Liputan6.com, Skopje - Para pengunjuk rasa menyerang parlemen Macedonia pada Kamis 27 April 2017 waktu setempat, setelah seorang politikus berlatar belakang etnis Albania terpilih sebagai Ketua DPR.
Perkelahian yang terjadi akibat protes tersebut melukai setidaknya 10 orang, termasuk pemimpin Partai Sosial Demokrat Zoran Zaev. Ia meninggalkan parlemen dalam kondisi wajah bersimbah darah.
Para pemrotes, pendukung partai VMRO yang dinaungi mantan Perdana Menteri Nikola Gruevski, menuntut pemilihan baru.
Advertisement
Politik di bekas republik Yugoslavia tersebut telah menemui jalan buntu sejak pemilihan umum yang tidak meyakinkan pada Desember 2016. Tapi krisis kembali terjadi, sampai skandal penyadapan telepon terjadi dua tahun sebelumnya.
Zaev telah menciptakan sebuah koalisi dengan partai-partai etnis Albania, namun usahanya untuk membentuk sebuah pemerintahan diblokir oleh presiden.
Kubu nasionalis Macedonia kemudian turun ke jalan, berdemonstrasi sejak Zaev mencoba membentuk koalisi.
Jumlah etnis Albania sekitar seperempat populasi negara tersebut.
Orang-orang yang menyerbu parlemen merasa marah dengan keputusan koalisi memilih Talat Xhaferi sebagai pimpinan. Mereka takut upaya untuk memperbaiki status orang Albania justru akan mengancam kesatuan Macedonia.
Aksi itu diikuti oleh 200 pemrotes bertopeng. Saksi mata melihat pecahan kaca di lantai dan bekas darah di lorong.
Polisi kemudian melepaskan granat untuk membubarkan para demonstran, juga agar memungkinkan politisi keluar dari gedung parlemen.
"Kami mengutuk kekerasan dengan cara yang paling kuat. Ini tidak sesuai dengan demokrasi dan bukan cara yang bisa diterima untuk menyelesaikan perbedaan," kata Kedutaan Besar AS di Macedonia melalui pernyataan yang dipublikasikan di Twitter dan dikutip dari BBC, Jumat (28/4/2017).
Sekjen Nato, Jens Stoltenberg, kemudian memosting tanggapan bahwa dia "terkejut" dengan "serangan" tersebut.
"Semua pihak harus menghormati proses demokrasi dan terlibat dalam dialog, bukan kekerasan," tulis Jens.
"Kekerasan tidak ada tempat di parlemen. Demokrasi harus berjalan," ujar Komisaris Uni Eropa Johannes Hahn.
Selain aksi itu, di Skopje juga terjadi demonstrasi melawan partai koalisi. Para demonstran khawatir kelompok itu akan merusak persatuan Macedonia.