga dengan status sosial tinggi. Ini dapat menciptakan tekanan bagi keluarga untuk mengadakan upacara yang melebihi kemampuan finansial mereka.

  3. Dampak Lingkungan:

    Penggunaan berbagai material dalam upacara, termasuk pembakaran dalam skala besar, dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini mulai menjadi perhatian di kalangan aktivis lingkungan.

  4. Konflik dengan Kehidupan Modern:

    Pelaksanaan ngaben yang membutuhkan waktu lama dan persiapan rumit terkadang sulit diselaraskan dengan tuntutan kehidupan modern, terutama bagi mereka yang tinggal di kota besar atau luar Bali.

  5. Perdebatan Teologis:

    Penggunaan teknologi modern seperti krematorium masih menimbulkan perdebatan di kalangan beberapa pemuka agama, meskipun secara umum sudah diterima.

  6. Wisata Budaya vs Kesakralan:

    Popularitas ngaben sebagai atraksi wisata budaya terkadang menimbulkan kekhawatiran akan berkurangnya nilai kesakralan upacara ini.

  7. Perbedaan Interpretasi:

    Adanya variasi dalam interpretasi dan pelaksanaan ritual antar desa adat atau kelompok masyarakat terkadang dapat menimbulkan kebingungan atau bahkan konflik.

Menghadapi tantangan-tantangan ini, masyarakat Hindu Bali terus berupaya mencari keseimbangan antara mempertahankan esensi spiritual upacara ngaben dengan adaptasi terhadap tuntutan zaman modern.

Peran Upacara Ngaben dalam Pariwisata Budaya Bali

Upacara ngaben telah menjadi salah satu daya tarik pariwisata budaya di Bali. Keunikan dan kemegahan upacara ini menarik minat banyak wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Berikut adalah beberapa aspek peran ngaben dalam konteks pariwisata budaya:

  1. Atraksi Wisata Budaya:

    Ngaben, terutama yang berskala besar, sering menjadi atraksi wisata yang menarik. Wisatawan tertarik untuk menyaksikan keunikan prosesi, kostum tradisional, dan berbagai elemen budaya yang terlibat.

  2. Edukasi Budaya:

    Bagi wisatawan, menyaksikan upacara ngaben dapat menjadi sarana pembelajaran tentang budaya dan kepercayaan masyarakat Bali. Ini membantu meningkatkan pemahaman lintas budaya.

  3. Pelestarian Tradisi:

    Minat wisatawan terhadap ngaben secara tidak langsung membantu melestarikan tradisi ini, karena masyarakat lokal termotivasi untuk mempertahankan keaslian dan kemegahan upacara.

  4. Dampak Ekonomi:

    Pariwisata budaya, termasuk yang terkait dengan ngaben, memberikan dampak ekonomi positif bagi masyarakat lokal, misalnya melalui penyediaan akomodasi, transportasi, dan cinderamata.

  5. Tantangan Etika:

    Meskipun menjadi atraksi wisata, tetap ada tantangan etis dalam menjaga kesakralan upacara. Diperlukan manajemen yang baik untuk memastikan kehadiran wisatawan tidak mengganggu jalannya upacara.

  6. Promosi Budaya Bali:

    Ngaben menjadi salah satu ikon budaya yang mempromosikan Bali di kancah internasional, memperkuat citra Bali sebagai destinasi wisata budaya yang unik.

  7. Fotografi dan Dokumentasi:

    Banyak fotografer dan pembuat film tertarik untuk mendokumentasikan upacara ngaben, yang kemudian disebarluaskan dan semakin mempopulerkan budaya Bali.

Meskipun memberikan kontribusi positif bagi pariwisata, penting untuk tetap menjaga keseimbangan antara kepentingan wisata dan kesakralan upacara ngaben. Masyarakat Bali dan pihak berwenang terus berupaya untuk mengelola aspek pariwisata ini dengan bijak, memastikan bahwa nilai-nilai budaya dan spiritual tetap terjaga.

Kesimpulan

Upacara ngaben merupakan manifestasi yang kuat dari kepercayaan dan tradisi Hindu Bali. Ritual ini bukan sekadar prosesi pemakaman, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang mendalam, baik bagi yang telah meninggal maupun keluarga yang ditinggalkan. Tujuan utamanya yang mencakup penyucian roh, pengembalian unsur-unsur alam, dan fasilitasi reinkarnasi, mencerminkan filosofi Hindu yang kompleks tentang kehidupan, kematian, dan alam semesta.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan di era modern, seperti biaya yang tinggi dan adaptasi terhadap teknologi baru, esensi spiritual dari ngaben tetap terjaga. Fleksibilitas dalam pelaksanaannya, seperti penggunaan krematorium dan penyelenggaraan ngaben massal, menunjukkan kemampuan tradisi ini untuk beradaptasi tanpa kehilangan makna dasarnya.

Sebagai bagian integral dari budaya Bali, ngaben juga memainkan peran penting dalam pariwisata budaya. Hal ini membawa tantangan tersendiri dalam menjaga keseimbangan antara melestarikan kesakralan upacara dan memenuhi minat wisatawan. Namun, jika dikelola dengan bijak, aspek pariwisata ini dapat menjadi sarana untuk melestarikan dan memperkenalkan kekayaan budaya Bali ke dunia luas.

Pada akhirnya, upacara ngaben tetap menjadi cerminan kuat dari identitas budaya dan spiritual masyarakat Hindu Bali. Ritual ini tidak hanya tentang melepas kepergian, tetapi juga tentang merayakan siklus kehidupan, memperkuat ikatan komunitas, dan menegaskan hubungan manusia dengan alam dan Yang Maha Kuasa. Dalam menghadapi modernisasi, tantangan terbesar adalah mempertahankan esensi spiritual ini sambil tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat kontemporer.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya