Liputan6.com, Jakarta Tawakal merupakan salah satu konsep penting dalam ajaran Islam yang sering disalahpahami. Banyak yang mengartikan tawakal sebagai sikap pasrah tanpa usaha, padahal sebenarnya tawakal memiliki makna yang jauh lebih dalam. Mari kita telusuri bersama arti tawakal yang sesungguhnya dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Definisi Tawakal dalam Islam
Tawakal merupakan salah satu konsep fundamental dalam ajaran Islam yang sering disalahpahami. Secara etimologi, kata tawakal berasal dari bahasa Arab "tawakkala" yang berarti menyerahkan, mempercayakan, atau mewakilkan. Dalam konteks keislaman, tawakal memiliki makna yang jauh lebih dalam dan kompleks.
Menurut para ulama, tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah melakukan usaha maksimal, disertai keyakinan bahwa Allah-lah yang akan menentukan hasil akhirnya. Ini bukan berarti seseorang menyerah dan berpangku tangan, melainkan tetap berusaha sekuat tenaga sambil meyakini bahwa hasil akhirnya ada di tangan Allah.
Imam Al-Ghazali, seorang ulama terkemuka, mendefinisikan tawakal sebagai penyerahan hati sepenuhnya kepada Allah. Beliau menekankan bahwa tawakal bukan berarti mengabaikan sebab-sebab yang telah ditetapkan Allah, melainkan menyadari bahwa sebab-sebab tersebut hanyalah perantara, dan Allah-lah yang menentukan hasilnya.
Dalam perspektif yang lebih luas, tawakal dapat dipahami sebagai sikap mental yang seimbang antara usaha dan penyerahan diri. Ini mencakup beberapa aspek penting:
- Keyakinan bahwa Allah adalah Maha Kuasa dan Maha Mengetahui
- Kesadaran akan keterbatasan diri sebagai manusia
- Usaha maksimal dalam mencapai tujuan
- Penerimaan terhadap hasil akhir, apapun itu
- Ketenangan hati dalam menghadapi segala situasi
Penting untuk dipahami bahwa tawakal bukanlah sikap pasif atau fatalistik. Sebaliknya, tawakal mendorong seseorang untuk aktif berusaha sambil tetap menyadari bahwa hasil akhirnya adalah hak prerogatif Allah. Ini sejalan dengan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi:
"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung yang berangkat di pagi hari dengan perut kosong dan kembali di sore hari dengan perut kenyang."
Hadits ini menekankan bahwa meskipun burung bertawakal kepada Allah, mereka tetap terbang mencari makanan. Ini menggambarkan keseimbangan antara usaha dan penyerahan diri yang menjadi inti dari konsep tawakal.
Advertisement
Dalil-dalil Tentang Tawakal dalam Al-Quran dan Hadits
Konsep tawakal memiliki landasan yang kuat dalam Al-Quran dan Hadits. Berikut ini adalah beberapa dalil yang menjelaskan tentang pentingnya tawakal dalam kehidupan seorang Muslim:
1. Al-Quran Surah Ali 'Imran ayat 159:
"... Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal."
Ayat ini menegaskan bahwa setelah bermusyawarah dan mengambil keputusan, seorang Muslim hendaknya bertawakal kepada Allah. Ini menunjukkan bahwa tawakal bukan berarti mengabaikan proses pengambilan keputusan, melainkan menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah setelah berusaha maksimal.
2. Al-Quran Surah At-Talaq ayat 3:
"Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu."
Ayat ini menjanjikan kecukupan bagi orang yang bertawakal kepada Allah. Ini bukan berarti seseorang akan mendapatkan segalanya tanpa usaha, melainkan Allah akan mencukupkan keperluannya sesuai dengan kebijaksanaan-Nya.
3. Hadits riwayat At-Tirmidzi:
"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung yang berangkat di pagi hari dengan perut kosong dan kembali di sore hari dengan perut kenyang."
Hadits ini menggambarkan bahwa tawakal bukan berarti berdiam diri, melainkan tetap berusaha seperti burung yang terbang mencari makanan.
4. Al-Quran Surah Al-Anfal ayat 2:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal."
Ayat ini menunjukkan bahwa tawakal adalah salah satu ciri orang yang beriman. Ini menegaskan bahwa tawakal bukan hanya sikap, melainkan bagian integral dari keimanan seorang Muslim.
5. Al-Quran Surah At-Taubah ayat 51:
"Katakanlah (Muhammad), "Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakallah orang-orang yang beriman."
Ayat ini mengajarkan bahwa segala yang terjadi adalah atas kehendak Allah, dan orang-orang beriman hendaknya bertawakal kepada-Nya.
Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa tawakal bukan hanya dianjurkan, tetapi merupakan bagian penting dari keimanan seorang Muslim. Tawakal mengajarkan keseimbangan antara usaha dan penyerahan diri, serta menanamkan keyakinan bahwa Allah selalu ada untuk hamba-Nya yang bertawakal.
Tingkatan-tingkatan Tawakal
Tawakal, sebagai sebuah konsep spiritual yang mendalam, memiliki beberapa tingkatan. Para ulama dan ahli tasawuf telah mengidentifikasi berbagai tingkatan tawakal, yang mencerminkan kedekatan seseorang dengan Allah dan tingkat penyerahan dirinya. Berikut adalah penjelasan tentang tingkatan-tingkatan tawakal:
1. Tawakal al-Mubtadi'in (Tawakal Pemula)
Ini adalah tingkatan tawakal paling dasar. Pada level ini, seseorang mulai memahami konsep tawakal dan berusaha menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka masih sering merasa cemas dan khawatir, tetapi mulai belajar untuk menyerahkan urusan kepada Allah setelah berusaha.
2. Tawakal al-Mutawassitin (Tawakal Menengah)
Pada tingkatan ini, seseorang sudah lebih memahami makna tawakal dan lebih konsisten dalam menerapkannya. Mereka mulai merasakan ketenangan hati ketika menyerahkan urusan kepada Allah, meskipun kadang-kadang masih ada keraguan.
3. Tawakal al-Muntahin (Tawakal Tingkat Tinggi)
Ini adalah tingkatan tawakal yang sangat tinggi, di mana seseorang telah mencapai keyakinan penuh kepada Allah. Mereka memiliki ketenangan hati yang luar biasa dan tidak terguncang oleh apapun yang terjadi, karena keyakinan mereka bahwa segala sesuatu adalah kehendak Allah.
4. Tawakal al-Mufawwidin (Tawakal Penyerahan Total)
Ini adalah tingkatan tertinggi dari tawakal, di mana seseorang menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Allah. Mereka tidak lagi memiliki keinginan pribadi dan hanya menginginkan apa yang Allah inginkan untuk mereka. Tingkatan ini hanya dicapai oleh para nabi dan orang-orang yang sangat dekat dengan Allah.
5. Tawakal al-'Arifin (Tawakal Orang yang Mengenal Allah)
Ini adalah tingkatan khusus yang dicapai oleh orang-orang yang telah mencapai ma'rifatullah (pengenalan mendalam terhadap Allah). Mereka memiliki pemahaman yang mendalam tentang sifat-sifat Allah dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya dengan penuh cinta dan keridaan.
Penting untuk dipahami bahwa tingkatan-tingkatan ini bukan sesuatu yang statis. Seseorang bisa bergerak naik atau turun antara tingkatan-tingkatan ini tergantung pada kondisi spiritual dan kedekatannya dengan Allah. Proses mencapai tingkatan tawakal yang lebih tinggi membutuhkan latihan spiritual yang konsisten, pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam, dan upaya terus-menerus untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam perjalanan spiritual menuju tingkatan tawakal yang lebih tinggi, seseorang mungkin akan menghadapi berbagai ujian dan cobaan. Ini adalah bagian dari proses penguatan iman dan tawakal. Setiap kali seseorang berhasil melewati ujian dengan tetap bertawakal kepada Allah, ia akan naik ke tingkatan yang lebih tinggi.
Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa tujuan utama bukanlah mencapai tingkatan tertentu, melainkan terus berupaya untuk meningkatkan kualitas tawakal dan kedekatan dengan Allah. Setiap orang memiliki perjalanan spiritual yang unik, dan yang terpenting adalah konsistensi dalam berusaha dan bertawakal kepada Allah dalam segala situasi.
Advertisement
Syarat-syarat Tawakal yang Benar
Tawakal bukanlah sekadar sikap pasrah tanpa usaha. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar tawakal seseorang dapat dianggap benar dan sesuai dengan ajaran Islam. Berikut adalah penjelasan detail tentang syarat-syarat tawakal yang benar:
1. Iman yang Kuat kepada Allah
Syarat pertama dan paling fundamental untuk tawakal yang benar adalah memiliki iman yang kuat kepada Allah. Ini mencakup keyakinan penuh terhadap keesaan Allah (tauhid), sifat-sifat-Nya yang sempurna, dan kekuasaan-Nya atas segala sesuatu. Tanpa iman yang kuat, tawakal hanya akan menjadi sikap pasrah yang kosong.
2. Pengetahuan tentang Allah dan Sifat-sifat-Nya
Untuk bertawakal dengan benar, seseorang perlu memiliki pengetahuan yang memadai tentang Allah dan sifat-sifat-Nya. Ini termasuk pemahaman bahwa Allah adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. Pengetahuan ini akan memperkuat keyakinan seseorang dalam bertawakal.
3. Usaha Maksimal
Tawakal yang benar harus didahului dengan usaha maksimal. Islam mengajarkan bahwa kita harus berusaha sekuat tenaga sebelum menyerahkan hasilnya kepada Allah. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Ikatlah untamu, lalu bertawakallah (kepada Allah)." Ini menunjukkan bahwa tawakal bukan berarti mengabaikan usaha.
4. Penyerahan Diri yang Tulus
Setelah berusaha maksimal, syarat selanjutnya adalah menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah dengan tulus. Ini berarti melepaskan keterikatan terhadap hasil dan menerima apapun keputusan Allah dengan ridha.
5. Husnuzhan (Berprasangka Baik) kepada Allah
Tawakal yang benar harus disertai dengan husnuzhan atau berprasangka baik kepada Allah. Ini berarti meyakini bahwa apapun yang Allah tetapkan adalah yang terbaik, meskipun mungkin tidak sesuai dengan keinginan kita.
6. Sabar dan Tabah
Kesabaran dan ketabahan adalah syarat penting dalam bertawakal. Ketika hasil yang diharapkan tidak tercapai, seseorang yang bertawakal harus tetap sabar dan tabah, meyakini bahwa ada hikmah di balik setiap kejadian.
7. Ikhlas
Tawakal harus dilakukan dengan ikhlas, semata-mata karena Allah. Tidak boleh ada motif lain seperti ingin dipuji atau dianggap sebagai orang yang saleh.
8. Konsistensi dalam Ibadah
Tawakal yang benar harus dibarengi dengan konsistensi dalam beribadah kepada Allah. Ini termasuk melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
9. Meninggalkan Ketergantungan pada Selain Allah
Untuk bertawakal dengan benar, seseorang harus melepaskan ketergantungan pada selain Allah. Ini tidak berarti mengabaikan sebab-sebab yang telah Allah tetapkan, tetapi tidak menjadikan sebab-sebab tersebut sebagai tujuan akhir.
10. Ridha terhadap Takdir Allah
Syarat terakhir adalah ridha atau rela terhadap takdir Allah. Ini berarti menerima dengan lapang dada apapun hasil akhir dari usaha kita, baik itu sesuai dengan harapan atau tidak.
Memenuhi syarat-syarat ini bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan latihan spiritual yang konsisten. Namun, dengan memahami dan berusaha memenuhi syarat-syarat ini, seseorang dapat mencapai tawakal yang benar dan merasakan ketenangan hati yang luar biasa.
Penting untuk diingat bahwa tawakal adalah sebuah proses yang berkelanjutan. Seseorang mungkin mengalami naik turun dalam kualitas tawakalnya, tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi. Yang terpenting adalah terus berusaha untuk meningkatkan kualitas tawakal dengan memenuhi syarat-syarat ini sebaik mungkin.
Perbedaan Antara Tawakal dan Pasrah
Seringkali, konsep tawakal disalahpahami sebagai sikap pasrah yang cenderung fatalistik. Namun, sebenarnya ada perbedaan yang signifikan antara tawakal dan pasrah. Memahami perbedaan ini sangat penting untuk menerapkan tawakal yang benar dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita telaah perbedaan antara tawakal dan pasrah secara lebih mendalam:
1. Definisi dan Esensi
Tawakal: Tawakal adalah sikap menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah melakukan usaha maksimal. Ini adalah kombinasi antara usaha aktif dan penyerahan diri kepada kehendak Allah.
Pasrah: Pasrah cenderung berarti menyerah pada keadaan tanpa melakukan usaha yang berarti. Ini lebih mengarah pada sikap fatalistik yang menerima apapun yang terjadi tanpa berusaha mengubahnya.
2. Peran Usaha
Tawakal: Dalam tawakal, usaha maksimal adalah syarat utama sebelum menyerahkan hasil akhir kepada Allah. Nabi Muhammad SAW mengajarkan, "Ikatlah untamu, lalu bertawakallah."
Pasrah: Dalam sikap pasrah, seringkali tidak ada usaha yang berarti. Orang yang pasrah cenderung menerima keadaan apa adanya tanpa berusaha untuk memperbaiki atau mengubahnya.
3. Sikap terhadap Takdir
Tawakal: Orang yang bertawakal meyakini bahwa takdir bisa diubah melalui doa dan usaha, sambil tetap menerima hasil akhir sebagai kehendak Allah.
Pasrah: Sikap pasrah cenderung menerima takdir sebagai sesuatu yang tidak bisa diubah, sehingga tidak ada upaya untuk mengubahnya.
4. Motivasi
Tawakal: Tawakal memotivasi seseorang untuk terus berusaha dan berdoa, karena ada keyakinan bahwa Allah akan memberikan yang terbaik sesuai dengan usaha yang dilakukan.
Pasrah: Sikap pasrah cenderung mengurangi motivasi untuk berusaha, karena ada anggapan bahwa apapun yang terjadi sudah ditakdirkan dan tidak bisa diubah.
5. Hubungan dengan Allah
Tawakal: Tawakal memperkuat hubungan dengan Allah melalui doa, usaha, dan penyerahan diri yang aktif.
Pasrah: Sikap pasrah bisa menjauhkan seseorang dari Allah karena kurangnya interaksi aktif melalui doa dan usaha.
6. Sikap terhadap Kegagalan
Tawakal: Dalam tawakal, kegagalan dilihat sebagai bagian dari proses dan hikmah dari Allah. Ini mendorong seseorang untuk terus berusaha dan belajar dari kegagalan.
Pasrah: Sikap pasrah cenderung menerima kegagalan sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindari, tanpa ada upaya untuk belajar atau memperbaiki diri.
7. Dampak Psikologis
Tawakal: Tawakal memberikan ketenangan hati dan optimisme, karena ada keyakinan bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik sesuai dengan usaha yang dilakukan.
Pasrah: Sikap pasrah bisa menimbulkan perasaan tidak berdaya dan pesimisme, karena merasa tidak memiliki kontrol atas kehidupan.
8. Perspektif terhadap Masa Depan
Tawakal: Orang yang bertawakal memiliki pandangan positif terhadap masa depan, karena mereka terus berusaha sambil berharap yang terbaik dari Allah.
Pasrah: Sikap pasrah cenderung membuat seseorang tidak memiliki harapan atau rencana untuk masa depan, karena merasa semua sudah ditentukan.
Memahami perbedaan antara tawakal dan pasrah sangat penting untuk menjalani kehidupan yang seimbang dan produktif. Tawakal mengajarkan kita untuk berusaha maksimal sambil tetap menyerahkan hasil akhir kepada Allah, sementara sikap pasrah bisa menghambat potensi dan perkembangan diri kita.
Dalam praktiknya, seorang Muslim diharapkan untuk menerapkan tawakal yang benar, bukan sekadar pasrah. Ini berarti terus berusaha, berdoa, dan memperbaiki diri, sambil meyakini bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik sesuai dengan kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas.
Advertisement
Manfaat Bertawakal kepada Allah
Bertawakal kepada Allah bukan hanya sebuah kewajiban spiritual, tetapi juga membawa banyak manfaat bagi kehidupan seorang Muslim, baik secara psikologis, sosial, maupun spiritual. Berikut adalah penjelasan detail tentang berbagai manfaat bertawakal kepada Allah:
1. Ketenangan Hati dan Pikiran
Salah satu manfaat utama dari bertawakal adalah tercapainya ketenangan hati dan pikiran. Ketika seseorang menyerahkan segala urusannya kepada Allah setelah berusaha maksimal, ia akan terbebas dari kecemasan dan kekhawatiran berlebihan. Allah berfirman dalam Al-Quran Surah Ar-Ra'd ayat 28:
"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."
2. Peningkatan Kesehatan Mental
Tawakal membantu mengurangi stres dan depresi. Keyakinan bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik dapat membantu seseorang menghadapi berbagai tantangan hidup dengan lebih positif.
3. Penguatan Iman
Bertawakal adalah manifestasi dari iman yang kuat. Semakin seseorang bertawakal, semakin kuat pula imannya kepada Allah. Ini menciptakan siklus positif di mana iman dan tawakal saling menguatkan.
4. Peningkatan Produktivitas
Meskipun tawakal berarti menyerahkan hasil akhir kepada Allah, ini justru dapat meningkatkan produktivitas. Seseorang yang bertawakal akan berusaha maksimal tanpa terbebani oleh kecemasan akan hasil, sehingga dapat fokus pada proses dan usaha.
5. Ketahanan Menghadapi Cobaan
Tawakal memberikan kekuatan mental untuk menghadapi berbagai cobaan hidup. Seseorang yang bertawakal akan melihat cobaan sebagai ujian dari Allah dan kesempatan untuk meningkatkan keimanan.
6. Optimisme dan Harapan
Bertawakal membangkitkan sikap optimis dan penuh harapan. Meskipun situasi mungkin tampak sulit, seseorang yang bertawakal akan tetap memiliki harapan karena keyakinan bahwa Allah selalu memiliki rencana terbaik.
7. Peningkatan Kualitas Hubungan Sosial
Orang yang bertawakal cenderung lebih tenang dan sabar dalam menghadapi berbagai situasi sosial. Ini dapat meningkatkan kualitas hubungan dengan orang lain dan membantu dalam menyelesaikan konflik dengan lebih bijaksana.
8. Kebebasan dari Ketergantungan pada Makhluk
Tawakal membebaskan seseorang dari ketergantungan berlebihan pada makhluk. Ini membawa pada kemandirian spiritual dan emosional yang sehat.
9. Peningkatan Rasa Syukur
Bertawakal membuat seseorang lebih menghargai dan bersyukur atas segala nikmat Allah, baik besar maupun kecil. Ini menciptakan sikap positif terhadap kehidupan.
10. Keberanian Mengambil Keputusan
Tawakal memberikan keberanian untuk mengambil keputusan dan menghadapi konsekuensinya. Ini karena ada keyakinan bahwa selama keputusan diambil dengan niat baik dan usaha maksimal, hasilnya akan menjadi yang terbaik menurut Allah.