Liputan6.com, Singapura - Sudah lebih dari seabad rumah tua itu berada di 38, Oxley Road, Singapura -- yang juga alamat kediaman Lee Kuan Yew, Sang Bapak Bangsa.
Sejumlah pertemuan penting jelang kemerdekaan Singapura dari pemerintah kolonial Inggris pada 1958 digelar di sana, di kamar makan, hingga ruang bawah tanah yang tersembunyi dari mata-mata yang menguping.
Sejumlah warga Singapura melihat bungalow tua itu sebagai warisan sejarah, yang layak dilestarikan bahkan dimuseumkan.
Advertisement
Namun, sebelum wafat pada Senin 23 Maret 2015, Lee Kuan Yew berwasiat, rumah itu harus dihancurkan segera setelah ia mengembuskan napas penghabisan.
Atau jika sang putri Wei Ling berniat tinggal di sana, penghancuran bisa ditunda hingga ia pindah.
Dalam wasiatnya, jika penghancuran itu tak dimungkinkan secara hukum, Lee Kuan Yew meminta rumah itu ditutup rapat-rapat untuk semua orang, kecuali anak, cucu, dan kerabatnya.
Baca Juga
Dua tahun berlalu, bekas kediaman Lee Kuan Yew masih berdiri tegak. Kini, objek itu bahkan jadi pusat sengketa anak-anaknya.
Putra dan putrinya, Lee Wei Ling dan Lee Hsien Yang mengeluarkan pernyataan soal rumah tersebut, yang tertuang dalam enam lembar, dan dipublikasikan secara terbuka lewat laman Facebook yang diberi judul, "What has happened to Lee Kuan Yew’s values?".
Mereka bersikukuh, wasiat sang ayah harus ditunaikan. Bangunan yang pernah jadi tempat tinggal mereka saat kecil wajib dihancurkan.
Keduanya juga mengaku mereka kehilangan kepercayaan terhadap kakak sulungnya yang juga Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong.
Mereka khawatir, PM Lee Hsien Loong akan menggunakan lembaga negara untuk mencegah penghancuran itu.Â
"Lee Kuan Yew menjelaskan di depan umum maupun secara pribadi, bahwa ia ingin agar rumah di 38 Oxley Road segera dihancurkan setelah beliau meninggal dunia," demikian cuplikan pernyataan keduanya, seperti dikutip dari Channel News Asia, Rabu (14/6/2017).
Keduanya mengklaim, PM Lee menentang pelaksanaan wasiat itu. Diduga ia berniat melestarikannya, untuk 'mewarisi kredibilitas Lee Kuan Yew'.
Mereka juga menuduh, PM Lee dan istrinya memendam ambisi politik untuk putra mereka, Li Hongyi.
"Kami adalah warga negara biasa yang tak punya ambisi politik. Kami tak mendapatkan apapun dari penghancuran rumah 38 Oxley Road, selain memenuhi kewajiban kami untuk menghomati wasiat ayah."
Lee Wei Ling dan Lee Hsien Yang mengklaim, mereka adalah wali amanat dan ahli waris resmi dari Lee Kuan Yew. Bukan PM Lee Hsien Loong.
Keduanya pun memutuskan pergi dari Negeri Singa. "Singapura tetap menjadi negara saya. Saya tidak punya keinginan untuk pergi. Hsien Loong satu-satunya alasan kepergianku."
Pernyataan ini datang satu setengah tahun usai, ketiga anak Lee Kuan Yew setuju menyumbangkan setengah harga dari rumah Oxley Road untuk delapan badan amal yang disebut di dalam wasiat ayah mereka.
Kala itu, PM Singapura tersebut setuju dengan gagasan penghancuran.
Bantahan PM Singapura
Mendengar tuduhan dari kedua saudaranya, PM Lee Hsien Loong bereaksi. Ia menyangkal semua tudingan yang dialamatkan kepadanya.
Selain itu, Hsien Loong mengatakan sangat kecewa dengan tindakan saudaranya. Sebab, mereka telah mengeluarkan pernyataan publik terkait masalah sensitif yang harusnya jadi 'rahasia dapur' keluarganya.
"Saya dan istri saya, Ho Ching menyangkal semua tuduhan, termasuk dugaan absurd bahwa saya punya ambisi politik untuk anak kami," kata dia.
Ia percaya, di mana pun, dalam budaya apapun, masalah keluarga tidak boleh muncul ke publik. Penyelesaian harus dilakukan secara internal.
"Sejak ayah berpulang pada Maret 2015 lalu, sebagai anak tertua, saya mencoba melakukan yang terbaik untuk menyelesaikan masalah, demi penghormatan pada orangtua kami,"k ata dia.
"Pernyataan saudara-saudaraku justru telah merusak warisan ayah kami," tegas putra tertua Lee Kuan Yew itu.Â
Advertisement