Hal Ini Bisa Cegah Perang Dunia III Pecah di Semenanjung Korea?

Seorang analis keamanan dan politik internasional menilai bahwa situasi di Semenanjung Korea tak akan menyulut terjadinya Perang Dunia III.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 17 Mei 2017, 19:20 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2017, 19:20 WIB
Rudal Balistik Terbaru Korea Utara Diluncurkan-AFP-20170516
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un melihat rudal ballistik jarak jauh Hwasong-12 (Mars-12) jelang diluncurkan di Korea Utara, Selasa (15/5). Korea Utara terus mengembangkan rudal jarak jauhnya yang jaraknya hingga mencapai AS. (AFP/KCNA)

Liputan6.com, Tokyo - Tensi antara Amerika Serikat dan Korea Utara kembali menegang setelah Kim Jong-un lagi-lagi menantang dunia, dengan melakukan uji coba rudal jarak jauh pada 14 Mei 2017.

Uji coba itu merupakan lanjutan dari rangkaian tes misil yang kian intensif dilakukan Korea Utara sejak April 2017.

Masyarakat internasional khawatir, ketegangan di Semenanjung Korea bisa menyulut konflik global. Ditambah lagi, Amerika Serikat juga intens meningkatkan aktivitas militernya di sekitar Korea Utara.

Akan tetapi, seorang analis keamanan dan politik internasional menilai bahwa situasi di Semenanjung Korea tak akan menyulut terjadinya Perang Dunia III.

Menurut sang pakar, konflik di Semenanjung Korea --jika memang pertempuran terjadi-- hanya eksklusif melibatkan Korea Utara, Korea Selatan, Jepang, dan AS saja tanpa kontribusi dari negara lain.

"Aku rasa (negara lain) seperti Rusia dan China akan sedapat mungkin menjaga jarak (dari kemungkinan konflik bersenjata). Jika mereka melibatkan diri, keduanya akan menerima konsekuensi besar," kata Profesor Narushige Michishita, pakar dari National Graduate Institue for Policiy Studies (GRIPS) yang berbasis di Tokyo, seperti yang dikutip oleh Asian Correspondent, Rabu, (17/5/2017).

Meski begitu, sang pakar menjelaskan bahwa Rusia dan China tetap berpotensi besar untuk melakukan intervensi pada situasi di Semenanjung Korea. Narushige menilai bahwa kedua negara mungkin akan berusaha untuk memberikan pengaruh dari aspek politik hingga militer di Korea Utara.

"(Terlibat dalam konflik) akan jadi cara mudah (kedua negara) untuk memaksimalkan keuntungan. Di saat Korea Utara, Korea Selatan, Jepang, dan AS sibuk berkonflik, ada kemungkinan Rusia dan China akan turut terlibat untuk keuntungan masing-masing," jelas Narushige.

Sejak lama pemerintah China berusaha mempertahankan pengaruhnya di Korea Utara demi menjauhkan pengaruh Amerika Serikat yang menyeruak masuk dari Korea Selatan.

"China punya banyak pasukan di perbatasan Korea Utara ketimbang Rusia. Adalah hal yang rasional jika Tiongkok bersikeras untuk mempertahankan pengaruhnya di Korea Utara," tambah sang profesor.

Selain itu, Narushige menambahkan bahwa potensi terjadinya Perang Dunia III yang disebabkan oleh situasi di Korea Utara sulit diprediksi. Hal itu disebabkan karena sikap sejumlah negara yang fluktuatif dan dinamik pada isu rudal dan misil nuklir negara di utara Semenanjung Korea itu.

Perebutan Pengaruh

Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sebelum melakukan pertemuan di resor Mar a Lago, Florida, Kamis (6/4). Isu perdagangan dan Korea Utara diperkirakan menjadi isu utama pembahasan kedua pemimpin negara tersebut. (AP Photo/Alex Brandon)

Namun, sejumlah peluang yang dipicu oleh konflik di Semenanjung Korea akan dimanfaatkan oleh beberapa negara yang memiliki agenda khusus, seperti China dan Jepang pada isu Laut China Selatan. Kedua negara diprediksi oleh Narushige akan memanfaatkan situasi konflik untuk merebut Kepulauan Sengkaku di Laut China Selatan.

Saat ini, sejumlah negara dilaporkan menyatakan ketidaksukaannya pada uji coba rudal yang baru dilakukan Korea Utara pada 14 Mei 2017 lalu. Amerika Serikat, Korea Selatan, China, dan Dewan Keamanan PBB menilai bahwa tindakan Pyongyang itu kembali menyulut provokasi dan tensi tinggi di Semenanjung Korea.

Meski begitu, AS masih memprioritaskan penyelesaian pembangkangan Korea Utara melalui jalur diplomasi dan diskusi. Namun, langkah diplomasi hanya akan dilakukan jika Kim Jong-un menunjukkan iktikad baik untuk tidak lagi melakukan uji coba misil di waktu mendatang.

"Hingga Kim Jong-un menepati ketentuan AS, kami tidak akan melakukan diskusi dengannya (Kim Jong-un)," ujar Nikki Haley, Duta Besar AS untuk PBB, seperti yang dikutip BBC.

Saksikan juga video berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya