Liputan6.com, Paris - Namanya Jeanne. Gadis desa dari wilayah pertanian terpencil yang dikepung musuh. Di tengah kondisi negaranya yang terpuruk, mengalami kekalahan demi kekalahan, sosoknya muncul sebagai pengobar semangat.
Ia yang buta huruf mengaku mendapat pencerahan, yang diyakini berasal dari Tuhan, yang menggunakannya untuk membangkitkan semangat pasukan Charles VII untuk merebut kembali bekas wilayah kekuasaan Prancis yang dikuasai Inggris dan Burgundi di tengah Perang Seratus Tahun.
Gadis muda itu juga terjun dalam pertempuran. Memakai baju zirah, menunggang pedang kuda, membawa pedang dan pataka atau umbul-umbul. Ada yang menyebutnya ikut menghunus senjata di medan pertempuran, lainnya menyebut, perannya hanya sebagai perancang taktik dan strategi.
Apapun, menurut sejarawan Stephen W. Richey, "Ia berhasil memimpin pasukan, menghasilkan serangkaian kemenangan yang luar biasa, yang membalikkan keadaan peperangan."
Jeanne d'Arc atau Joan of Arc, demikian namanya tertulis dalam tinta emas dalam sejarah. Sebagai pahlawan sekaligus santa atau orang suci.
Namun, perempuan berjuluk La Pucelle d'Orlaans itu tak berumur panjang. Saat menginjak usia 19 tahun, ia ditangkap musuh dan dieksekusi mati pada 30 Mei 1431.
Hari itu Jeanne d'Arc mengenakan pakaian perempuan, terikat kencang di tiang tinggi. Ia meminta petugas memegang salib di hadapannya dan berulang kali menyebut nama Tuhan dengan suara keras di tengah kobaran api.
Sang pahlawan Prancis diekseskusi dengan cara dibakar, seperti yang diterapkan pada perempuan-perempuan yang dituduh sebagai tukang sihir. Atas tuduhan bidah.
Advertisement
Setelah meninggal, orang-orang Inggris membongkar arang dan menemukan tubuhnya yang telah hangus. Tak cukup di situ, untuk memastikan bahwa tak ada seorang pun yang mengklaim ia lolos dari eksekusi, tubuhnya kembali dibakar hingga 3 kali. Abunya kemudian dikumpulkan dan disebar di Sungai Seine.
Hidup Jeanne d'Arc tamat, namun riwayatnya tak lekang oleh waktu. Pada 7 Juli 1456, nama Jeanne d'Arc direhabilitasi, pengadilan ulang menyatakan, ia tak bersalah untuk tuduhan bidah. Dan hingga kini, ia dianggap sebagai simbol martir.
Selanjutnya: Teori Konspirasi...
Teori Konspirasi
Teori Konspirasi
Sebuah buku berjudul 'L'Affaire Jeanne d'Arc', yang ditulis jurnalis Marcel Gay dan mantan agen Secret Service, Roger Senzig, menyebutkan klaim berbeda tentang kematian sang pahlawan.
Mereka 'menuduh' Jeanne atau Joan sebagai anak di luar nikah Ratu Prancis Isabeau of Bavaria, yang menggunakannya sebagai boneka politik.
Joan, kata mereka, juga bukan gadis dusun yang buta huruf, melainkan mendapat pelatihan perang, belajar bahasa asing, dan dibekali pendidikan untuk misinya.
Dan, kedua pengarang mengklaim, setelah diadili pada 1431, Joan melarikan diri. Perempuan tak dikenal lalu menggantikan posisinya, menemui ajal dengan cara dibakar.
Konon, gadis yang lahir pada 30 Mei 1431 itu kemudian menikah dengan ksatria Prancis, Robert des Armoises. "Dia bisa berbahasa Inggris. Dan pihak Inggris lah yang menyelamatkannya dari eksekusi," kata Marcel Gay seperti dimuat Sydney Morning Herald. "Versi sejarah yang kita pelajari dari sekolah semua salah."
Namun, para sejarawan Abad Pertengahan Prancis membantah mentah-mentah klaim itu. Mereka menuduh para pengarang berusaha memancing di air keruh -- ketika para peminat teori konspirasi yang kian bertambah pasca kemunculan novel 'Da Vinci Code'.
"Teori itu sudah 100 kali dibantah," kata Olivier Bouzy, sejarawan sekaligus salah satu direktur Joan of Arc centre di Orleans. "Mereka (pengarang) bukan sejarawan, yang tak mengerti mentalitas pada Abad Pertengahan, dan berusaha mencari penjelasan kontemporer."
Pada 2007, para ilmuwan forensik melakukan pengujian terhadap "relik' Jeanne d'Arc" berupa fragmen tulang dan linen yang ditemukan di loteng sebuah farmasi di Paris pada 1867.
Analisis menunjukkan, tulang tersebut ternyata adalah milik seseorang yang meninggal antara Abad ke-6 sampai Abad ke-3 Sebelum Masehi, yang dimumikan seperti cara pengawetan jenazah Mesir. Bukan Jeanne d'Arc.
Selain eksekusi mati Jeanne d'Arc, tanggal 30 Mei menjadi momentum sejarah lain. Pada 1814, Napoleon Bonaparte diasingkan ke Elba setelah penanda tanganan Persetujuan Paris Pertama.
Dan, pada 30 Mei 2003 adalah penerbangan terakhir pesawat supersonik Concorde milik Air France. (Ein)
Advertisement