Liputan6.com, Lombok - Sabtu 10 Desember 2016, sepasang muda-mudi tertangkap basah tengah mencuri sepeda di Gili Trawangan, Lombok, Bali. Mereka tak dijebloskan ke kantor polisi, namun sebagai sanksinya diganjar dengan hukum 'dipermalukan'.
Kedua turis Australia itu diarak keliling pulau dengan tulisan "I am thieve. Don't do what I did...!!!" menggantung di leher.
Baca Juga
Praktek hukum mempermalukan kepada para pelaku kejahatan di Kepulauan Gili telah berlangsung selama bertahun-tahun. Meskipun asal muasalnya tak jelas.
Advertisement
Sanksi demikian mendapat sorotan media asing. Melalui tulisan bertajuk 'Walk of Shame', media The Time Online mengangkat hukuman unik tersebut. Sementara artikel Indonesia justice: Foreign tourists in Gili island 'walk of shame' diangkat oleh Aus24news.com.
Sedangkan The Guardian memberitakan sanksi tersebut dengan tajuk Australian 'thieves' paraded with signs on Indonesian streets.
Setelah foto-foto insiden melalukan tersebut muncul di media sosial, termasuk halaman Facebook resmi untuk pulau-pulau kecil di Gili, sejumlah pertanyaan telah ditanya tentang ritual yang tidak biasa itu mengemuka.
Berikut ulasannya yang Liputan6.com kutip dari BBC, Selasa (20/12/2016):
Hukum Atas Kesepakatan Warga-Polisi
Asal Muasal Hukum 'Walk of Shame'
Kepala kantor pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Muhamad Fauzal, mengatakan kepada BBC bahwa praktek hukum mempermalukan itu adalah memang diberlakukan bagi para pelaku kejahatan di pulau-pulau itu. Bagian dari kesepakatan antara penduduk setempat dan polisi di daratan sebagai sanksinya.
Turis kerap berjalan-jalan di Gili Trawangan, pulau terbesar dan paling berkembang dari tiga Kepulauan Gili yang terletak di lepas pantai Lombok, sekitar 40 kilometer (25 mil) timur dari Bali.
Salah satu rangkaian dari pulau ini sekitar 7 km (4,3 mil).
Di pulau-pulau kecil Gili Trawangan, Gili Meno atau Gili Air, polisi tak memiliki kehadiran permanen. Petugas keamanan swasta umumnya yang menjaga pulau-pulau itu, dengan dukungan dari otoritas daratan bila diperlukan.
Sebagian besar pria berseragam dalam gambar hukuman terhadap turis Australia pencuri sepeda di Gili Trawangan, adalah penjaga pribadi meskipun ada satu orang yang memakai seragam polisi.
"Sanksi demikian dianggap efektif, karena tingkat kejahatan yang sangat sedikit tercatat di pulau-pulau itu," jelas Fauzal.
Fauzal memaparkan, bahwa sebagian besar dari para pelaku kriminal adalah penduduk setempat. Meskipun ada beberapa wisatawan asing yang mabuk atau "terpaksa mencuri dompet" karena mereka sudah kehabisan uang.
Sejauh ini belum jelas apakah ada dasar hukum formal untuk sanksi 'dipermalukan' tersebut. Tetapi para terdakwa umumnya menghindari sanksi yang lebih serius dan menyetujui hukuman seperti demikian.
Beberapa pengamat mengatakan bahwa sanksi demikian dan larangan dari pulau-pulau itu lebih baik daripada bertempur di pengadilan, yang kemungkinan malah akan dikenakan denda atau lebih buruk dari itu.
Pulau Gili yang sepertinya jauh dari jangkauan hukum mutakhir membuat banyak orang terkejut, atas privasi terdakwa atau proses hukum yang jelas.
Penduduk setempat juga tak meragukan hukum tersebut. Bahkan para pelaku kriminal disana lebih memilih mendapatkan sanksi penghinaan publik, daripada menghadapi tuduhan resmi di bawah sistem peradilan Indonesia, yang kadang-kadang dikritik karena korupsi dan kurangnya transparansi.
Advertisement