Liputan6.com, Tsanfleuren - Minggu lalu, ketika sedang melakukan inspeksi rutin, teknisi ski-lift untuk resor Glacier 3000 di Swiss menemukan benda yang dikiranya sekumpulan batu hitam dekat gletser Tsanfleuren, bagian barat Bernese Alps.
Setelah diperiksa lebih teliti, benda yang dikira batu itu ternyata jasad yang sudah menjadi mumi. Uji DNA membenarkan bahwa dua jasad itu adalah pasangan Marcelin dan Francine Dumoulin yang hilang setelah meninggalkan rumah untuk memberi makan ternak pada 15 Agustus 1942.
Jadi bagaimana jasad-jasad itu bisa terawetkan dalam gletser?
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari Live Science pada Rabu (26/7/2017), caranya Dumoulin terjatuh dalam celah masih menjadi misteri. Tapi diduga mereka kemudian terkurung badai salju sehingga tidak terlihat lagi.
Apapun yang terjadi, air di dalam tubuh mereka kemudian membeku. Tapi, menurut Dan Fisher, kristal-kristal es dalam jejaring mereka kemungkinan besar tidak bertahan.
Sebagai catatan, Profesor Fisher dari Earth and Environmental Sciences di University of Michigan tidak ikut serta dalam identifikasi jenazah pasangan tersebut.
Kepada Live Science, Fisher menjelaskan, "Pada mulanya, jejaring mengandung air dalam kadar tinggi, tapi kemudian air itu mulai membeku dan, dalam banyak kasus, apalagi dalam kondisi membeku ketika dikelilingi udara dengan kadar uap air yang rendah, kristal-kristal es jejaring mulai bersublimasi."
Sublimasi adalah proses ketika es padat bertransisi langsung menjadi uap tanpa pernah melewati bentuk cair sebagai air biasa. Dengan kata lain, menurut Fisher, jejaring mereka langsung mengering.
Dengan demikian, kondisi dingin dan kering itu menghalangi kegiatan bakteri dan jamur, dan juga proses kimia yang lazimnya meluruhkan jejaring manusia. Jasad pun terawetkan.
Selain itu, jasad-jasad tersebut lumayan utuh karena gletser Tsanfleuron cukup stabil, walaupun gletser – sungai es yang mengalir lambat – selalu bergerak.
Akibat Pemanasan Global?
Gletser membesar ketika lebih banyak es dan salju yang bertambah daripada yang mengalir pergi. Sebaliknya, gletser menyusut ketika lebih banyak es dan salju yang terhanyut, demikian menurut Martin Callanan, profesor muda arkeologi di Norwegian University of Science and Technology.
Callanan tidak terlibat dalam identifikasi pasangan tersebut.
Penyusutan gletser memungkinkan kita mengintip sedikit ke masa lalu. Pada 2003, di Schnidejoch yang tidak sampai 32 kilometer jauhnya dari Tsanfleuron, ditemukan koin-koin, barang kulit, serpihan mangkuk kayu, busur dan panah. Benda-benda itu berasal dari Masa Neolitik bertarikh 4500 SM.
Menurut Callanan, "Ada peningkatan jumlah benda yang kita temukan dan dalam kawasan-kawasan berbeda yang juga melaporkan temuan-temuan."
Namun Callanan menegaskan bahwa ia tidak berwenang mengatakan apakah hal itu juga berlaku khususnya pada temuan dua jasad tersebut. Callanan mengkaitkan meningkatnya temuan-temuan itu, antara lain, dengan pemanasan global.
Suhu global pada 2014, 2015, dan 2016 masing-masing memecahkan rekor tahun terpanas planet ini sejak pencatatan dimulai pada 1880, demikian menurut penjelasan para peneliti National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) kepada Live Science.
Menghangatnya iklim menyebabkan penyusutan gletser di seluruh dunia, demikianlah yang terungkap dari penelitian 2016 dalam Nature Geoscience. Temuan tersebut disimpulkan dengan tingkat kepastian 99 persen.
Temuan dan identifikasi pasangan Dumoulin membawa kelegaan bagi putri pasangan itu, Marceline Udry-Dumoulin. Ia adalah satu di antara 7 anak dan masih berusia 4 tahun ketika orangtuanya hilang.
Setelah hilangnya pasangan tersebut, tim penyelamat lokal mencari di dalam celah-celah mendalam selama 2 bulan namun tanpa hasil.
Kepada harian Le Matin di Swiss, Udry-Dumoulin mengatakan, "Saya 3 kali memanjat gletser sesudahnya untuk mencari mereka."
"Saya penasaran apakah mereka menderita dan bagaimana jadinya mereka. Sekarang saya lega telah mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan itu."
Advertisement