Liputan6.com, Jakarta - Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim, Kementerian Koordinator (Kemenko) Maritim Arif Havas Oegroseno menyebut penyelenggaraan KTT Asosiasi Negara di Lingkar Samudra Hindia (IORA) merupakan sebuah langkah tepat.
Hal ini karena Samudra Hindia berpotensi sebagai hotspot baru di dunia. Sama halnya seperti yang terjadi Laut China Selatan.
"Ada kemungkinan dan indikasi bahwa Samudra Hindia itu jadi proyeksi kekuatan berbagai negara," ucap Havas di Jakarta, Senin (13/3/2017).
Samudra Hindia, ucap mantan Duta Besar Indonesia untuk Belgia ini, adalah jalur penting ekspor dan impor Indonesia, terutama ke wilayah Afrika dan Eropa.
Baca Juga
"Itu kan mau enggak mau setelah keluar dari Malaka. Itu lewatnya Samudra Hindia karena kapal kita datang dari beberapa kawasan. Indonesia ekspor sawitnya, kemudian komoditas lain ke seluruh dunia yang lewat Selat Sunda, itu harus masuk ke Samudra Hindia," ucapnya.
Oleh sebab itu, jika ada konflik dan saling klaim di Samudra Hindia maka efeknya pasti terasa ke Indonesia.
Advertisement
Havas juga mengingatkan, ketika Laut China Selatan tengah "memanas", tenaga RI juga ikut terkuras. Padahal Indonesia bukan salah satu pihak yang mengklaim wilayah tersebut.
Ini mungkin karena Indonesia merupakan penengah masalah yang melibatkan China dan sejumlah negara di Asia Tenggara ini.
"Jadi kita tak menginginkan ini jadi satu kawasan konflik yg baru. Kita sudah cukup concern dan membuang energi dalam rangka menciptakan perdamaian di Laut China Selatan," jelas dia.
Dalam pertemuan di IORA lalu, ke-21 negara anggota setuju menyepakati hasil KTT melalui penandatanganan IORA Concord. Penandatanganan tersebut dilakukan oleh 16 kepala/pemerintahan yang hadir.
Salah satu kesepakatan yang tertuang dalam IORA Concord adalah memperkuat komitmen memajukan keamanan dan keselamatan maritim, meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi.