PBB: 206 Perusahaan Mendukung Serangan Israel ke Palestina

Laporan terbaru Dewan PBB HAM menyebut 206 perusahaan diduga kuat mendukung serangan Israel terhadap Palestina.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 01 Feb 2018, 19:00 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2018, 19:00 WIB
Ilustrasi bendera Palestina
Palestina (iStock)

Liputan6.com, Jenewa - Divisi hak asasi manusia (HAM) pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru saja mengumumkan sebanyak 206 perusahaan – mayoritas berasal dari Israel dan Amerika Serikat (AS) – tengah menghadapi tinjauan praktik bisnis yang mendukung pendudukan Isarel, suatu praktik yang dianggap ilegal dalam hukum internasional.

Dilansir dari laman Time.com pada Kamis (1/2/2018), PBB menyebut butuh banyak sumber daya untuk menangani investigasi kompleksi ini. Alasannya adalah karena tudingan "blacklist" kerap menyerang banyak perusahaan komersial dianggap tidak adil, lantaran bukti-bukti yang bias.

Pendukung aksi "blacklist" bersikeras bahwa para perusahaan tertuduh harus diminta pertanggungjawaban atas keterlibatan mereka dalam pendudukan Palestina, karena dianggap berkontribusi terhadap ketidakadilan pada rakyat Palestina.

Menanggapi hal terkait, pemerintah Israel dan AS langsung bereaksi keras mengkritik upaya PBB tersebut, dan menganggapnya sebagai sesuatu yang terlalu dipaksakan.

PBB mengatakan bahwa laporan sebanyak 16 halaman itu tidak menyebut nama perusahaan secara spesifik, tapi memastikan 206 perusahaan tengah berusaha dikontak satu per satu.

Laporan itu hanya menyebut sebanyak 64 perusahaan telah diinvestigasi, dan sisanya tengah diupayakan untuk mengontaknya.

Sebanyak 143 perusahaan tertuduh dilaporkan berkantor pusat di Israel, dan 22 perusahaan lain tercatat di AS. Adapun jumlah sisa perusahaan lainnya dilaporkan menyebar di 19 negara di Eropa dan Asia Pasifik.

 

Simak video tentang ramalan masa depan konflik Israel vs Palestina di bawah ini: 

 

 

Memicu Aksi Boikot

Kampanye Anti-Israel
Sebuah tanda di dinding di kota Bethlehem, West Bank, menyerukan pemboikotan produk Israel dari permukiman Yahudi, pada 5 Juni 2015. (Thomas Coex/AFP)

Beberapa pengamat menyebut upaya investigasi yang dilakukan oleh PBB itu berisiko memicu aksi penghakiman sepihak oleh masyarakat, seperti boikot misalnya, apabila nama-nama perusahaan tertuduh dibuka ke hadapan publik.

"Pelanggaran HAM yang berkaitan pendudukan Israel menghancurkan banyak aspek kehidupan bagi masyarakat Palestina," tulis laporan terkait.

Disebutkan bahwa kehancuran akibat pendudukan Israel disebabkan oleh pembatasan terhadap ruang gerak, kebebasan beragama, akses pendidikan, dan kepemilikan tanah di Jalur Gaza dan Tepi Barat.

"Bisnis memainkan peran sentral dalam mendukung kelanjutan pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina."

Kelompok advokasi Human Rights Watch mendesak Dewan HAM PBB tetap melanjutkan upaya investigasinya.

"Jika memang tidak terbukti memiliki keterkaitan dukungan langsung terhadap pendudukan Israel di Palestina, seharusnya mereka (perusahan-perusahaan tertuduh) tidak perlu merasa khawatir," ujar Sari Bashi, direktur advokasi Israel dan Palestina pada lembaga Human Rights Watch.

Menurut Bashi, kecaman AS dan Israel kemungkinan juga menyimpan beberapa rahasia gelap lainnya yang menyalahi hukum internasional.

 

Israel dan AS Kecam Dewan HAM PBB

Donald Trump dan Netanyahu Bahas Ulang Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel
Presiden AS Donald Trump berjabat tangan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat bertemu di sela Forum Ekonomi Dunia, Davos (25/1). (AP Photo / Evan Vucci)

Israel dan AS telah melancarkan kritik keras terhadap hasil resolusi yang disahkan oleh 47 anggota Dewan HAM pada Maret 2016. Resolusi tersebut membuat kesimpulan berupa 10 tindakan untuk menilai seberapa besar kontribusi perusahan-perusahaan komersial terhadap pendudukan Israel.

"Kami harap publik tidak salah persepsi terhadap isi dari laporan ini, karena sejatinya didasarkan pada iktikad baik dalam menjalankan mandat yang ditetapkan oleh Dewan HAM," ujar Zeid Ra'ad al-Hussein, Komisaris Tinggi bidang HAM di PBB.

Sementara itu, pemerintah Israel berjanji memerangi apa yang disebut sebagai "blacklist", tapi tidak setuju terhadap investigasi yang dilakukan oleh Dewan HAM PBB.

"Kami melihat laporan tersebut sebagai 'kemunduran moral' karena bersifat diskriminatif, menempatkan Israel sebagai pihak yang selalu dianggap salah, tapi dengan bukti-bukti yang sering kali bias," ujar Aviza Raz Shechter, duta besar Israel untuk Dewan HAM PBB di Jenewa.

Di Washington DC, Departemen Luar Negeri AS menyebut laporan terkait sebagai tindakan bias, dan dipolitisasi untuk menyerang Israel.

"Kami tidak menyediakan, dan tidak akan pernah menyediakan, informasi atau dukungan apapun terhadap proses yang dilakukan oleh Komisioner Tinggi – Dewan HAM PBB – dan kami mengimbau negara-negara lain melakukan hal serupa," ujar pemerintah AS dalam sebuah pernyataan resmi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya