Mahkamah Internasional Selidiki Perang Narkoba di Filipina

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) membuka penyelidikan awal atas dugaan kejahatan dalam perang narkoba di Filipina.

oleh Citra Dewi diperbarui 09 Feb 2018, 11:12 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2018, 11:12 WIB
20170102-Sisi Mengerikan Perang narkoba di Filipina-Manila
Dalam gambar yang diambil pada 5 September 2016, anggota tim SWAT Kepolisian Filipina mengambil posisi sambil membawa senjata mereka saat mengepung sebuah rumah dalam operasi anti-narkoba di kawasan pemukiman di pinggiran Kota Manila. (TED Aljibe/AFP)

Liputan6.com, Den Haag - Mahkamah Pidana Internasional (ICC) membuka penyelidikan awal atas dugaan kejahatan yang dilakukan Pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte dalam perang narkoba di Filipina.

Jaksa Penuntut Utama, Fatou Bensouda, mengatakan bahwa pihaknya akan melihat laporan extrajudicial killings atau pembunuhan di luar hukum.

Kebijakan Duterte untuk mendukung extrajudicial killings dalam perang narkoba di Filipina mendapat kecaman luas dari dunia internasional.

Bensouda mengatakan, pemeriksaan awal juga akan dibuka untuk penggunaan kekuatan militer berlebihan di Venezuela.

Dikutip dari BBC, Jumat (9/2/2018), Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, menghadapi tuduhan pelanggaran hak asasi manusia setelah 120 orang tewas dalam unjuk rasa sepanjang 2017.

Bensouda mengatakan bahwa dirinya telah mengikuti situasi di Filipina dan Venezuela dengan seksama.

"Setelah meninjau dengan hati-hati, independen, dan tidak memihak...saya telah memutuskan untuk membuka pemeriksaan pendahuluan ke dalam setiap situasi," ujar Bensouda.

Ia menegaskan bahwa pemeriksaan oleh ICC -- yang berbasis di Den Haag -- bukan merupakan penyelidikan, melainkan sebuah proses untuk memeriksa informasi untuk mencari dasar yang masuk akal untuk melanjutkan penyelidikan, termasuk untuk perang narkoba di Filipina.

Komentar Juru Bicara Duterte

Setelah Lima Bulan Pertempuran, Duterte Umumkan Pembebasan Marawi dari Militan
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte memberi hormat kepada pasukan saat mengumumkan pembebasan kota Marawi di Filipina (17/10). (AP Photo/Bullit Marquez)

Berkenaan dengan Filipina, ia mengatakan bahwa kantornya akan menganalisis dugaan kejahatan yang dilakukan dalam konteks "perang melawan narkoba" yang dilakukan pemerintah.

"Secara khusus telah diduga bahwa sejak Juli 2016, ribuan orang terbunuh karena alasan yang berkaitan dengan dugaan keterlibatan mereka dalam penggunaan atau perdagangan narkoba," ujar Bensouda.

"Sementara pembunuhan semacam itu dilaporkan terjadi dalam konteks bentrokan dengan dan antargeng, diduga banyak insiden yang dilaporkan melibatkan pembunuhan di luar hukum dalam upaya operasi anti-narkoba oleh polisi," imbuh dia.

Juru bicara polisi, Harry Roque, menyebut pemeriksaan ICC sebagai pemborosan waktu dan sumber daya.

Ia mengatakan, Duterte telah menggunakan penggunaaan kekuatan yang sah terhadap narkoba yang ia sebut mengancam Filipina.

Amnesty International menyambut baik pengumuman ICC atas kasus Filipina, dengan mengatakan bahwa hal itu menandai saat penting bagi keadilan dan pertanggungjawaban.

"Pengumuman ini merupakan peringatan bagi pemimpin di seluruh dunia bahwa siapa yang memerintahkan atau menghasut kejahatan terhadap kemanusiaan termasuk pembunuhan dan tidak akan dapat lolos begitu saja, dan akan dikenai penyelidikan berdasarkan hukum internasional," ujar Direktur Amnesty International Asia Tenggara, James Gomez.

Penyelidikan di Venezuela

Bom Molotov dan Ketapel Jadi Senjata Demonstran di Venezuela-AFP-20170427
Aktivis oposisi Venezuela bentrok dengan polisi anti huru hara saat demonstrasi menentang Presiden Nicolas Maduro di Caracas, Venezuela, Rabu (26/4). Hingga kini, bentrokan antara demonstran dan polisi telah menyebabkan 26 orang tewas. (AFP PHOTO)

Sementara itu untuk Venezuela, Bensouda mengatakan bahwa timnya akan berfokus terhadap dugaan kejahatan yang dilakukan selama demonstrasi anti-pemerintah sejak April 2017.

"Secara khusus, terdapat dugaan bahwa pasukan keamanan negara kerap menggunakan kekuatan berlebih untuk membubarkan demonstrasi, dan menahan serta menghukum ribuan anggota atau terduga oposisi," ujar Bensouda.

Gejolak ekonomi dan politik yang berlangsung dalam beberapa terakhir membuat Venezuela memiliki tingkat inflasi tertinggi di dunia dan mengalami kekurangan barang dasar, termasuk obat-obatan.

Sementara itu, Maduro menyalahkan kesengsaraan yang diderita Venezulea sebagai sabotase ekonomi internasional.

Uni Eropa dan Amerika Serikat telah memberlakukan sanksi terhadap Venezuela atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya