Liputan6.com, California - Pertama kali Martin Corona melakukan pembunuhan, tak ada satu keraguan terlintas di benaknya. Si ahli jagal elite untuk sebuah kartel Meksiko itu juga memiliki motto pribadi ketika menghilangkan nyawa individu yang menjadi sasarannya, yakni, 'hanya bisnis semata'.
"Itu bisnis yang buruk. Bagaimanapun, itu tetaplah bisnis," jelas Corona saat merangkum pengalamannya saat menjadi anggota jagal elite untuk kartel Arellano-Felix asal Meksiko. Demikian seperti diwartakan oleh News.com.au, Minggu (16/7/2017).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Corona, melakukan pembunuhan tidak semudah yang dibayangkan, yakni dengan hanya menarik pelatuk pistol. Pembunuhan yang lancar membutuhkan perencanaan matang, dan menarik pelatuk hanya 10 persen dari seluruh rangkaian pekerjaan para anggota jagal elite setiap kartel Meksiko.
Dalam sebuah misi pembunuhan, Corona harus memastikan agar lokasi aksi harus benar-benar aman dan tidak membahayakan dirinya maupun anggota tim lain. Ia juga harus memperhatikan segala atribut dan peralatan, serta metode pembunuhan yang akan digunakan, guna meminimalisasi bukti yang mampu menghubungkan penjagalan dengan kartel yang diwakilinya.
Aspek-aspek itu merupakan pra-syarat demi melakukan pembunuhan terencana yang mulus. Jika semua aspek itu terpenuhi, menurut Corona, dirinya mampu dengan mudah mendaratkan --misalnya-- empat timah panas ke tubuh target, dan dalam waktu singkat ia dapat segera menghilang tanpa jejak dari lokasi kejadian.
Pengalaman itu hanya segelintir dari riwayat panjang Corona yang pernah bekerja sebagai seorang jagal elite untuk perwakilan kartel Meksiko yang beroperasi di California Selatan, Amerika Serikat. Asam-garam tersebut ia torehkan secara detail dalam sebuah buku memoir berjudul 'Confessions of a Cartel Hit Man'.
"Saya tidak bangga dengan masa lalu saya," kata Corona saat diwawancarai oleh New York Post, menyesali seluruh tindakan tidak manusiawinya.
"Saya terbangun di pagi hari, menatap cermin, melihat diri saya sendiri dan terlintas seluruh perbuatan itu. Apa yang saya lakukan benar-benar memalukan. Saya berharap, melalui buku itu, orang lain tidak melakukan perbuatan serupa seperti saya," ujar Corona mencurahkan penyesalannya.
Pria yang kini berusia 53 tahun itu mengklaim telah membunuh setidaknya 8 orang. Ia juga mengaku bahwa salah satu target penjagalannya merupakan sosok elite, yakni seorang militan untuk kartel raksasa Meksiko, Sinaloa, yang dipimpin oleh Joaquin 'El Chapo' Guzman.
Atas serangkaian perbuatannya, pada 2001, Corona dijatuhi hukuman 25 tahun penjara. Namun, pada 2014, ia dibebaskan setelah menjadi justice collaborator, dengan menyajikan informasi dan bukti, serta bersaksi di persidangan, untuk sejumlah kasus kartel narkotika yang ditangani pemerintah federal AS.
Sebelum dipenjara, Corona memiliki istri dan dua anak. Dan kini, akibat perbuatannya, si tukang jagal khawatir dengan keselamatan keluarganya, takut bahwa karma serupa menimpa istri dan anak-anaknya.
Corona mengaku, sejak muda, ia telah berkecimpung di dunia kriminalitas. Saat usia 12 tahun, ia telah terlibat dalam bisnis peredaran narkotika kelas teri.
Tak hanya itu, Corona muda juga mengalami masalah keluarga. Dan, seperti kebanyakan kasus juvenile delinquency (kenakalan remaja) pada umumnya, permasalahan keluarga membuat Corona muda semakin terlibat dalam aktivitas geng yang beraktivitas pada peredaran narkotika.
"Dulu, saya adalah jiwa yang hilang, pemuda tanpa tujuan. Dan geng merupakan tempat di mana orang-orang memperlakukan saya dengan hormat, memberikan saya status dan peran. Sejak itu, saya merasa dikagumi dan dicintai oleh kelompok tersebut," jelas Corona.
Berbagai aktivitas pelanggaran hukum di masa muda membuat Corona berkali-kali mendekam di Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Dan, seperti kebanyakan kasus pada fenomena residivisme pada umumnya, selama berulang-kali menjalani masa penahanan, Corona muda belajar aktivitas peredaran narkotika baru dan membuatnya memiliki koneksi dengan kartel dari dalam penjara.
Semakin bertambah usia, semakin banyak Corona muda menelan asam-garam kehidupan kartel. Beranjak dewasa, aktivitas kriminalnya pun semakin berbobot serius, hingga akhirnya ia direkrut sebagai penjagal untuk kartel.
Berbagai pembunuhan telah ia lakukan. Bahkan salah satunya adalah pembunuhan terhadap seorang perempuan, tepat di depan mata anak korban.
Perlahan, rasa bersalah menyeruak dari dalam relung nurani Corona. Hingga ia ditangkap oleh aparat dan kemudian dijebloskan ke penjara. Dan demi menebus rasa bersalahnya, pria 53 tahun itu kemudian menjadi justice collaborator untuk aparat penegak hukum.
Terkait tindakannya untuk bertobat dan membantu aparat, Corona mengaku khawatir dirinya akan menjadi target balas dendam kartel. Namun, pria itu berujar, "Saya tidak akan menjadi pengecut dan akan menghadapi hal itu. Saya tidak akan hidup diselubungi ketakutan sepanjang sisa hidup saya."
Saksikan juga video berikut ini