PM Palestina Lakukan Kunjungan 'Bersejarah' ke Gaza

Ini merupakan kunjungan PM Hamdallah dalam 2 tahun terakhir. Kedatangannya sekaligus menandai dimulainya upaya rekonsiliasi Hamas dan Fatah.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 02 Okt 2017, 20:20 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2017, 20:20 WIB
PM Palestina Rami Hamdallah
PM Palestina Rami Hamdallah (AP)

Liputan6.com, Jalur Gaza - Perdana Menteri Otoritas Palestina Rami Hamdallah mengunjungi Jalur Gaza. Kedatangan pertamanya dalam dua tahun terakhir ini merupakan upaya terbaru untuk rekonsiliasi nasional antara otoritas Palestina yang berbasis di Tepi Barat dan Hamas di Gaza.

Seperti dikutip dari Al Jazeera pada Senin (1/10/2017), otoritas Palestina diperkirakan akan mengambil alih wilayah Gaza. Sebuah pertemuan kabinet mingguan akan diadakan di wilayah yang terisolasi itu.

Sebelum bertolak ke Gaza, tepatnya pada Minggu kemarin, Hamdallah memimpin sebuah rapat kabinet. Belakangan, ia mengumumkan komite untuk pelintasan, tenaga kerja dan keamanan.

"Kami berharap dapat mencapai rekonsiliasi nasional yang komprehensif, yang akan memperkuat kegigihan rakyat kita dan mempertahankan hak-hak mereka," kata Iyad al-Buzom, Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri Negeri di Gaza.

Hamdallah juga dijadwalkan akan mengunjungi lingkungan Shujayea, wilayah di mana tentara Israel melakukan pembantaian selama perang tahun 2014.

Sebuah delegasi keamanan Mesir yang dipimpin oleh Duta Besar Mesir untuk Israel, Hazem Khairat, akan memantau proses rekonsiliasi tersebut.

Gagasan perdamaian berawal setelah delegasi Hamas bertemu dengan diplomat Mesir di Kairo pada akhir bulan lalu. Setelahnya, Hamas memutuskan akan membubarkan komite administratifnya sekaligus menyatakan kesediaannya untuk berdamai dengan saingannya, Fatah. Kedua kelompok ini sudah berseteru sepanjang satu dekade terakhir.

Hamas dan Fatah

Hamas telah menjadi penguasa de facto di Jalur Gaza sejak tahun 2007 setelah kelompok itu mengalahkan Fatah yang dipimpin oleh Presiden Mahmoud Abbas dalam pemilu parlemen.

Kelompok Hamas lantas "mengusir" Fatah dari Gaza dalam sebuah konflik berdarah ketika Fatah menolak mengakui hasil pemilu. Dan sejak saat itu, Hamas dan Fatah masing-masing telah menguasai Jalur Gaza dan Tepi Barat. Beberapa upaya rekonsiliasi pun gagal dilakukan.

Upaya rekonsiliasi terakhir pada tahun 2014 gagal saat Israel melancarkan perang 51 hari ke Gaza.

Kontrol Hamas terhadap keamanan dan sifat kelompok itu sebagai gerakan perlawanan bersenjata menjadi hambatan tersendiri bagi otoritas Palestina mengingat mereka bekerja sama dengan Israel terkait dengan keamanan. Kerja sama otoritas Palestina-Israel tercantum dalam Persetujuan Oslo.

Dan selama beberapa bulan terakhir, tekanan yang datang dari otoritas Palestina terhadap Hamas kian intens. Tujuannya demi melepas kontrol Hamas atas Jalur Gaza.

Untuk mencapai tujuan itu, otoritas Palestina mengambil sejumlah langkah termasuk memotong gaji pegawai mereka yang tinggal di Gaza dan meminta Israel mengurangi pasokan listrik ke wilayah itu.

Analis politik yang berbasis di Gaza, Waleed al-Modallal mengatakan bahwa dalam jangka pendek, orang-orang hanya mengharapkan situasi segera membaik.

"Ada atmosfer positif dan optimis di jalanan, namun masyarakat juga mencermati dengan hati-hati. Mereka berharap bahwa langkah (rekonsiliasi) ini akan mengurangi kesulitan ekonomi di Gaza, pintu perbatasan akan lebih sering terbuka, isu terkait karyawan otoritas Palestina akan terselesaikan, dan pasokan listrik akan kembali," terang Modallal.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya