Jenderal AS: Opsi Tindakan Militer terhadap Korut Masih Terbuka

Penasihat Donald Trump mengatakan respons militer AS terhadap Korea Utara akan berdampak 'mengerikan'. Namun, opsi tersebut masih terbuka.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 18 Agu 2017, 08:15 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2017, 08:15 WIB
Jenderal Joseph Dunford
Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat Jenderal Joseph Dunford. (Reuters/Gary Cameron)

Liputan6.com, Beijing - Korea Utara memutuskan untuk menunda serangan ke Guam, wilayah teritori Amerika Serikat di Pasifik. Presiden Donald Trump pun kemudian melayangkan pujian ke Kim Jong-un yang dinilainya telah membuat keputusan "yang sangat bijaksana".

Apakah itu berarti ketegangan antara Washington DC dan Pyonyang antiklimaks? Mungkin tidak.

Penasihat militer Donald Trump sekaligus pemimpin US Joint Chiefs of Staff, Jenderal Joseph Dunford, mengatakan, respons militer AS terhadap Korea Utara akan berdampak "mengerikan". Namun, opsi tersebut masih terbuka.

Ia mengungkapkan hal tersebut saat mengunjungi China. "Sangat mengerikan jika solusi militer diterapkan untuk masalah ini, tidak perlu dipertanyakan lagi," kata dia.

"Namun, apa yang tak terbayangkan bagi saya bukanlah opsi militer," ucap petinggi Korps Marinir AS itu, seperti dikutip dari BBC, Kamis (17/8/2017).

"Apa yang tak terbayangkan adalah membiarkan (pemimpin Korut Kim Jong-un) mengembangkan rudal balistik dengan hulu ledak nuklir yang bisa mengancam Amerika Serikat dan terus mengumbar ancaman pada kawasan," kata dia.

Jenderal Dunford mengatakan, Presiden Trump memerintahkan pihaknya untuk mengembangkan opsi-opsi militer yang kredibel dan layak dilakukan. "Itulah yang sedang kami lakukan."

Komentar Jenderal Dunford sekaligus membantah pernyataan yang dikeluarkan penasihat senior Trump lainnya, Steve Bannon.

Sebelumnya, Bannon yang menjabat kepala strategi Gedung Putih menyatakan bahwa tidak akan ada solusi militer atas ancaman nuklir Korea Utara.

"Tak akan ada solusi militer, lupakan itu," kata Bannon kepada The American Prospect seperti dikutip Washington Times.

"Sampai ada seseorang yang menyelesaikan persamaan (analisis) yang meyakinkan saya bahwa 10 juta orang di Seoul tidak meninggal dalam 30 menit pertama akibat serangan senjata konvensional... Aku tidak tahu apa yang sedang Anda bicarakan. Tidak ada solusi militer," tegas Bannon. 

Sementara, pejabat angkatan bersenjata China yang menemui Jenderal Dunford mengatakan bahwa opsi militer seharusnya dikesampingkan terkait krisis di Semenanjung Korea.

Pejabat Kementerian Pertahanan Tiongkok menyebut, dialog adalah satu-satunya opsi bijaksana.

China adalah sekutu utama Korea Utara. Sebelumnya, AS mengkritik Beijing yang dinilai tak cukup bertindak untuk mengendalikan ambisi nuklir Pyongyang.

Di sisi lain, Tiongkok mengatakan, pihaknya mulai menghentikan impor besi, bijih besi, dan makanan laut dari Korea Utara, sesuai dengan sanksi terbaru yang diputuskan Dewan Keamanan PBB.

Senada, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengatakan, tak akan ada perang kedua di Semenanjung Korea.

Sampai saat ini pun, secara teknis Korsel dan Korut dalam kondisi perang. Sebab, Perang Korea 1950-1953 tak diakhiri dengan perjanjian damai melainkan gencatan senjata.

Moon mengatakan, militer AS sepakat untuk tidak melancarkan aksi militer terhadap Korut tanpa sepengetahuan Korsel.

Ketegangan antara Korea Utara dan Amerika Serikat kian meningkat setelah Pyongyang beberapa kali menunjukkan keberhasilan dalam uji coba rudalnya.

Perang retorika antara Donald Trump dan Kim Jong-un menyusul terjadi.

Presiden AS memperingatkan Korut, bahwa mereka akan merasakan "api (fire) dan amarah (fury)" jika sampai melaksanakan niatnya untuk menyerang Guam.

 

Saksikan juga video berikut ini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya