Perbedaan Qurban dan Aqiqah, Lengkap Tata Cara dan Dalilnya

Pelajari perbedaan qurban dan aqiqah dari segi tujuan, waktu pelaksanaan, jenis hewan, pembagian daging, dan aspek lainnya. Pahami kedua ibadah penting ini.

oleh Liputan6 diperbarui 13 Jan 2025, 17:29 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2025, 17:29 WIB
perbedaan qurban dan aqiqah
perbedaan qurban dan aqiqah ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Qurban dan aqiqah merupakan dua ibadah dalam Islam yang melibatkan penyembelihan hewan. Meski terlihat mirip, keduanya memiliki perbedaan mendasar dalam pengertian dan tujuannya.

Qurban berasal dari kata Arab "qariba" yang berarti mendekatkan diri. Secara istilah, qurban adalah ibadah menyembelih hewan ternak pada hari raya Idul Adha dan hari Tasyrik sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT. Ibadah ini dilakukan untuk memperingati pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang rela menyembelih putranya Ismail AS atas perintah Allah.

Sementara itu, aqiqah berasal dari kata "aqqa" yang artinya memotong. Secara istilah, aqiqah adalah penyembelihan hewan sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran seorang anak. Ibadah ini biasanya dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi, disertai dengan pemberian nama dan pencukuran rambut si bayi.

Jadi, perbedaan mendasar antara qurban dan aqiqah terletak pada tujuan pelaksanaannya. Qurban dilakukan sebagai bentuk ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah, sementara aqiqah dilakukan sebagai ungkapan syukur atas karunia kelahiran anak.

Sejarah dan Latar Belakang

Sejarah qurban dan aqiqah memiliki latar belakang yang berbeda dalam tradisi Islam. Memahami asal-usul kedua ibadah ini dapat membantu kita menghayati maknanya lebih dalam.

Qurban memiliki sejarah yang berkaitan erat dengan kisah Nabi Ibrahim AS. Suatu ketika, Allah SWT menguji keimanan Ibrahim dengan memerintahkannya menyembelih putra kesayangannya, Ismail. Tanpa ragu, Ibrahim dan Ismail mematuhi perintah tersebut. Namun saat hendak melaksanakannya, Allah mengganti Ismail dengan seekor domba. Peristiwa ini kemudian diabadikan sebagai ibadah qurban yang dilaksanakan setiap Idul Adha.

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:

 

"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: 'Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar'." (QS. As-Shaffat: 102)

 

Sementara itu, aqiqah memiliki akar sejarah yang berbeda. Pada masa jahiliyah, orang Arab memiliki tradisi menyembelih hewan saat kelahiran anak dan melumuri kepala bayi dengan darah hewan tersebut. Setelah kedatangan Islam, Nabi Muhammad SAW memodifikasi tradisi ini menjadi ibadah yang lebih bermakna.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

 

"Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari ketujuh (kelahirannya), dicukur rambutnya dan diberi nama." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

 

Dengan demikian, aqiqah menjadi bentuk syukur atas kelahiran anak sekaligus penebusan atau pembebasan si anak dari "gadaian" spiritual. Tradisi melumuri kepala bayi dengan darah diganti dengan pemberian minyak wangi, mencukur rambut bayi, dan menyedekahkan emas seberat rambut yang dicukur.

Perbedaan latar belakang sejarah ini mencerminkan perbedaan makna dan tujuan antara qurban dan aqiqah. Qurban lebih menekankan pada nilai pengorbanan dan ketaatan, sementara aqiqah lebih berfokus pada rasa syukur dan harapan akan kebaikan bagi sang anak.

Hukum Pelaksanaan

Hukum pelaksanaan qurban dan aqiqah memiliki beberapa perbedaan menurut pandangan para ulama. Memahami status hukum kedua ibadah ini penting agar kita dapat melaksanakannya dengan tepat sesuai tuntunan syariat.

Untuk qurban, mayoritas ulama berpendapat bahwa hukumnya adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan) bagi yang mampu. Pendapat ini didasarkan pada beberapa dalil, di antaranya firman Allah SWT:

 

"Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)." (QS. Al-Kautsar: 2)

 

Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa qurban hukumnya wajib bagi yang mampu. Mereka mendasarkan pendapat ini pada hadits Nabi Muhammad SAW:

 

"Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rezeki) namun tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami." (HR. Ibnu Majah)

 

Terlepas dari perbedaan pendapat ini, semua ulama sepakat bahwa qurban merupakan ibadah yang sangat dianjurkan dan memiliki keutamaan besar.

Sementara itu, hukum aqiqah menurut mayoritas ulama adalah sunnah muakkadah. Pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW:

 

"Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari ketujuh (kelahirannya), dicukur rambutnya dan diberi nama." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

 

Meski demikian, sebagian ulama berpendapat bahwa aqiqah hukumnya wajib, terutama bagi orang tua yang mampu. Mereka mendasarkan pendapat ini pada zhahir (makna lahiriah) hadits di atas yang menyebutkan bahwa anak "tergadai" dengan aqiqahnya.

Perbedaan pendapat mengenai hukum qurban dan aqiqah ini menunjukkan fleksibilitas dalam penerapan syariat Islam. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa kedua ibadah ini memiliki nilai dan keutamaan yang besar, sehingga sangat dianjurkan untuk dilaksanakan bagi yang mampu.

Dalam praktiknya, seorang Muslim dapat memilih untuk mengikuti pendapat yang lebih sesuai dengan kondisi dan keyakinannya, selama didasari oleh pemahaman yang baik terhadap dalil-dalil syariat.

Tujuan dan Makna

Qurban dan aqiqah, meski sama-sama melibatkan penyembelihan hewan, memiliki tujuan dan makna yang berbeda dalam ajaran Islam. Memahami perbedaan ini penting untuk menghayati esensi dari masing-masing ibadah.

Tujuan utama qurban adalah sebagai bentuk ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah SWT. Ibadah ini merupakan manifestasi dari kesediaan seorang hamba untuk berkorban demi Allah, mengikuti teladan Nabi Ibrahim AS. Qurban juga bertujuan untuk:

 

 

  • Menumbuhkan rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah

 

 

  • Meningkatkan kepedulian sosial dengan berbagi daging kepada yang membutuhkan

 

 

  • Memperkuat tali persaudaraan antar sesama Muslim

 

 

  • Melatih jiwa untuk ikhlas dalam berkorban

 

 

Makna spiritual qurban sangat dalam, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran:

 

"Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu." (QS. Al-Hajj: 37)

 

Ayat ini menegaskan bahwa esensi qurban bukan pada ritual penyembelihan semata, melainkan pada nilai ketakwaan dan keikhlasan yang ada di baliknya.

Di sisi lain, aqiqah memiliki tujuan dan makna yang berbeda. Ibadah ini dilaksanakan sebagai:

 

 

  • Ungkapan rasa syukur kepada Allah atas karunia kelahiran anak

 

 

  • Bentuk penebusan atau pembebasan si anak dari "gadaian" spiritual

 

 

  • Doa dan harapan agar anak tumbuh menjadi pribadi yang shaleh/shalehah

 

 

  • Sarana mengenalkan identitas Muslim kepada anak sejak dini

 

 

  • Momentum untuk berbagi kebahagiaan dengan keluarga dan masyarakat

 

 

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

 

"Aqiqah dilaksanakan bersamaan dengan pemberian nama pada hari ketujuh, dan menghilangkan gangguan darinya (anak)." (HR. Tirmidzi)

 

Hadits ini mengindikasikan bahwa aqiqah bukan sekadar ritual, tetapi juga memiliki dimensi spiritual dalam melindungi dan mendoakan kebaikan bagi si anak.

Perbedaan tujuan dan makna antara qurban dan aqiqah mencerminkan keragaman ibadah dalam Islam. Qurban lebih berfokus pada aspek pengorbanan dan ketaatan personal, sementara aqiqah lebih menekankan pada rasa syukur dan harapan terkait kelahiran anak. Namun, keduanya sama-sama mengandung nilai-nilai luhur seperti kedermawanan, rasa syukur, dan penguatan ikatan sosial dalam masyarakat Muslim.

Waktu Pelaksanaan

Salah satu perbedaan signifikan antara qurban dan aqiqah terletak pada waktu pelaksanaannya. Memahami kapan kedua ibadah ini dilaksanakan penting untuk menjalankannya sesuai dengan tuntunan syariat.

Qurban memiliki waktu pelaksanaan yang spesifik dan terbatas, yaitu:

 

 

  • Dimulai setelah shalat Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah

 

 

  • Berlanjut selama hari Tasyrik, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah

 

 

  • Berakhir pada saat terbenamnya matahari di hari terakhir Tasyrik (13 Dzulhijjah)

 

 

Waktu yang paling utama untuk menyembelih hewan qurban adalah setelah shalat Idul Adha. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW:

 

"Barangsiapa menyembelih (qurban) sebelum shalat (Idul Adha), maka ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa menyembelih setelah shalat, maka telah sempurna ibadahnya dan ia telah mencocoki sunnah kaum muslimin." (HR. Bukhari)

 

Sementara itu, waktu pelaksanaan aqiqah lebih fleksibel, meski ada waktu yang dianjurkan. Berikut rinciannya:

 

 

  • Waktu yang paling utama adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran anak

 

 

  • Jika tidak memungkinkan pada hari ketujuh, dapat dilakukan pada hari ke-14 atau ke-21

 

 

  • Apabila masih belum memungkinkan, aqiqah dapat dilaksanakan kapan saja setelahnya, bahkan hingga anak mencapai usia baligh

 

 

Fleksibilitas waktu aqiqah ini didasarkan pada beberapa hadits, di antaranya:

 

"Anak itu digadaikan dengan aqiqahnya, disembelih pada hari ketujuh, diberi nama, dan dicukur rambutnya." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

 

Namun, dalam hadits lain Rasulullah SAW juga bersabda:

 

"Barangsiapa ingin beraqiqah untuk anaknya, maka hendaklah ia melakukannya." (HR. Abu Dawud)

 

Hadits kedua ini menunjukkan fleksibilitas waktu pelaksanaan aqiqah.

Perbedaan waktu pelaksanaan ini mencerminkan karakteristik masing-masing ibadah:

 

 

  • Qurban terkait erat dengan peristiwa haji dan memiliki dimensi kolektif umat Islam secara global, sehingga waktunya spesifik dan serentak.

 

 

  • Aqiqah lebih bersifat personal dan terkait dengan peristiwa kelahiran yang waktunya berbeda-beda untuk setiap keluarga, sehingga pelaksanaannya lebih fleksibel.

 

 

Meski demikian, baik qurban maupun aqiqah sama-sama memiliki nilai ibadah yang tinggi dan dianjurkan untuk dilaksanakan sesuai kemampuan masing-masing Muslim.

Jenis dan Jumlah Hewan

Perbedaan qurban dan aqiqah juga terlihat jelas dari jenis dan jumlah hewan yang digunakan. Memahami ketentuan ini penting agar ibadah yang dilakukan sesuai dengan syariat.

Untuk qurban, jenis hewan yang diperbolehkan adalah:

 

 

  • Unta (minimal berusia 5 tahun)

 

 

  • Sapi atau kerbau (minimal berusia 2 tahun)

 

 

  • Kambing atau domba (minimal berusia 1 tahun, atau 6 bulan untuk domba yang sudah berganti gigi)

 

 

Jumlah hewan qurban yang disunnahkan:

 

 

  • 1 ekor kambing atau domba untuk 1 orang

 

 

  • 1 ekor sapi, kerbau, atau unta dapat digunakan untuk qurban 7 orang

 

 

Dalil mengenai jenis hewan qurban terdapat dalam Al-Quran:

 

"Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah..." (QS. Al-Hajj: 36)

 

Sementara untuk aqiqah, jenis hewan yang digunakan lebih terbatas, yaitu:

 

 

  • Kambing

 

 

  • Domba

 

 

Jumlah hewan untuk aqiqah berbeda berdasarkan jenis kelamin anak:

 

 

  • 2 ekor kambing atau domba untuk anak laki-laki

 

 

  • 1 ekor kambing atau domba untuk anak perempuan

 

 

Ketentuan ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW:

 

"Untuk anak laki-laki (diaqiqahi dengan) dua ekor kambing yang sepadan, dan untuk anak perempuan satu ekor kambing." (HR. Tirmidzi)

 

Perbedaan jenis dan jumlah hewan ini mencerminkan karakteristik masing-masing ibadah:

 

 

  • Qurban memiliki opsi hewan yang lebih beragam dan jumlah yang lebih fleksibel, mencerminkan dimensi sosialnya yang lebih luas.

 

 

  • Aqiqah lebih spesifik dalam jenis hewan dan jumlahnya, mencerminkan sifatnya yang lebih personal dan terkait erat dengan kelahiran anak.

 

 

Perlu dicatat bahwa baik untuk qurban maupun aqiqah, hewan yang digunakan harus memenuhi syarat kesehatan dan tidak cacat. Hal ini untuk memastikan bahwa ibadah yang dilakukan berkualitas dan sesuai dengan tuntunan syariat.

Syarat Hewan

Meski qurban dan aqiqah memiliki perbedaan dalam jenis dan jumlah hewan, keduanya memiliki beberapa kesamaan dalam hal syarat hewan yang digunakan. Memahami syarat-syarat ini penting untuk memastikan keabsahan ibadah yang dilakukan.

Syarat umum hewan untuk qurban dan aqiqah:

 

 

  • Hewan harus sehat dan tidak cacat

 

 

  • Tidak kurus atau sakit

 

 

  • Tidak pincang yang parah

 

 

  • Tidak buta atau rusak matanya

 

 

  • Tidak terpotong telinganya atau ekornya

 

 

  • Tidak gila atau tidak normal perilakunya

 

 

Dalil mengenai syarat hewan ini terdapat dalam hadits Nabi Muhammad SAW:

 

"Empat macam yang tidak boleh dijadikan kurban: yang jelas butanya, yang jelas sakitnya, yang jelas pincangnya dan yang kurus yang tidak bersumsum." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa'i)

 

Meski demikian, ada beberapa perbedaan spesifik dalam syarat hewan untuk qurban dan aqiqah:

Syarat khusus hewan qurban:

 

 

  • Usia minimal:

 

 

 

  • Unta: 5 tahun

 

 

  • Sapi atau kerbau: 2 tahun

 

 

  • Kambing atau domba: 1 tahun (atau 6 bulan untuk domba yang sudah berganti gigi)

 

 

 

  • Boleh jantan atau betina

 

 

  • Untuk hewan betina, disarankan yang belum pernah melahirkan

 

 

Syarat khusus hewan aqiqah:

 

 

  • Usia minimal kambing atau domba: 1 tahun

 

 

  • Diutamakan hewan jantan

 

 

  • Tidak disyaratkan harus yang belum pernah melahirkan untuk hewan betina

 

 

Perbedaan syarat ini mencerminkan karakteristik masing-masing ibadah:

 

 

  • Syarat qurban cenderung lebih ketat, terutama dalam hal usia hewan, mengingat dimensi sosial dan kolektifnya yang lebih luas.

 

 

  • Syarat aqiqah relatif lebih fleksibel, mencerminkan sifatnya yang lebih personal dan terkait erat dengan peristiwa kelahiran.

 

 

Penting untuk diingat bahwa meski ada perbedaan, baik qurban maupun aqiqah sama-sama menuntut kualitas hewan yang baik. Hal ini sesuai dengan prinsip Islam yang mengajarkan untuk memberikan yang terbaik dalam beribadah, sebagaimana firman Allah SWT:

 

"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik..." (QS. Al-Baqarah: 267)

 

Dengan memperhatikan syarat-syarat ini, seorang Muslim dapat memastikan bahwa ibadah qurban atau aqiqah yang dilakukannya berkualitas dan sesuai dengan tuntunan syariat.

Prosesi Pelaksanaan

Meski sama-sama melibatkan penyembelihan hewan, qurban dan aqiqah memiliki prosesi pelaksanaan yang berbeda. Memahami perbedaan ini penting untuk melaksanakan kedua ibadah dengan benar sesuai tuntunan syariat.

Prosesi pelaksanaan qurban:

 

 

  • Niat: Pelaku qurban (shohibul qurban) berniat dalam hati untuk melaksanakan ibadah qurban.

 

 

  • Penyembelihan: Dilakukan setelah shalat Idul Adha hingga akhir hari Tasyrik. Sebaiknya dilakukan oleh shohibul qurban sendiri, namun boleh diwakilkan.

 

 

  • Membaca basmalah dan takbir: Saat menyembelih, dibaca "Bismillahi Allahu Akbar".

 

 

  • Doa: Setelah penyembelihan, berdoa agar qurban diterima Allah SWT.

 

 

  • Pembagian daging: Daging qurban dibagi sesuai ketentuan syariat.

 

 

Prosesi pelaksanaan aqiqah:

 

 

  • Niat: Orang tua berniat melaksanakan aqiqah untuk anaknya.

 

 

  • Penyembelihan: Dilakukan pada hari ketujuh kelahiran atau hari lain sesuai kemampuan.

 

 

  • Pemberian nama: Bersamaan dengan aqiqah, anak diberi nama yang baik.

 

 

  • Pencukuran rambut: Rambut bayi dicukur dan ditimbang. Berat rambut dikonversi menjadi emas atau uang untuk disedekahkan.

 

 

  • Doa: Mendoakan kebaikan untuk si anak.

 

 

  • Pembagian daging: Daging aqiqah dimasak dan dibagikan.

 

 

Perbedaan prosesi ini mencerminkan karakteristik masing-masing ibadah:

 

 

  • Qurban lebih berfokus pada aspek penyembelihan dan pembagian daging sebagai bentuk ibadah dan sedekah.

 

 

  • Aqiqah melibatkan rangkaian prosesi yang lebih kompleks, termasuk pemberian nama dan pencukuran rambut, mencerminkan sifatnya sebagai ritual penyambutan kelahiran.

 

 

Dalam pelaksanaan kedua ibadah ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

 

 

  • Kesucian dan kebersihan: Tempat dan alat penyembelihan harus bersih dan suci.

 

 

  • Kesejahteraan hewan: Hewan harus diperlakukan dengan baik sebelum disembelih.

 

 

  • Teknik penyembelihan: Harus dilakukan dengan cepat dan tepat untuk meminimalkan penderitaan hewan.

 

 

  • Niat yang ikhlas: Kedua ibadah harus dilakukan dengan niat yang tulus karena Allah SWT.

 

 

Rasulullah SAW bersabda tentang pentingnya keikhlasan dalam beribadah:

 

"Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan." (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Dengan memahami dan melaksanakan prosesi qurban dan aqiqah sesuai tuntunan, seorang Muslim dapat memaksimalkan nilai ibadah dan keberkahan dari kedua amalan tersebut.

Pembagian Daging

Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan qurban dan aqiqah adalah pembagian daging hewan yang disembelih. Meski sama-sama melibatkan pembagian daging, terdapat perbedaan signifikan antara keduanya dalam hal ini.

Pembagian daging qurban:

 

 

  • Daging qurban umumnya dibagi menjadi tiga bagian:

 

 

 

  • Sepertiga untuk dimakan oleh shohibul qurban dan keluarganya

 

 

  • Sepertiga untuk disedekahkan kepada fakir miskin

 

 

  • Sepertiga untuk dihadiahkan kepada kerabat, tetangga, atau teman

 

 

 

  • Pembagian ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW:

 

 

"Makanlah (daging qurban), simpanlah, dan bersedekahlah." (HR. Muslim)

 

 

  • Daging qurban dibagikan dalam keadaan mentah

 

 

  • Penerima utama daging qurban adalah kaum dhuafa dan fakir miskin

 

 

  • Shohibul qurban dilarang menjual bagian apapun dari hewan qurban, termasuk kulit dan tanduknya

 

 

Pembagian daging aqiqah:

 

 

  • Tidak ada ketentuan khusus mengenai pembagian daging aqiqah

 

 

  • Orang tua boleh memakan sebagian daging aqiqah

 

 

  • Sebagian besar daging aqiqah disunnahkan untuk disedekahkan atau dibagikan kepada:

 

 

 

  • Kerabat dan tetangga

 

 

  • Fakir miskin

 

 

  • Tamu yang diundang dalam acara aqiqah

 

 

 

  • Daging aqiqah sebaiknya dibagikan dalam keadaan sudah dimasak

 

 

  • Tidak ada larangan untuk menjual bagian dari hewan aqiqah, meski tidak dianjurkan

 

 

Perbedaan dalam pembagian daging ini mencerminkan karakteristik masing-masing ibadah:

 

 

  • Qurban memiliki dimensi sosial yang lebih luas, dengan penekanan pada berbagi dengan kaum dhuafa dan memperkuat ikatan masyarakat.

 

 

  • Aqiqah lebih bersif at personal dan keluarga, dengan fokus pada syukuran atas kelahiran anak.

 

 

Meski demikian, baik qurban maupun aqiqah sama-sama mengandung nilai-nilai kedermawanan dan berbagi dengan sesama. Allah SWT berfirman:

 

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Maidah: 2)

 

Dalam praktiknya, pembagian daging qurban dan aqiqah dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan setempat, selama tidak melanggar prinsip-prinsip syariat. Misalnya, di daerah yang mayoritas penduduknya mampu, daging qurban bisa lebih banyak dialokasikan untuk daerah lain yang lebih membutuhkan.

Penting untuk diingat bahwa esensi dari pembagian daging ini bukan sekadar memberi makan, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan meningkatkan kepedulian terhadap sesama. Dengan demikian, baik qurban maupun aqiqah menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah sekaligus berbuat baik kepada sesama manusia.

Manfaat dan Hikmah

Qurban dan aqiqah, meski memiliki perbedaan dalam pelaksanaannya, sama-sama memiliki manfaat dan hikmah yang besar, baik bagi individu maupun masyarakat. Memahami manfaat dan hikmah ini dapat meningkatkan semangat dan keikhlasan dalam melaksanakan kedua ibadah tersebut.

Manfaat dan hikmah qurban:

 

 

  • Meningkatkan ketakwaan:

 

Qurban melatih diri untuk rela berkorban demi Allah SWT, meningkatkan kesadaran spiritual dan ketakwaan. Sebagaimana firman Allah:

 

"Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu." (QS. Al-Hajj: 37)

 

 

  • Memupuk kepedulian sosial:

 

Pembagian daging qurban membantu meringankan beban kaum dhuafa dan memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat.

 

  • Mengenang pengorbanan Nabi Ibrahim AS:

 

Qurban mengingatkan kita pada ketaatan dan keikhlasan Nabi Ibrahim AS, memberikan teladan dalam ketaatan kepada Allah.

 

  • Mensyukuri nikmat:

 

Berqurban adalah bentuk syukur atas rezeki yang telah diberikan Allah SWT.

 

  • Membersihkan jiwa:

 

Qurban dapat menjadi sarana penyucian jiwa dari sifat-sifat tercela seperti kikir dan egois.

 

Manfaat dan hikmah aqiqah:

 

 

  • Ungkapan syukur:

 

Aqiqah adalah bentuk syukur kepada Allah SWT atas karunia kelahiran anak. Rasulullah SAW bersabda:

 

"Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

 

 

  • Penebusan spiritual:

 

Aqiqah dipercaya sebagai bentuk "penebusan" atau pembebasan anak dari "gadaian" spiritual.

 

  • Mempererat ikatan keluarga:

 

Pelaksanaan aqiqah menjadi momen untuk berkumpul dan mempererat ikatan keluarga serta kerabat.

 

  • Memberi identitas:

 

Pemberian nama saat aqiqah memberikan identitas dan doa baik untuk sang anak.

 

  • Berbagi kebahagiaan:

 

Pembagian daging aqiqah menjadi sarana berbagi kebahagiaan dengan masyarakat sekitar.

 

Manfaat bersama qurban dan aqiqah:

 

 

  • Meningkatkan solidaritas sosial:

 

Kedua ibadah ini memperkuat ikatan sosial dan rasa kebersamaan dalam masyarakat.

 

  • Mendidik generasi:

 

Pelaksanaan qurban dan aqiqah menjadi sarana pendidikan bagi generasi muda tentang nilai-nilai keagamaan dan sosial.

 

  • Meningkatkan ekonomi:

 

Permintaan hewan ternak untuk qurban dan aqiqah dapat meningkatkan perekonomian peternak lokal.

 

  • Memperkuat identitas Muslim:

 

Kedua ibadah ini menjadi penanda identitas dan tradisi umat Islam.

 

Dalam menjalankan qurban dan aqiqah, penting untuk menghayati manfaat dan hikmah di baliknya, bukan sekadar menjalankan ritual. Allah SWT berfirman:

 

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 208)

 

Ayat ini mengingatkan kita untuk menjalankan ajaran Islam secara menyeluruh, termasuk memahami dan menghayati hikmah di balik setiap ibadah yang kita lakukan.

Dengan memahami manfaat dan hikmah qurban dan aqiqah, diharapkan umat Islam dapat melaksanakan kedua ibadah ini dengan penuh keikhlasan dan kesadaran, sehingga tidak hanya mendapatkan pahala, tetapi juga merasakan dampak positifnya dalam kehidupan pribadi dan sosial.

Mitos dan Fakta

Seiring berkembangnya zaman, berbagai mitos seputar qurban dan aqiqah telah beredar di masyarakat. Penting bagi umat Islam untuk memahami mana yang merupakan mitos dan mana yang fakta berdasarkan ajaran Islam yang benar. Berikut ini beberapa mitos dan fakta seputar qurban dan aqiqah:

Mitos dan Fakta Seputar Qurban

Mitos 1: Qurban hanya boleh dilakukan oleh orang kaya.

Fakta: Qurban disyariatkan bagi setiap Muslim yang mampu, tidak harus kaya. Kemampuan di sini relatif dan disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu.

Mitos 2: Daging qurban harus dibagi sama rata kepada semua penerima.

Fakta: Tidak ada ketentuan khusus mengenai jumlah daging yang harus diberikan kepada setiap penerima. Yang penting adalah prinsip keadilan dan kemaslahatan dalam pembagiannya.

Mitos 3: Shohibul qurban tidak boleh memakan daging qurbannya sendiri.

Fakta: Shohibul qurban justru dianjurkan untuk memakan sebagian daging qurbannya. Allah SWT berfirman:

 

"Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta." (QS. Al-Hajj: 36)

 

Mitos 4: Qurban hanya bisa dilakukan dengan menyembelih hewan sendiri.

Fakta: Qurban boleh diwakilkan kepada orang lain untuk menyembelihnya, asalkan niatnya tetap dari shohibul qurban.

Mitos 5: Hewan qurban harus berwarna putih.

Fakta: Tidak ada ketentuan warna khusus untuk hewan qurban. Yang penting adalah hewan tersebut sehat dan memenuhi syarat usia dan kondisi fisik.

Mitos dan Fakta Seputar Aqiqah

Mitos 1: Aqiqah harus dilakukan tepat pada hari ketujuh kelahiran.

Fakta: Meski hari ketujuh adalah waktu yang diutamakan, aqiqah boleh dilakukan setelahnya jika belum mampu. Bahkan bisa dilakukan hingga anak mencapai usia baligh.

Mitos 2: Rambut bayi harus ditimbang dengan emas saat aqiqah.

Fakta: Menimbang rambut bayi dengan emas hanyalah tradisi, bukan kewajiban dalam syariat. Yang disunnahkan adalah mencukur rambut bayi dan bersedekah senilai berat rambut tersebut.

Mitos 3: Aqiqah hanya untuk anak pertama.

Fakta: Aqiqah disunnahkan untuk setiap anak yang lahir, tidak terbatas pada anak pertama saja.

Mitos 4: Daging aqiqah tidak boleh dimakan oleh orang tua si anak.

Fakta: Orang tua boleh memakan daging aqiqah anaknya. Tidak ada larangan dalam syariat mengenai hal ini.

Mitos 5: Aqiqah harus menggunakan kambing jantan.

Fakta: Meski kambing jantan lebih diutamakan, aqiqah boleh menggunakan kambing betina jika tidak ada pilihan lain.

Pentingnya Memahami Fakta yang Benar

Memahami fakta yang benar tentang qurban dan aqiqah penting untuk beberapa alasan:

 

 

  • Menghindari bid'ah:

 

Dengan memahami fakta yang benar, kita dapat menghindari praktik-praktik yang tidak ada tuntunannya dalam syariat.

 

  • Memudahkan ibadah:

 

Pemahaman yang benar dapat memudahkan pelaksanaan ibadah tanpa memberatkan diri dengan hal-hal yang tidak diwajibkan.

 

  • Meningkatkan keikhlasan:

 

Dengan fokus pada esensi ibadah, bukan pada mitos-mitos yang tidak berdasar, kita dapat meningkatkan keikhlasan dalam beribadah.

 

  • Menjaga kesatuan umat:

 

Pemahaman yang sama tentang syariat dapat meminimalisir perbedaan dan perpecahan dalam umat.

 

Allah SWT berfirman:

 

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa: 59)

 

Ayat ini mengingatkan kita untuk selalu merujuk pada Al-Quran dan Sunnah dalam memahami ajaran Islam, termasuk dalam hal qurban dan aqiqah.

Dengan memahami fakta yang benar dan menghindari mitos-mitos yang tidak berdasar, umat Islam dapat melaksanakan ibadah qurban dan aqiqah dengan lebih baik, sesuai dengan tuntunan syariat, dan mendapatkan manfaat serta hikmahnya secara optimal.

FAQ Seputar Qurban dan Aqiqah

Berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan (FAQ) seputar qurban dan aqiqah, beserta jawabannya:

FAQ Qurban

Q1: Apakah qurban wajib dilakukan setiap tahun?

A1: Menurut mayoritas ulama, qurban hukumnya sunnah muakkadah (sangat dianjurkan) bagi yang mampu, bukan wajib. Namun, ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa qurban wajib bagi yang mampu. Jadi, tidak ada kewajiban untuk berqurban setiap tahun, tapi sangat dianjurkan bagi yang mampu.

Q2: Bolehkah berqurban dengan cara patungan?

A2: Ya, boleh. Untuk hewan besar seperti sapi atau unta, diperbolehkan untuk berpatungan maksimal tujuh orang. Untuk kambing atau domba, satu ekor untuk satu orang atau keluarga.

Q3: Apakah boleh memberikan uang sebagai pengganti daging qurban?

A3: Pada prinsipnya, qurban harus berupa penyembelihan hewan dan pembagian dagingnya. Memberikan uang tidak bisa menggantikan esensi ibadah qurban. Namun, jika ada kelebihan dana setelah berqurban, boleh disedekahkan dalam bentuk uang.

Q4: Bolehkah orang yang berqurban menjual bagian dari hewan qurban, seperti kulit atau tanduk?

A4: Tidak boleh. Seluruh bagian hewan qurban, termasuk kulit dan tanduk, harus disedekahkan atau dimanfaatkan untuk kebaikan, tidak boleh dijual.

Q5: Apakah qurban bisa diniatkan untuk orang yang sudah meninggal?

A5: Ya, boleh. Qurban bisa diniatkan untuk diri sendiri, keluarga yang masih hidup, atau untuk orang yang sudah meninggal.

FAQ Aqiqah

Q1: Apakah aqiqah wajib dilakukan?

A1: Mayoritas ulama berpendapat bahwa aqiqah hukumnya sunnah muakkadah (sangat dianjurkan), bukan wajib. Namun, ada sebagian ulama yang mengatakan wajib.

Q2: Kapan waktu terbaik untuk melaksanakan aqiqah?

A2: Waktu yang paling utama adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran. Namun, jika belum mampu, boleh dilakukan pada hari ke-14, ke-21, atau kapan saja setelahnya selama anak belum baligh.

Q3: Apakah aqiqah bisa digabung dengan qurban?

A3: Pada prinsipnya, aqiqah dan qurban adalah dua ibadah yang berbeda dan sebaiknya dilakukan secara terpisah. Namun, jika seseorang berniat melakukan keduanya dalam satu penyembelihan, sebagian ulama membolehkan dengan syarat memenuhi ketentuan masing-masing ibadah.

Q4: Bolehkah aqiqah dilakukan sebelum anak lahir?

A4: Tidak boleh. Aqiqah harus dilakukan setelah anak lahir, karena tujuannya adalah sebagai ungkapan syukur atas kelahiran anak.

Q5: Apakah ada doa khusus saat aqiqah?

A5: Tidak ada doa khusus yang wajib dibaca saat aqiqah. Namun, dianjurkan untuk berdoa yang baik untuk si anak, seperti memohon keberkahan dan kebaikan baginya.

Pentingnya Memahami FAQ

Memahami FAQ seputar qurban dan aqiqah penting karena beberapa alasan:

 

 

  • Memperjelas pemahaman:

 

FAQ membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan umum yang sering muncul, sehingga memperjelas pemahaman tentang kedua ibadah ini.

 

  • Menghindari kesalahpahaman:

 

Dengan mengetahui jawaban yang benar, kita dapat menghindari kesalahpahaman atau praktik yang tidak sesuai syariat.

 

  • Memudahkan pelaksanaan ibadah:

 

Pemahaman yang jelas tentang berbagai aspek qurban dan aqiqah dapat memudahkan kita dalam melaksanakan kedua ibadah tersebut.

 

  • Meningkatkan kualitas ibadah:

 

Dengan memahami detail-detail penting, kita dapat meningkatkan kualitas ibadah qurban dan aqiqah yang kita lakukan.

 

Allah SWT berfirman:

 

"Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui." (QS. An-Nahl: 43)

 

Ayat ini mengingatkan kita akan pentingnya bertanya dan mencari tahu tentang hal-hal yang belum kita pahami dalam agama, termasuk dalam hal qurban dan aqiqah.

Dengan memahami FAQ ini, diharapkan umat Islam dapat melaksanakan qurban dan aqiqah dengan lebih baik, sesuai dengan tuntunan syariat, dan mendapatkan manfaat serta hikmahnya secara optimal. Selalu ingat bahwa dalam beribadah, niat dan keikhlasan adalah yang utama, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

 

"Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan." (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Kesimpulan

Qurban dan aqiqah merupakan dua ibadah penting dalam Islam yang memiliki beberapa kesamaan, namun juga perbedaan yang signifikan. Keduanya melibatkan penyembelihan hewan sebagai bentuk ibadah, tetapi memiliki tujuan, waktu pelaksanaan, dan ketentuan yang berbeda.

Qurban dilaksanakan sebagai bentuk ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah SWT, mengenang pengorbanan Nabi Ibrahim AS. Ibadah ini dilakukan pada hari raya Idul Adha dan hari-hari Tasyrik. Sementara itu, aqiqah merupakan ungkapan syukur atas kelahiran anak dan dilaksanakan setelah kelahiran, idealnya pada hari ketujuh.

Perbedaan lain mencakup jenis dan jumlah hewan yang digunakan, prosesi pelaksanaan, serta cara pembagian dagingnya. Meski demikian, baik qurban maupun aqiqah sama-sama mengandung nilai-nilai luhur seperti ketaatan, syukur, kedermawanan, dan penguatan ikatan sosial dalam masyarakat.

Memahami perbedaan dan persamaan antara qurban dan aqiqah penting bagi umat Islam untuk dapat melaksanakan kedua ibadah ini dengan benar sesuai tuntunan syariat. Selain itu, pemahaman yang baik juga membantu kita menghayati makna dan hikmah di balik kedua ibadah tersebut.

Penting untuk diingat bahwa dalam melaksanakan qurban dan aqiqah, niat dan keikhlasan adalah yang utama. Kedua ibadah ini bukan sekadar ritual, tetapi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berbuat baik kepada sesama. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran:

 

"Tidak akan sampai kepada Allah daging (hewan) itu dan tidak pula darahnya, tetapi yang akan sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu." (QS. Al-Hajj: 37)

 

Ayat ini menegaskan bahwa esensi dari ibadah qurban (dan juga aqiqah) bukanlah pada ritual penyembelihan semata, melainkan pada nilai ketakwaan dan keikhlasan yang ada di baliknya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya