Liputan6.com, Wina - Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), pada Kamis, 24 Mei 2018, melaporkan bahwa Iran telah mematuhi Perjanjian Nuklir 2015 (JCPOA).
Laporan itu merupakan yang pertama yang dirilis IAEA soal kepatuhan Iran pada JCPOA menyusul keputusan Amerika Serikat untuk keluar dari kesepakatan tersebut pada 8 Mei 2018.
IAEA menjelaskan, aktivitas pengayaan uranium yang dilakukan Iran masih di bawah tingkat maksimum yang diperbolehkan, sesuai dengan ketentuan JCPOA. Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (26/5/2018).
Advertisement
Lembaga yang terafiliasi PBB itu juga menyebut bahwa Negeri Para Mullah itu telah mematuhi sejumlah kesepakatan lain yang ada di dalam kesepakatan tersebut.
Sebagai gantinya, IAEA merekomendasikan agar sejumlah sanksi ekonomi yang diterapkan negara penandatangan terhadap Iran dapat dicabut, sebagai imbalan atas kepatuhan Tehran terhadap JCPOA.
Akan tetapi, IAEA mengkritik Iran karena bereaksi lambat dalam soal memberi akses bagi inspeksi pelengkap yang merupakan bagian dari JCPOA.
"Kerja sama tepat waktu dan proaktif oleh Iran dalam memberi akses demikian dapat menunjang kepercayaan," kata badan terafiliasi PBB itu.
Baca Juga
JCPOA atau "Iran nuclear deal", merupakan pakta kesepakatan yang dibentuk pada 2015, antara Iran dan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB (China, Prancis, Rusia, Inggris, AS) plus Jerman dan Uni Eropa.
Menurut pakta itu, Iran dituntut untuk mengurangi stok uranium (bahan baku pembuat nuklir) hingga 98 persen dan berhenti menjalankan program pengembangan senjata nuklir. Kepatuhan Iran akan ditukar dengan pencabutan sanksi dari para negara penandatangan.
Namun, AS mengundurkan diri dari JCPOA pada 8 Mei 2018, sebuah langkah yang amat disayangkan oleh seluruh penandatangan dan dikecam keras oleh Iran. Usai keluar, Washington pun segera menetapkan sanksi terhadap Negeri Para Mullah.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Syarat untuk Selamatkan Kesepakatan Nuklir
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Khamenei, menetapkan syarat agar pihaknya tetap berada dalam koridor kesepakatan nuklir. Salah satunya, bank-bank Eropa harus tetap menjaga hubungan perdagangan dengan Teheran.
Amerika Serikat sebagai salah satu penandatangan kesepakatan nuklir Iran, pada 8 Mei 2018, memutuskan untuk hengkang dari pakta tersebut.
Syarat lain yang diajukan Iran antara lain, Eropa harus tetap membeli minyak mentah dan melindungi penjualan minyak Iran dari tekanan AS, serta tidak akan mengejar negosiasi baru terkait dengan program rudal balistik dan aktivitas Timur Tengah Iran. Demikian yang tertulis dalam situs resmi Ayatollah Ali Khamenei seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (24/5/2018).
"Bank-bank Eropa harus menjaga perdagangan dengan Republik Islam (Iran). Kami tidak ingin memulai perselisihan dengan tiga negara ini (Prancis, Jerman, dan Inggris), tapi kami tidak memercayai mereka," kata Khamenei.
Pemimpin tertinggi Iran itu memperingatkan jika Eropa tidak memenuhi tuntutan ini, pihaknya akan melanjutkan pengayaan uranium, yang sebelumnya dihentikan di bawah kesepakatan nuklir.
Bagi Eropa, kesepakatan nuklir Iran yang diteken pada 2015 adalah kesempatan terbaik untuk menghentikan Teheran memperoleh senjata nuklir.
Khamenei mengatakan, selama dua tahun terakhir, Amerika Serikat "telah berulang kali melanggar" kesepakatan nuklir Iran, namun Eropa mendiamkannya. Terkait itu, Khamenei meminta Eropa untuk bersuara dan "melawan sanksi AS".
Advertisement