Dokter Mogok, Lebih dari 80 Pasien Rumah Sakit Jiwa Kabur

Salah urus negara di Kenya ternyata berdampak pada penanganan pasien rumah sakit jiwa.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 06 Des 2016, 12:00 WIB
Diterbitkan 06 Des 2016, 12:00 WIB
Ilustrasi medis
Ilustrasi medis (Reuters)

Liputan6.com, Nairobi - Selama bertahun-tahun, Kenya terperosok dalam berbagai skandal korupsi dan salah urus negara. Dan disfungsi pemerintahan itu begitu nyata pada hari Senin kemarin setelah puluhan pasien sakit jiwa melarikan diri dari Rumah Sakit Mathari di mana perawat dan dokter di sana tengah melaksanakan aksi mogok kerja.

Lebih dari 80 pasien sakit jiwa yang masih mengenakan seragam dilaporkan memanjat dinding rumah sakit jiwa terbesar di Kenya itu. Mereka berhamburan lari ke salah satu jalan raya tersibuk di sana.

Sementara para perawat di Rumah Sakit Mathari melakukan aksi mogok besar-besaran menuntut upah yang lebih tinggi.

"Para pasien tanpa pengawasan, mereka 'tersesat karena tidak ada yang membimbing. Jika mereka tidak sibuk melakukan sesuatu', mereka akan menemukan sesuatu untuk dilakukan sendiri," ujar Julius Ogato, salah seorang pengawas medis di rumah sakit seperti dikutip dari The Washington Post, Selasa (6/12/2016).

Lebih dari 50 pasien hingga saat ini masih dinyatakan hilang. Vonis penyakit mereka kebanyakan belum terkuak. Dan masyarakat Nairobi pun khawatir, kaburnya para 'penghuni' dari rumah sakit jiwa ini akan mengancam nyawa mereka.

Namun Ogato mengungkap fakta berbeda, "Mereka lebih berbahaya bagi diri mereka sendiri.."

Lalu lintas di jalan raya Thika tiba-tiba saja 'gaduh' menyusul puluhan pasien berlarian di antara mobil dan melintasi jalanan. Sebuah video menunjukkan beberapa pasien mengangkangi pagar kawat dan melenggang pergi, membuat banyak orang ternganga.

Para perawat dilaporkan belum kembali bekerja bahkan setelah insiden ini terjadi. Tak diketahui pasti siapa yang tersisa di rumah sakit jiwa itu untuk memberi makan atau obat-obatan.

Rumah sakit ini bekerja sama dengan pemerintah daerah dan pihak kepolisian setempat untuk melacak keberadaan pasien yang hilang.

Jabatan dokter di Kenya dilaporkan mendatangkan penghasilan US$ 400 per bulan atau setara dengan Rp 5,3 juta sementara perawat US$ 150 atau Rp 2 juta per bulan. Banyak di antara mereka yang bekerja dalam kondisi "kumuh."

Pada Senin kemarin, ribuan dokter dan perawat di seluruh negeri melakukan aksi mogok. Mereka berdemonstrasi di depan Kementerian Keuangan Kenya untuk menuntut kenaikan gaji 300 persen yang dijanjikan kepada mereka pada tahun 2013 lalu.

Mereka menuding para pejabat pemerintah melakukan korupsi atas dana yang ditujukan kepada rumah sakit umum. Para pengunjuk rasa memperingatakan pemerintah apabila tuntutan mereka tidak dipenuhi maka "demo terpanjang" dalam sejarah Kenya akan terjadi.

Aksi protes yang berlangsung kemarin diwarnai ricu ketika polisi menembakkan gas air mata ke kerumunan dokter dan para perawat.

Penanganan medis yang terlambat dan sumber daya yang terbatas memiliki konsekuensi mengerikan bagi warga Kenya terutama rakyat miskin yang tidak mampu berobat ke rumah sakit swasta. Usia rata-rata kematian di Kenya adalah 46 tahun bagi pria dan 51 tahun bagi wanita.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya