Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Pengakuan Budak Seks ISIS: Saya Diperkosa Setiap Hari...

Sejumlah perempuan Yazidi yang diperbudak ISIS kini telah dibebaskan. Namun, mereka belum lepas dari trauma.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 24 Jul 2017, 20:40 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2017, 20:40 WIB
Perempuan Yazidi
Perempuan Yazidi (telegraph)

Liputan6.com, Jakarta Ekhlas sama sekali tak menangis saat menceritakan pengalaman traumatisnya dipaksa jadi budak seks ISIS. Tapi bukan berarti ia tak sedih atau trauma.

"Air mataku sudah habis," kata dia dalam video yang ditayangkan BBC, seperti dikutip oleh Liputan6.com, Senin (24/7/2017).

Dia baru berusia 14 tahun saat diculik militan ISIS dan dijadikan budak seks. Kala itu, ia dan keluarganya berupaya kabur dengan rute melewati Gunung Sinjar. Namun, upaya itu gagal. Militan mencegat mereka.

Ekhlas berasal dari etnis minoritas Yazidi di Irak Utara yang jadi target para militan organisasi teror. Para pria dibunuh -- termasuk ayah dan saudara laki-lakinya yang dibantai di hadapannya. Sementara, perempuan dijadikan budak seks, bahkan yang baru berusia 9 tahun sekalipun.

Ekhlas mengaku seorang militan ISIS memilihnya dari 150 wanita Yazidi yang disekap. "Penampilannya buruk, seperti makhluk liar dengan rambutnya yang panjang," kata perempuan itu soal pria yang memperbudaknya. "Bau badannya menjijikkan. Aku sangat ketakutan dan tak berani menatapnya."

Dalam kekuasaan pria itu, Ekhlas mengaku, masa mudanya penuh dengan trauma. Ia yang masih belia dipaksa jadi pemuas nafsu. "Setiap hari selama enam bulan, ia memerkosaku," kata dia. "Aku sempat mencoba untuk bunuh diri."

Setelah enam bulan, Ekhlas akhirnya bisa kabur saat militan yang memperbudaknya sedang bertempur. Ia lalu diselamatkan dan dibawa ke kamp pengungsi.

Kini, perempuan beramput panjang itu tinggal di sebuah fasilitas kesehatan mental di Jerman. Di sanalah ia mendapatkan terapi dan pendidikan. 

Berupaya melupakan trauma, harapan baru muncul dalam benak Ekhlas. Ia ingin jadi pengacara.

Tak percaya bisa bebas

Pada 2014 dunia menyaksikan kejadian horor ketika orang Yazidi kabur dari Gunung Sinjar. Tempat tinggal mereka direbut oleh kelompok teror ISIS.

Mereka yang berhasil kabur dianggap sangat beruntung. Sementara, yang tertangkap ISIS tak diperlakukan sebagai manusia. Dibunuh atau dijadikan budak. 

ISIS bertekad untuk membasmi semua orang Yazidi yang berjumlah 9,5 juta yang bermukim di Irak Utara.

Saat pertempuran berlangsung, ISIS menculik ribuan perempuan dan anak-anak Yazidi. Mereka dijadikan budak atau yang biasa disebut sebagai kaum rampasan perang.

Ketika daerah tersebut dibebaskan dari ISIS November 2015 lalu, ironisnya para kaum rampasan perang ternyata belum bisa bebas. Hampir seluruhnya masih ditahan oleh anggota ISIS yang tersisa.

Namun, pada pertengahan tahun ini, cita-cita kaum tersebut terwujud. Kala Mosul Barat direbut Tentara Irak, seluruh tawanan berhasil dibebaskan.

Bahkan, beberapa anak-anak dapat bersatu kembali dengan ibu mereka.

Kebebasan sudah diirup. Tapi trauma masih membekas di dalam hati orang Yazidi yang sempat ditahan.

Apa yang direngut ISIS saat mereka ditahan adalah penyebabnya. Selama tiga tahun ISIS telah merenggut harga diri mereka.

Reporter New York Times, Rukmini Callimachi yang berhasil menemui beberapa eks tawanan ISIS. berhasil mendapat cerita mengenai trauma yang dirasakan kaum eks rampasan perang.

Dari kesaksian yang didengarnya, suasana kamp tawanan sangat menyedihkan dan menyeramkan. Dan, seorang mantan tawanan mengaku sampai tak percaya dirinya bisa lepas.

"Para penculik menyebut diri mereka adalah suaminya dan bukan datang untuk memperkosa, hal yang paling mengejutkan dari wanita (eks tawanan) tersebut, bukan tentang apa yang sudah diucapkan tetapi mengenai apa yang kami lihat," sebut Callimachi seperti dikutip dari News.com.au, Senin (24/7/2017).

"Wanita tersebut seperti terkena katatonik (gangguan perilaku yang melibatkan gerakan ekstrem). Kita bisa berbicara dengan mereka tapi mereka seperti tidak ada dalam dirinya," papar dia.

Callimachi menyebut, seorang gadis Yazidi bernama Souhayla menceritakan pertama kali ia diculik usianya baru 13 tahun.

Pada saat Mosul dibebaskan, Souhayla pun ikut menghirup udara bebas. Namun, kebebasan tersebut membuatnya benar-benar tak percaya sampai tidak berdaya berbuat apa-apa.

Yang paling ekstrem gadis tersebut sampai tak bisa duduk.

"Dia terbaring terbungkus selimut meski di luar udaranya 45 derajat Celcius. Dia bahkan sudah tak punya kekuatan mengangkat kepalanya sendiri."

"Dia mengaku diculik dan dijual ke sembilan orang berbeda, tujuh di antaranya punya tujuan sama, memerkosa dirinya,"

"Souhayla memperlihatkan bekas luka kepada saya yang ada di pergelangan tangannya, ia telah berulang kali coba bunuh diri."

Callimachi ketika berbincang bersama Soulhayla sempat menunjukkan foto Gunung Sinjar tempatnya berasal. Ia mengatakan pada gadis malang itu bahwa wilayah tersebut sudah terbebas dari ISIS.

Jawaban yang diterima Callimachi sangat mengejutkan, sembari tersenyum Soulhayal berkata, "saya tidak percaya sampai saya melihat sendiri."

Simak video berikut:

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya