30 Maret 2013: Korea Utara Umumkan Status Perang dengan Korea Selatan

Korea Utara menyatakan status perang dengan Korea Selatan pada 30 Maret 2013.

oleh Alya Felicia Syahputri Diperbarui 30 Mar 2025, 06:00 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2025, 06:00 WIB
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. (AFP/Arsip)
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. (AFP/Arsip)... Selengkapnya

Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara pernah mengumumkan bahwa negara itu telah memasuki "status perang" dengan Korea Selatan pada 30 Maret 2013. Namun, saat itu Seoul dan sekutunya, Amerika Serikat, menganggap pernyataan tersebut tak lebih dari sekadar ancaman.

Berdasarkan pemberitaan France24.com yang dikutip pada Minggu (30/3/2025), menyatakan bahwa, Pyongyang juga mengancam akan menutup zona industri di perbatasan, yang menjadi satu-satunya bentuk kerja sama antara kedua negara. Zona ini memberikan akses perdagangan senilai $2 miliar atau sekitar Rp33 triliun per tahun bagi Korea Utara yang tengah dilanda krisis ekonomi.

Amerika Serikat menanggapi ancaman tersebut dengan serius, tetapi mengingatkan bahwa Korea Utara memiliki rekam jejak retorika agresif. Sementara itu, Rusia, anggota tetap Dewan Keamanan PBB, menyerukan semua pihak untuk menahan diri.

Ketegangan meningkat sejak pemimpin muda Korea Utara, Kim Jong Un, memerintahkan uji coba nuklir ketiga pada Februari 2013. Langkah tersebut melanggar sanksi PBB dan mengabaikan peringatan dari sekutu utamanya, China.

"Mulai saat ini, hubungan antara Utara dan Selatan akan berada dalam status perang, dan semua permasalahan antara kedua belah pihak akan ditangani sesuai dengan situasi ini," demikian pernyataan yang dirilis oleh Korean Central News Agency ( KCNA) atau Kantor Berita Resmi Korea Utara.

KCNA menyebutkan bahwa pernyataan tersebut dikeluarkan secara bersama oleh pemerintah Korea Utara, partai berkuasa, dan organisasi lainnya. Sementara itu, pemerintah Seoul menegaskan bahwa tidak ada hal dalam pernyataan terbaru Korea Utara yang menimbulkan kekhawatiran tertentu.

"Pernyataan Korea Utara hari ini bukan ancaman baru, melainkan kelanjutan dari provokasi yang sudah sering mereka lakukan," ujar Kementerian Unifikasi Korea Selatan dalam keterangannya.

Pada Jumat, 29 Maret 2013, sehari sebelum peristiwa tersebut, Kim Jong Un menandatangani perintah siaga bagi unit rudal Korea Utara untuk menyerang pangkalan militer Amerika Serikat di Korea Selatan dan kawasan Pasifik. Ancaman ini muncul sebagai respons terhadap pengerahan dua pesawat pembom siluman berkemampuan nuklir oleh AS dalam latihan militer di Semenanjung Korea.

Pejabat AS menyebut penerbangan itu sebagai langkah diplomatik untuk meyakinkan sekutu mereka, Korea Selatan dan Jepang, serta mendorong Pyongyang kembali ke meja perundingan nuklir. Namun, belum ada jaminan bahwa Kim Jong un akan menangkap pesan tersebut sebagaimana diharapkan.

Secara teknis, Korea Utara dan Korea Selatan masih berada dalam status perang sejak Perang Korea 1950-1953 hanya diakhiri dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai. Meski ancaman terus dilontarkan, banyak pihak meragukan Pyongyang akan benar-benar memulai perang skala penuh yang hampir pasti akan berujung pada kekalahan.

Seorang pejabat Kementerian Pertahanan Korea Selatan mengatakan, "Tidak ada tanda-tanda aktivitas yang tidak biasa di militer Korea Utara yang mengindikasikan adanya agresi dalam waktu dekat."

Promosi 1
 

Seruan untuk Menahan Diri

Caitlin Hayden Mantan Direktur Senior Komunikasi Strategis dan Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional. (archives.gov)
Caitlin Hayden Mantan Direktur Senior Komunikasi Strategis dan Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional. (archives.gov)... Selengkapnya

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih Caitlin Hayden mengatakan pengumuman Korea Utara mengikuti “pola retorika yang umum”.

Rusia, yang kerap mengkritik Korea Utara negara kliennya di era Soviet sembari menyerukan kepada Amerika Serikat dan Korea Selatan agar menahan diri dari tindakan agresif, menegaskan bahwa terulangnya perang tidak dapat diterima.

"Kami berharap semua pihak akan menjalankan tanggung jawab dan pengendalian diri secara maksimal dan tidak seorang pun akan melewati titik yang tidak bisa kembali," kata Grigory Logvinov, pejabat senior Kementerian Luar Negeri Rusia, kepada kantor berita Interfax.

Sementara itu, Prancis menyatakan keprihatinan mendalam terhadap situasi di Semenanjung Korea. Di sisi lain, Wakil Sekretaris Jenderal NATO Alexander Vershbow menyatakan aliansi berharap "ini lebih merupakan sikap berpura-pura daripada pendahuluan untuk permusuhan bersenjata."

China, sekutu utama Korea Utara, secara konsisten menyerukan agar semua pihak menahan diri.

Korea Utara hampir setiap hari mengancam akan menyerang Korea Selatan dan pangkalan militer AS. Ancaman ini bertepatan dengan dimulainya latihan militer tahunan antara AS dan Korea Selatan yang sudah berlangsung selama puluhan tahun tanpa insiden serius.

Banyak pihak di Korea Selatan yang menganggap kesediaan Korea Utara untuk tetap membuka zona industri Kaesong, yang terletak hanya beberapa mil atau km di sebelah utara perbatasan yang demiliterisasi dengan ketat, sebagai tanda bahwa Pyongyang tidak akan mengambil resiko kehilangan sumber mata uang asing yang menguntungkan dengan melakukan tindakan agresi yang nyata.

Zona Kaesong merupakan sumber mata uang keras yang penting bagi Korea Utara dan ratusan pekerja serta kendaraan Korea Selatan masuk setiap hari setelah melintasi perbatasan bersenjata.

“Jika kelompok pengkhianat boneka terus menyebutkan Kaesong tetap beroperasi dan merusak martabat kami, maka tanpa ampun zona industri itu akan ditutup,” demikian KCNA mengutip pernyataan dari badan yang mengoperasikan Kaesong dalam sebuah pernyataan.

Penutupan zona ini dapat memerangkap ratusan pekerja dan manajer asal Korea Selatan yang bekerja di lebih dari 100 perusahaan yang beroperasi di sana.

Penutupan juga bisa menjebak ratusan pekerja dan manajer Korea Selatan dari lebih dari 100 perusahaan yang memiliki pabrik.

Sebelumnya, Korea Utara telah menangguhkan operasi di kawasan pabrik tersebut pada puncak ketegangan politik dengan Korea Selatan, tetapi kemudian mengizinkannya melanjutkan operasinya lagi di kemudian hari.

Korea Utara juga telah membatalkan perjanjian gencatan senjata dengan Amerika Serikat yang mengakhiri Perang Korea dan memutus semua jalur komunikasi dengan pasukan AS, PBB, serta Korea Selatan.

 

 

Infografis Hasil Utama KTT Korea Utara Korea Selatan
Hasil Utama KTT Korea Utara-Korea Selatan adalah Perang Korea Berakhir (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya