Liputan6.com, London - Pelaku teror London, Khalid Masood, diduga bertindak sendirian dan tidak ditemukan informasi adanya rencana serangan berikutnya. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Metropolitan Police.
"Kita semua harus menerima kemungkinan bahwa kita tidak akan pernah tahu mengapa pelaku melakukan serangan tersebut," ujar Wakil Asisten Komisaris Neil Basu seperti dilansir BBC, Minggu, (26/3/2017).
Baca Juga
Empat orang tewas dan 50 lainnya terluka ketika Masood menabrakkan mobilnya ke para pejalan kaki di jembatan Westminster sebelum akhirnya menikam seorang polisi di Gedung Parlemen.
Advertisement
Belakangan, polisi tersebut diketahui sebagai PC Keith Palmer. Keluarganya mengatakan, keberanian pria 48 tahun akan selalu dikenang.
Detektif menyebut, serangan yang dilancarkan Masood berlangsung dalam 82 detik.
"Kami masih meyakini bahwa Masood bertindak sendirian pada hari itu dan tidak ada informasi atau intelijen yang menyebut akan ada serangan lanjutan," terang Basu.
"Meski dia beraksi sendirian, kami perlu memastikan penjelasan mengapa ia melakukan perbuatan yang mengancam warga London, demi memberikan jawaban bagi keluarga korban tewas dan luka akibat kekejaman ini," imbuhnya.
Dilanjutkan oleh Basu, keyakinan pihaknya sejauh ini Masood terinspirasi oleh propaganda teroris, namun tak tertutup kemungkinan "jika ada orang lain yang mendorong, mendukung, atau mengarahkannya".
"Jika dugaan terakhir terbukti, mereka akan diadili," tegas Basu seraya mendesak orang-orang yang tahu persis Masood untuk muncul dan bicara.
Korban sipil yang tewas dalam peristiwa teror yang mengguncang jantung ibu kota Inggris itu adalah Aysha Frade, seorang turis Amerika Serikat bernama Kurt Cochran, dan warga London selatan, Leslie Rhodes.
Sementara itu, 11 orang ditahan terkait peristiwa ini. Namun sembilan di antaranya telah dibebaskan.
Dua orang yang masih ditahan adalah seorang pria berusia 58 tahun yang ditangkap di Birmingham dan seorang perempuan berusia 32 tahun. Wanita itu ditangkap di Manchester.
Metropolitan Police mengatakan, Masood sebelumnya pernah terlibat tindak kriminal, tapi bukan terorisme. Pria itu juga diketahui memiliki sejumlah nama.
Nama lahirnya yang terdaftar di Dartford, Kent, adalah Adrian Elms. Belakangan, ia memakai nama ayah tirinya Adrian Ajao sebelum akhirnya ia menggantinya menjadi Khalid Masood setelah menjadi mualaf.
Pada awal tahun 2000-an, Masood dihukum karena menyebakan menyerang seorang pria dengan pisau di sebuah pub.
Masood diyakini tinggal di West Midlands sebelum teror terjadi, namun ia sempat menghabiskan pula waktunya di Luton, Crawley, Rye dan Eastbourne.
Kedubes Arab Saudi mengatakan, Masood pernah bekerja sebagai guru bahasa Inggris di Saudi selama dua tahun. Dan pada tahun 2015, ia mendapat visa umrahnya pada periode 3 hingga 8 Maret.