Liputan6.com, London - Perdana Menteri Inggris Theresa May bersikeras bahwa dia tidak akan mau berkompromi untuk "melunakkan" rencana Brexit-nya selama negosiasi dengan Uni Eropa.
Menulis di surat kabar Sunday Telegraph, PM May mengatakan dia "tidak mau didorong" ke dalam kompromi tentang perjanjian Checkers yang tidak memihak "kepentingan nasional".
Tapi PM May juga memperingatkan dia tidak akan "menyerah" kepada mereka yang menyerukan referendum kedua Brexit, demikian dikutip dari BBC pada Minggu (2/9/2018)
Advertisement
Dia mengatakan hal tersebut akan menjadi pengkhianatan besar terhadap demokrasi yang dijunjung Inggris dan Eropa.
Baca Juga
People's Vote, kelompok lintas-partai termasuk beberapa anggota parlemen Inggris, menyerukan pemungutan suara publik pada kesepakatan akhir Brexit.
Inggris berada di jalur untuk meninggalkan Uni Eropa pada 29 Maret dan pemerintah sebelumnya mengesampingkan referendum lain.
Perdana menteri menulis bahwa bulan-bulan mendatang adalah "masa kritis dalam membentuk masa depan negara Inggris", tetapi bahwa dia "jelas" tentang misinya dalam memenuhi keputusan demokratis rakyat Negeri Ratu Elizabeth.
Dia menambahkan bahwa mengikuti perjanjian Checkers pada bulan Juli --yang menyebabkan pengunduran diri dua menteri kabinet-- merupakan "kemajuan nyata" yang telah dibuat dalam negosiasi Brexit.
Sementara ada lebih banyak negosiasi yang harus dilakukan, PM May menulis: "Kami ingin pergi dengan kesepakatan yang bagus dan kami yakin kami dapat mencapai suara bulat."
Pemerintahan PM May telah mempersiapkan skenario tanpa-kesepakatan, meskipun hal tersebut akan menciptakan "tantangan nyata" bagi Inggris dan Uni Eropa di beberapa sektor, katanya.
Tetapi PM menambahkan: "Kami akan melewatinya dan terus berkembang."
* Saksikan keseruan Upacara Penutupan Asian Games 2018 dan kejutan menarik Closing Ceremony Asian Games 2018 dengan memantau Jadwal Penutupan Asian Games 2018 serta artikel menarik lainnya di sini.
Simak video pilihan berikut:
Investasi Besar Inggris Pasca-Brexit
Sementara itu, PM Theresa May mengumumkan rencana untuk meningkatkan nilai investasi di Afrika setelah Brexit. Hal itu diumumkannya di sela-sela perjalanan perdana ke benua itu sebagai perwakilan tertinggi Negeri Ratu Elizabeth.
Pada sebuah pidato yang akan digelar di Cape Town, PM May diprediksi akan mengatakan bahwa Inggris "tidak ragu" menghabiskan banyak uang negaranya untuk membantu Afrika.
Dikutip dari BBC pada Selasa 28 Agustsu, PM May juga disebut ingin Inggris mengambil alih peran Amerika Serikat sebagai investor terbesar G7 di Afrika pada 2022.
Anggaran bantuan luar negeri Inggris mencapai 13,9 miliar pound sterling (setara Rp 261 triliun) pada tahun 2017, meningkat sebesar 555 juta pound stering (sekitar Rp 10,4 triliun) pada 2016. Jumlah tersebut dikabarkan lebih tinggi dari kenaikan investasi serupa yang dilakukan oleh Prancis dan China dalam dua tahun terakhir.
Investasi sektor swasta adalah kunci untuk mendorong pertumbuhan dan "melepaskan semangat kewirausahaan" di Afrika, katanya.
Dalam pidatonya, PM May berkata bahwa menciptakan lapangan pekerjaan di benua itu --di mana banyak negara memiliki populasi muda yang besar-- adalah hal penting dalam mendukung keseimbangan ekonomi global.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, beberapa pengamat juga menyebut bahwa investasi Inggris di Afrika adalah salah satu cara terbaik untuk mengatasi ekstremisme, ketidakstabilan dan arus imigran ke Eropa.
Advertisement