Liputan6.com, Gaza - Fatima Hassouna, jurnalis perang yang meliput konflik Jalur Gaza di lapangan selama 18 bulan dan menjadi subjek film dokumenter yang akan tayang di Festival Film Cannes bulan depan, tewas bersama tujuh anggota keluarganya dalam serangan Israel pekan ini.
"Jika saya mati, saya ingin kematian saya bergema. Saya tak ingin jadi sekadar berita singkat atau angka dalam statistik. Saya ingin dunia mendengarnya, meninggalkan bekas yang abadi dan gambar-gambar yang tak terkubur waktu," tulis Fatima di Instagram pada Agustus 2024, seperti dikutip dari CNN.
Otoritas kesehatan Jalur Gaza mengatakan kepada CNN pada Jumat (18/4/2025) bahwa orang tua Fatima selamat dari serangan yang terjadi pada Rabu (16/4), namun mengalami luka kritis dan dirawat intensif.
Advertisement
Palestinian Journalists' Protection Center (PJPC) menyatakan serangan yang menewaskan Fatima menyasar rumah keluarganya di Jalan Al-Nafaq, Kota Gaza, dan menewaskan beberapa anggota keluarganya. Mereka menyebutnya sebagai "kejahatan" terhadap jurnalis dan pelanggaran hukum internasional.
"Foto-foto Fatima yang penuh kekuatan, yang mengabadikan kehidupan di bawah pengepungan dirilis secara global, mengungkap dampak kemanusiaan perang," tulis PJPC.
Tentara Israel (IDF) mengklaim sasaran serangan adalah teroris dari Brigade Hamas di Kota Gaza dan mengatakan telah mengambil langkah untuk meminimalisir korban sipil.
"Teroris itu merencanakan dan melaksanakan serangan terhadap pasukan IDF dan warga Israel," bunyi pernyataan IDF tanpa rincian lebih lanjut.
Hamza Fatima, sepupu Fatima, menceritakan detik-detik serangan kepada CNN, "Saya sedang duduk ketika tiba-tiba dua rudal menghujam—satu di dekatku, satu di ruang tamu. Rumah itu runtuh menimpa kami, semuanya berantakan."
Unggahan Terakhir di Medsos Fatima
Fatima membagikan foto-fotonya di Facebook dan Instagram, mengabadikan kehidupan sehari-hari di Jalur Gaza di bawah gempuran Israel. Dia menjadi tokoh utama dalam film dokumenter "Put Your Soul On Your Hand And Walk" karya sutradara Iran Sepideh Farsi, yang akan diputar di Cannes pada Mei 2025.
Farsi menggambarkan film itu sebagai "jendela yang terbuka lewat pertemuan ajaib dengan Fatima" untuk menyaksikan "pembantaian terus-menerus terhadap rakyat Palestina."
Setelah kabar kematian Fatima , Farsi membagikan foto mereka berdua di media sosial dengan caption, "Kenangan terakhir saya tentangnya adalah senyumannya. Saya genggam erat hari ini."
Farsi mengatakan kepada CNN bahwa Fatima "ceria, selalu tersenyum, dan optimistis." Mereka terakhir berkomunikasi sehari sebelum kematiannya, saat Farsi memberi kabar gembira tentang seleksi film di Cannes.
"Kami berdua membicarakan rencananya untuk pergi ke Prancis pada Mei untuk mempresentasikan film dokumenter tersebut di Cannes bersama saya karena dia adalah tokoh utama," kata Farsi. "Saya sempat tidak percaya dia telah pergi. Saya harap film ini menjadi penghormatan atas hidupnya."
Menurut PJPC, 212 jurnalis telah tewas di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023—angka tertinggi dalam sejarah menurut berbagai organisasi jurnalis. Mereka mendesak investigasi internasional atas insiden ini.
Tetangga Fatima, Um Aed Ajur, mengenangnya sebagai "sosok yang bangga dengan pekerjaannya."
"Kami bertetangga 35 tahun. Tak pernah ada indikasi keluarga ini terkait kelompok mana pun," ungkap Um Aed mempertanyakan serangan Israel.
Unggahan terakhir Fatima di Facebook adalah foto nelayan Jalur Gaza di pantai, disertai puisi pendek:
"Dari sini kau mengenal kota. Kau memasukinya, tapi takkan pergi—karena kau tak mau pergi, dan tak bisa pergi."
Unggahan itu dipublikasikan Sabtu lalu, enam hari sebelum dia tewas.
Advertisement
