Bos Teror Isnilon Hapilon Dikabarkan Terluka dan Masih di Marawi

Isnilon Hapilon, pemimpin militan Maute dan pro-ISIS masih berada di Marawi. Dikabarkan tengah terluka.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 07 Jun 2017, 20:40 WIB
Diterbitkan 07 Jun 2017, 20:40 WIB
Aksi Tentara Filipina Bertempur Lawan Militan Maute di Kota Marawi
Tentara Filipina mengarahkan senjatanya saat bertempur melawan militan maute di kota Marawi, (28/5). Pasukan Filipina melancarkan serangan udara pada hari Minggu untuk mengusir militan yang terkait dengan kelompok ISIS. (AP Photo/Bullit Marquez)

Liputan6.com, Marawi - Dua minggu sejak pertempuran di Marawi pecah, pemimpin kelompok teroris pro-ISIS di Minadano Filipina Isnilon Hapilon belum berhasil ditangkap oleh Armed Forces of the Philippines (AFP, angkatan bersenjata Filipina).

Isnilon Hapilon yang memimpin militan teroris pro-ISIS di Mindano serta militan pemberontak Maute memulai pertempuran di Marawi sejak 23 Mei 2017, dan hingga kini dirinya belum berhasil diringkus oleh otoritas Filipina, demikian seperti yang dikutip oleh Asian Correspondent, Rabu (7/6/2017).

Informasi tersebut datang dari juru bicara AFP Letkol Jo-Ar Herrera. Ia juga yakin bahwa pria kelahiran 18 Maret 1966 itu masih bersembunyi di Marawi.

Saat ini, pemerintah Filipina menetapkan hadiah senilai US$ 200.000 bagi seseorang --atau kelompok-- yang berhasil menangkap atau membunuh Isnilon Hapilon. Pemerintah Amerika Serikat juga dilaporkan akan menambah hadiah bagi yang berhasil 'memburu' Hapilon hingga sebesar US$ 5 juta.

Isnilon Hapilon (Kepolisian Filipina)

Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyebut bahwa AFP akan menyelesaikan operasi militernya di Marawi dalam waktu dekat. Akan tetapi, Letkol Herrera menyangsikan pernyataan Presiden Duterte dan menjelaskan bahwa operasi militer di kota berpopulasi 200.000 jiwa itu masih akan berlangsung hingga beberapa waktu ke depan.

"Para militan memiliki keunggulan di bidang penguasaan medan pertempuran," kata Jo-Ar Herrera.

Namun, sang Letkol menjelaskan bahwa prioritas utama AFP saat ini adalah untuk melakukan evakuasi terhadap warga sipil yang masih terjebak di dalam area pertempuran.

Minggu 4 Juni lalu, militer Filipina sempat menyetujui gencatan senjata dengan kelompok militan demi proses evakuasi warga.

Akan tetapi gencatan senjata gagal setelah muncul sejumlah letupan senjata api saat proses evakuasi berlangsung. Alhasil, proses evakuasi harus terhenti dan hanya berhasil mengeluarkan 134 warga sipil dari target 1.000 orang.

Kabar terbaru menyebut bahwa proses evakuasi telah berhasil mengeluarkan 1.467 orang dari Marawi.

Selain itu, pada Selasa 6 Juni 2017, AFP enemukan setumpuk uang serta sebundel cek dan nota bank senilai US$ 1,6 juta (atau setara dengan Rp 21 miliar) di sebuah kompleks bangunan yang ditinggalkan oleh militan pemberontak Maute. Bagi militer, temuan tersebut menjadi bukti bahwa sejumlah militan pemberontak Maute perlahan mulai meninggalkan Kota Marawi.

Militer Filipina juga dilaporkan telah berhasil merebut sejumlah lokasi yang dihuni oleh penembak jitu pemberontak Maute. Lokasi tersebut merupakan beberapa wilayah yang sulit direbut oleh AFP pada beberapa waktu terakhir, demikian seperti yang dilansir oleh Asian Correspondent.

Selain itu, tentara Filipina meyakini bahwa Isnilon Hapilon sedang berada dalam kondisi yang tidak sehat. Hal itu yang menyebabkan para militan mulai meninggalkan sejumlah titik lokasi pertempuran dan mulai melindungi Hapilon.

"Dia sempat terluka dalam sejumlah pertempuran lalu. Kondisinya tidak sehat," jelas Kepala AFP Jenderal Eduardo Ano.

Isnilon Hapilon, ikenal sebagai pentolan militan di Filipina. Sebelumnya, Hapilon merupakan pemimpin kelompok Abu Sayyaf.

Namun, belakangan Hapilon menyatakan baiat atau sumpah setia ke Abu Bakar al-Baghdadi yang merupakan pemimpin kelompok teror ISIS.

Pada April 2016, surat kabar yang terafiliasi dengan ISIS, Al Naba, mengumumkan Hapilon ditunjuk sebagai Emir dari seluruh pasukan ISIS di Filipina.

Keterkaitan Hapilon dengan kelompok radikal dimulai sejak dia lulus dari fakultas teknik Universitas Filipina.

Pintar berceramah dan pandai berbahasa Arab, membuat Hapilon di usia muda ditunjuk sebagai komandan Front Nasional Pembebasan Moro (MNLF). Kelompok tersebut merupakan grup separatis yang ingin memisahkan Filipina Selatan dari pemerintah pusat di Manila.

Usai berkarier di MNLF, Hapilon langsung bergabung dengan Abu Sayyaf. Di kelompok ini, pria tersebut mulai akrab dengan kekerasan.

Ia memulai aksi penculikan, pemancungan, pengeboman, serangan bersenjata. Targetnya tidak cuma warga Filipina tapi juga orang asing.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya