Liputan6.com, Jakarta Rabies merupakan penyakit zoonosis yang sangat berbahaya dan dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan tepat. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus Lyssavirus yang menyerang sistem saraf pusat manusia dan hewan berdarah panas. Memahami penyebab, gejala, cara penularan, dan pencegahan rabies sangat penting untuk melindungi diri dan orang-orang di sekitar kita dari ancaman virus mematikan ini.
Pengertian dan Sejarah Rabies
Rabies adalah penyakit infeksi akut pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini telah dikenal manusia sejak ribuan tahun lalu dan masih menjadi ancaman kesehatan masyarakat di banyak negara hingga saat ini. Nama "rabies" berasal dari bahasa Latin "rabies" yang berarti "kegilaan" atau "kemarahan", merujuk pada gejala agresif yang sering muncul pada hewan yang terinfeksi.
Sejarah mencatat bahwa rabies pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1884 oleh Esser pada seekor kerbau. Kemudian pada tahun 1889, Pening melaporkan kasus rabies pada anjing, dan tahun 1894 Eileris de Zhaan melaporkan kasus pertama rabies pada manusia di Indonesia. Sejak saat itu, rabies terus menjadi masalah kesehatan yang serius di berbagai wilayah Indonesia.
Secara global, rabies tersebar di hampir seluruh benua kecuali Antartika. Lebih dari 150 negara telah melaporkan kasus rabies, dengan sekitar 59.000 kematian per tahun akibat penyakit ini. Sebagian besar kasus terjadi di Asia dan Afrika, dengan anjing sebagai sumber penularan utama ke manusia.
Advertisement
Penyebab Utama Rabies
Penyebab utama rabies adalah virus dari genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae. Virus ini memiliki bentuk seperti peluru dengan panjang 130-300 nm dan diameter 70 nm. Struktur virus rabies terdiri dari:
- Inti RNA (Ribonucleic Acid) rantai tunggal
- Selubung lipoprotein
- Tonjolan glikoprotein G pada selubung luar yang berperan penting dalam timbulnya imunitas
Virus rabies memiliki beberapa karakteristik penting:
- Bersifat neurotropik, yaitu menyerang sistem saraf
- Tahan terhadap pemanasan hingga 56°C selama 30 menit
- Dapat bertahan dalam air liur pada suhu panas selama 24 jam
- Dalam keadaan beku kering pada suhu 4°C dapat bertahan bertahun-tahun
- Mudah mati oleh sinar matahari, sinar ultraviolet, dan zat pelarut lemak
Pemahaman tentang karakteristik virus ini penting dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus rabies.
Hewan Penular Rabies
Meskipun semua hewan mamalia berpotensi menularkan rabies, beberapa jenis hewan lebih sering menjadi sumber penularan ke manusia. Di Indonesia, hewan utama penular rabies adalah:
- Anjing (98% kasus rabies pada manusia)
- Kucing
- Kera
Di negara lain, hewan liar yang juga dapat menjadi sumber penularan rabies antara lain:
- Kelelawar
- Rubah
- Rakun
- Sigung
- Serigala
Penting untuk waspada terhadap perilaku tidak wajar pada hewan-hewan ini, seperti hewan nokturnal yang aktif di siang hari atau hewan liar yang tiba-tiba menjadi jinak, karena bisa jadi merupakan tanda infeksi rabies.
Advertisement
Cara Penularan Rabies
Virus rabies umumnya ditularkan melalui kontak langsung dengan air liur hewan yang terinfeksi. Beberapa cara penularan rabies yang paling umum adalah:
- Gigitan hewan terinfeksi (cara penularan utama)
- Cakaran hewan terinfeksi
- Jilatan hewan terinfeksi pada luka terbuka atau selaput lendir
Penularan dari manusia ke manusia sangat jarang terjadi, namun pernah dilaporkan melalui transplantasi kornea dari donor yang terinfeksi rabies. Kasus penularan melalui aerosol di gua yang dihuni kelelawar atau di laboratorium penelitian rabies juga pernah dilaporkan, meski sangat jarang.
Virus rabies tidak dapat menembus kulit yang utuh, sehingga kontak biasa dengan hewan atau orang yang terinfeksi tidak akan menyebabkan penularan. Namun, penting untuk segera mencuci area yang terkena air liur hewan yang dicurigai terinfeksi rabies dengan sabun dan air mengalir.
Gejala Rabies pada Manusia
Gejala rabies pada manusia biasanya muncul setelah masa inkubasi yang bervariasi, umumnya 3-8 minggu setelah terpapar virus. Namun, dalam beberapa kasus, gejala bisa muncul lebih cepat (10 hari) atau bahkan bertahun-tahun kemudian. Gejala rabies pada manusia dapat dibagi menjadi beberapa tahap:
1. Tahap Prodromal (2-10 hari)
- Demam ringan
- Sakit kepala
- Malaise (rasa tidak enak badan)
- Mual dan muntah
- Cemas dan gelisah
- Nyeri atau kesemutan di tempat luka gigitan
2. Tahap Eksitasi (2-7 hari)
- Hiperaktif dan mudah terangsang
- Hidrofobia (takut air)
- Aerofobia (takut udara/angin)
- Fotofobia (takut cahaya)
- Hipersalivasi (produksi air liur berlebih)
- Kejang-kejang
- Halusinasi
3. Tahap Paralitik
- Kelumpuhan otot secara progresif
- Kesulitan menelan
- Kesulitan bernapas
- Koma
Pada tahap akhir, penderita rabies biasanya mengalami kegagalan sistem pernapasan dan kardiovaskular yang berujung pada kematian. Penting untuk diingat bahwa begitu gejala klinis muncul, rabies hampir selalu berakhir fatal.
Advertisement
Gejala Rabies pada Hewan
Mengenali gejala rabies pada hewan, terutama hewan peliharaan, sangat penting untuk pencegahan penularan ke manusia. Gejala rabies pada hewan dapat dibagi menjadi dua tipe utama:
1. Tipe Ganas (Furious)
Tipe ini ditandai dengan perilaku agresif dan hiperaktif pada hewan. Gejala yang muncul antara lain:
- Perubahan perilaku mendadak (misalnya hewan yang biasanya jinak menjadi agresif)
- Gelisah dan mudah terangsang
- Menyerang benda-benda di sekitarnya
- Menggigit atau mencakar tanpa provokasi
- Suara menggonggong berubah (pada anjing)
- Hipersalivasi (air liur berlebih)
- Kesulitan menelan
- Kejang-kejang
2. Tipe Tenang (Dumb)
Pada tipe ini, hewan cenderung menjadi lesu dan mengalami kelumpuhan progresif. Gejala yang muncul meliputi:
- Hewan menjadi pendiam dan menyendiri
- Kehilangan nafsu makan
- Kelumpuhan pada rahang bawah dan lidah
- Kesulitan menelan
- Hipersalivasi
- Kelumpuhan pada kaki belakang yang kemudian menyebar ke seluruh tubuh
Penting untuk diingat bahwa tidak semua hewan yang terinfeksi rabies akan menunjukkan gejala yang jelas. Beberapa hewan mungkin hanya menunjukkan perubahan perilaku ringan sebelum virus mematikan sistem sarafnya.
Diagnosis Rabies
Diagnosis rabies pada manusia yang masih hidup sangat sulit dilakukan karena tidak ada tes yang dapat mendeteksi virus rabies secara akurat sebelum gejala muncul. Beberapa metode diagnosis yang digunakan meliputi:
- Pemeriksaan klinis: Dokter akan mengevaluasi gejala dan riwayat paparan terhadap hewan yang dicurigai terinfeksi rabies.
- Tes saliva: Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mendeteksi RNA virus rabies dalam air liur.
- Biopsi kulit: Pengambilan sampel jaringan kulit di bagian belakang leher untuk mendeteksi antigen virus rabies.
- Pemeriksaan cairan serebrospinal: Untuk mendeteksi antibodi terhadap virus rabies.
- Elektroenselogram (EEG): Untuk mendeteksi perubahan aktivitas otak yang mungkin disebabkan oleh rabies.
Diagnosis pasti rabies biasanya hanya dapat dilakukan post-mortem melalui pemeriksaan jaringan otak. Oleh karena itu, penanganan kasus gigitan hewan yang dicurigai rabies harus dilakukan segera tanpa menunggu konfirmasi diagnosis.
Advertisement
Penanganan dan Pengobatan Rabies
Penanganan kasus rabies terbagi menjadi dua kategori utama: pencegahan setelah paparan (post-exposure prophylaxis/PEP) dan perawatan suportif untuk pasien yang telah menunjukkan gejala klinis.
1. Pencegahan Setelah Paparan (PEP)
PEP harus segera dilakukan setelah seseorang terpajan atau dicurigai terpajan virus rabies. Langkah-langkah PEP meliputi:
- Pencucian luka: Cuci luka dengan sabun dan air mengalir selama minimal 15 menit. Ini adalah langkah pertama yang sangat penting untuk mengurangi risiko infeksi.
- Pemberian antiseptik: Aplikasikan antiseptik seperti povidone iodine atau alkohol 70% pada luka.
- Vaksinasi anti-rabies (VAR): Diberikan dalam beberapa dosis sesuai jadwal yang ditentukan.
- Pemberian immunoglobulin rabies (RIG): Diberikan pada kasus gigitan yang berisiko tinggi untuk memberikan perlindungan segera sebelum tubuh membentuk antibodi sendiri.
2. Perawatan Suportif
Jika pasien telah menunjukkan gejala klinis rabies, perawatan yang diberikan bersifat suportif dan paliatif, karena belum ada pengobatan yang efektif untuk menyembuhkan rabies pada tahap ini. Perawatan suportif meliputi:
- Perawatan intensif di ruang isolasi
- Bantuan pernapasan
- Pemberian cairan dan elektrolit
- Penanganan kejang
- Pengobatan untuk mengurangi rasa sakit dan kecemasan
Penting untuk diingat bahwa pencegahan adalah kunci utama dalam menangani rabies, karena sekali gejala muncul, prognosis sangat buruk dengan tingkat kematian hampir 100%.
Pencegahan Rabies
Pencegahan rabies melibatkan berbagai strategi yang ditargetkan pada manusia dan hewan. Berikut adalah langkah-langkah kunci dalam pencegahan rabies:
1. Vaksinasi Hewan Peliharaan
- Vaksinasi rutin anjing, kucing, dan hewan peliharaan lainnya yang berpotensi menularkan rabies.
- Mengikuti jadwal vaksinasi yang direkomendasikan oleh dokter hewan.
- Memastikan hewan peliharaan mendapatkan booster vaksin sesuai jadwal.
2. Pengendalian Populasi Hewan Liar
- Program pengendalian populasi anjing liar.
- Sterilisasi hewan liar untuk mengurangi populasi.
- Edukasi masyarakat tentang pentingnya tidak memberi makan hewan liar.
3. Edukasi Masyarakat
- Penyuluhan tentang bahaya rabies dan cara pencegahannya.
- Informasi tentang pentingnya melaporkan kasus gigitan hewan.
- Edukasi tentang cara berinteraksi yang aman dengan hewan.
4. Vaksinasi Pra-Paparan untuk Manusia
- Vaksinasi untuk kelompok berisiko tinggi seperti dokter hewan, petugas penangkap hewan, dan peneliti yang bekerja dengan virus rabies.
- Vaksinasi untuk wisatawan yang akan berkunjung ke daerah endemis rabies.
5. Penanganan Cepat Pasca Paparan
- Pencucian luka segera setelah terkena gigitan atau cakaran hewan yang dicurigai rabies.
- Segera mencari pertolongan medis untuk mendapatkan PEP.
6. Pengawasan dan Pelaporan
- Sistem pengawasan yang efektif untuk memantau kasus rabies pada hewan dan manusia.
- Pelaporan wajib kasus gigitan hewan yang dicurigai rabies.
- Investigasi cepat terhadap kasus yang dilaporkan.
7. Kebijakan dan Regulasi
- Penerapan undang-undang tentang vaksinasi wajib untuk hewan peliharaan.
- Regulasi tentang impor hewan dari negara dengan status rabies yang berbeda.
- Kebijakan karantina untuk hewan yang masuk dari daerah endemis rabies.
Pencegahan rabies membutuhkan pendekatan terpadu yang melibatkan sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan partisipasi aktif masyarakat. Dengan menerapkan strategi pencegahan yang komprehensif, risiko penularan rabies dapat dikurangi secara signifikan.
Advertisement
Mitos dan Fakta Seputar Rabies
Terdapat beberapa mitos yang beredar di masyarakat tentang rabies. Penting untuk memahami fakta yang sebenarnya untuk mencegah kesalahpahaman yang dapat membahayakan:
Mitos 1: Anjing dengan mulut berbusa pasti rabies
Fakta: Meskipun hipersalivasi (produksi air liur berlebih) adalah salah satu gejala rabies, tidak semua anjing dengan mulut berbusa menderita rabies. Sebaliknya, tidak semua anjing rabies menunjukkan gejala mulut berbusa.
Mitos 2: Rabies hanya ditularkan melalui gigitan
Fakta: Meskipun gigitan adalah cara penularan utama, rabies juga dapat ditularkan melalui cakaran atau jilatan pada luka terbuka atau selaput lendir.
Mitos 3: Hanya anjing yang dapat menularkan rabies
Fakta: Meskipun anjing adalah penular utama rabies ke manusia, hewan mamalia lain seperti kucing, kelelawar, dan hewan liar juga dapat menularkan rabies.
Mitos 4: Rabies selalu menyebabkan perilaku agresif pada hewan
Fakta: Ada dua tipe rabies pada hewan: tipe ganas (furious) yang menyebabkan perilaku agresif, dan tipe tenang (dumb) yang menyebabkan kelumpuhan tanpa agresi.
Mitos 5: Vaksin rabies berbahaya dan dapat menyebabkan rabies
Fakta: Vaksin rabies modern sangat aman dan efektif. Vaksin ini tidak dapat menyebabkan rabies karena tidak mengandung virus hidup.
Mitos 6: Jika digigit hewan, cukup amati hewan tersebut selama 10 hari
Fakta: Meskipun observasi hewan penting, tindakan pencegahan seperti pencucian luka dan konsultasi medis harus segera dilakukan setelah gigitan, tanpa menunggu hasil observasi.
Mitos 7: Rabies hanya ada di negara berkembang
Fakta: Meskipun kasus rabies lebih banyak di negara berkembang, rabies masih ada di banyak negara maju, terutama pada hewan liar.
Memahami fakta-fakta ini penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang rabies dan mendorong tindakan pencegahan yang tepat.
Kapan Harus Konsultasi ke Dokter
Konsultasi medis segera sangat penting dalam kasus yang berpotensi terkait rabies. Berikut adalah situasi-situasi ketika Anda harus segera mencari pertolongan medis:
- Setelah digigit atau dicakar oleh hewan apapun, terutama hewan liar atau hewan yang tidak dikenal.
- Jika ada kontak langsung antara air liur hewan dengan luka terbuka atau selaput lendir Anda.
- Setelah kontak dekat dengan kelelawar, bahkan jika tidak ada gigitan atau cakaran yang terlihat.
- Jika Anda bangun dan menemukan kelelawar di kamar Anda.
- Jika Anda mengalami gejala seperti demam, sakit kepala, atau perubahan sensasi di area bekas gigitan atau cakaran hewan.
- Jika Anda telah melakukan perjalanan ke daerah endemis rabies dan mengalami kontak dengan hewan, bahkan jika kejadiannya sudah beberapa waktu yang lalu.
Ingat, pencegahan setelah paparan (PEP) harus dimulai sesegera mungkin setelah paparan yang dicurigai. Jangan menunda mencari pertolongan medis, karena sekali gejala rabies muncul, penyakit ini hampir selalu fatal.
Advertisement
Perkembangan Terbaru dalam Penelitian Rabies
Meskipun rabies masih menjadi ancaman serius, penelitian terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan penanganan penyakit ini. Beberapa perkembangan terbaru dalam penelitian rabies meliputi:
- Pengembangan vaksin oral untuk hewan liar: Ini dapat membantu mengendalikan rabies pada populasi hewan liar yang sulit divaksinasi secara konvensional.
- Peningkatan metode diagnostik: Penelitian untuk mengembangkan tes diagnostik yang lebih cepat dan akurat untuk mendeteksi rabies sebelum gejala muncul.
- Terapi antivirus baru: Upaya untuk menemukan obat-obatan yang efektif melawan virus rabies, terutama untuk pasien yang telah menunjukkan gejala.
- Vaksin generasi baru: Pengembangan vaksin yang lebih aman, lebih efektif, dan memerlukan lebih sedikit dosis.
- Pendekatan imunoterapi: Penelitian tentang penggunaan antibodi monoklonal untuk pengobatan rabies.
- Studi epidemiologi: Penelitian untuk memahami lebih baik pola penyebaran rabies di berbagai populasi hewan dan manusia.
Perkembangan ini memberikan harapan untuk pengendalian rabies yang lebih efektif di masa depan, meskipun pencegahan tetap menjadi strategi utama dalam mengatasi penyakit ini.
Kesimpulan
Rabies tetap menjadi ancaman serius bagi kesehatan global, terutama di negara-negara berkembang. Penyakit yang disebabkan oleh virus Lyssavirus ini menyerang sistem saraf pusat dan hampir selalu berakibat fatal jika gejala klinis telah muncul. Namun, rabies adalah penyakit yang dapat dicegah melalui langkah-langkah yang tepat.
Pemahaman tentang penyebab, cara penularan, dan gejala rabies sangat penting dalam upaya pencegahan. Vaksinasi hewan peliharaan, edukasi masyarakat, dan penanganan cepat pasca paparan merupakan kunci dalam mengendalikan penyebaran penyakit ini. Penting untuk selalu waspada terhadap risiko paparan rabies, terutama dari gigitan atau cakaran hewan yang tidak dikenal.
Meskipun belum ada pengobatan yang efektif untuk rabies yang telah berkembang, pencegahan setelah paparan (PEP) yang dilakukan segera dapat menyelamatkan nyawa. Oleh karena itu, jika terjadi kontak yang mencurigakan dengan hewan, segera cari pertolongan medis tanpa menunda.
Dengan kesadaran masyarakat yang tinggi, kerjasama lintas sektor, dan penerapan strategi pencegahan yang komprehensif, kita dapat berharap untuk mengurangi beban rabies secara signifikan dan melangkah menuju dunia yang bebas dari ancaman penyakit mematikan ini.
Advertisement
