6 Tanaman yang Punya Sensor Motorik di Dunia, 3 di Antaranya Ada di Indonesia

Selain berfotosintesis, tanaman ini bisa menangkap dan memakan serangga. Terkadang juga hewan kecil lainnya.

oleh Afra Augesti diperbarui 06 Sep 2018, 18:35 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2018, 18:35 WIB
Kantong Semar
Kantong Semar, tanaman penjebak serangga (Li[putan6.com / Ahmad Yusran)

Liputan6.com, Jakarta - Putri Malu (Mimosa pudica) dan tanaman karnivora adalah jenis tumbuh-tumbuhan yang dianggap unik oleh sebagian orang. Pasalnya, dua jenis tanaman tersebut bisa bergerak ketika mendapat sentuhan dari benda asing dan memangsa serangga atau hewan kecil lainnya.

Dalam dunia botani, disebutkan ada berbagai jenis tanaman yang bersifat motil (mampu berpindah dan bergerak) dan yang menjebak serangga, seperti Putri Malu dan Perangkap Lalat Venus atau dikenal sebagai Venus Flytraps (Dionaea muscipula).

Meskipun tumbuhan itu tidak memburu manusia, namun realitas tanaman motil dan tanaman karnivora ini banyak dikembangbiakkan oleh orang-orang untuk diperjual-belikan.

Berikut 6 tanaman karnivora dan motil paling unik di dunia --yang juga disebut sebagai Rapid Plant Movement (RPM), karena seperti memiliki sensor motorik ketika menangkap serangga-- seperti dikutip dari Toptenz, Kamis (6/9/2018).

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

1. Witch Hazels

Witch Hazels
Witch Hazels. (Wikimedia/Creative Commons)

Witch Hazels (Hamamelis virginiana) berbentuk semak daun atau pohon kecil yang tumbuh hingga 10-25 kaki (3-7,6 ​​meter). Ada juga yang tercatat sampai 40 kaki (12 meter).

Daunnya tersusun rapi, berbentuk oval, dan memiliki panjang 2–6 inci (5,1–15,2 cm) dan lebar 1–4 inci (2,5–10,2 cm), dengan tepi daun yang rata atau bergelombang.

Nama genus Hamamelis berarti "bersama dengan buah", mengacu pada mekarnya bunga secara bersamaan dengan buah yang matang dari tahun sebelumnya. Witch Hazels mekar antara bulan September hingga November, sementara spesies lain bermekaran dari Januari sampai Maret.

Setiap bunga memiliki empat kelopak berbentuk seperti tali kecil dengan panjang 3⁄8–3⁄4 inci (0,95–1,91 cm), berwarna pucat atau kuning tua, oranye, dan merah. Buahnya seperti kapsul dengan panjang 3⁄8 inci (0,95 cm), berisi biji hitam berukuran 1⁄4 inci (0,64 cm) berwarna mengkilap.

Buah tanaman ini membelah secara eksplosif saat Musim Gugur, sekitar 8 bulan setelah berbunga. Kemudian melontarkan bijinya keluar sejauh 30 kaki (9,1 meter), sehingga nama alternatif lain dari Witch Hazels adalah "Snapping Hazel".

2. Venus Flytrap

Venus Flytrap
Venus Flytrap. (Wikimedia/Creative Commons)

Venus Flytrap atau Perangkap Lalat Venus (Dionaea muscipula) adalah tanaman pemakan serangga yang berasal dari subtropika di Pantai Timur Amerika Serikat, Carolina Utara dan Carolina Selatan. Masa dahulu, Bumi pernah dikuasai tumbuhan pemangsa seperti ini selama ribuan tahun.

Venus Flytrap adalah tumbuhan berinteligensia tinggi yang misterius.

Tumbuhan ini sekilas berbentuk seperti alat genital wanita. Bagian dalam daun berwarna merah muda, sedangkan luarnya hijau cerah. Di bagian dalam dari pinggir daun terdapat gigi panjang (seperti duri) yang relatif tajam.

Warna merah muda pada daun cukup menggoda hewan kecil seperti laba-laba, belalang, semut dan lalat untuk hinggap dan menyentuh rambut-rambut sensor halus yang bertebaran di atas permukaan daun. Ketika rambut sensor ini tersentuh dua kali atau lebih, maka sensor Venus akan mengaktifkan refleksnya, sehingga daun menutup dengan cepat. 

Ketika seekor serangga terjebak di dalam daunnya, maka cairan asam akan segera memenuhi dasar daun untuk memproses pengambilan nutrisari yang diperlukan. Umumnya dibutuhkan waktu 5 hingga 6 hari untuk memprosesnya.

Namun jika ada benda asing seperti ranting daun atau hewan kecil yang sudah mati jatuh ke dalam Venus, ternyata daun Venus tidak akan memprosesnya.

Venus Flytrap memiliki dua kemampuan yang jarang dimiliki tumbuhan lain, yaitu kemampuan untuk merasa (untuk memilah) hasil jebakannya dan kemampuan otomatis menggerakkan daunnya.

Mangsa yang dimakan Perangkap Lalat Venus hanya sebatas kumbang, laba-laba dan binatang antropoda lainnya. Faktanya, tanaman ini menyukai semut 33%, laba-laba 30%, kumbang 10% dan belalang 10% dan kurang dari 5% serangga terbang.

 

3. Squirting Cucumber

Squirting Cucumber
Squirting Cucumber

Mentimun menyembur (Ecballium elaterium) berasal dari fakta bahwa ketika matang, tanaman ini menyemprotkan cairan mucilage-nya (mucilage adalah substansi kental seperti lem yang dihasilkan oleh jenis tanaman tertentu). Fenomena ini bisa dilihat dengan mata telanjang.

Ecballium, terutama buahnya, mengandung racun karena mengandung cucurbitacins (racun kimia natural yang bisa merusak DNA). Di zaman kuno, cucurbitacins digunakan sebagai abortifacient (obat atau senyawa yang menginduksi keguguran embrio atau janin).

4. Telegraph Plant

Pohon Menari
Pohon Menari. (Wikipedia/Creative Commons)

Telegraph Plant (Codariocalyx motorius), dikenal sebagai 'Tanaman yang Menari', adalah tanaman yang hidup di semak tropis di Asia. Tanaman ini merupakan salah satu dari beberapa tanaman yang mampu bergerak cepat.

Telegraph Plant menyebar secara luas di Bangladesh, Bhutan, Kamboja, China, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Taiwan, Thailand dan Vietnam. Bahkan dapat juga ditemukan di Kepulauan Society, sebuah pulau terpencil di Pasifik Selatan.

Tanaman ini memiliki sensor motorik yang bisa menggerakkan daunnya dengan kecepatan tinggi. Ketika bergerak, daun Telegraph Plant akan mencari dan mengarah ke sinar matahari untuk memaksimalkan cahaya mentari yang didapatkannya.

Setiap daun dilengkapi dengan 'engsel' yang memungkinkannya bergerak. Akan tetapi, karena daun-daun yang terdapat di tanaman ini terbilang berat, maka tumbuhan tersebut harus mengeluarkan banyak energi untuk menggerakkannya.

Untuk mengoptimalkan gerakan, setiap daun besar memiliki dua daun kecil di pangkalnya. Daun kecil ini bergerak terus sepanjang adanya sinar matahari dan mengarahkan daun besar ke area paling intensitas. Hipotesis lain menjelaskan bahwa gerakan cepat itu dimaksudkan untuk mencegah predator mendekati tanaman unik ini.

Telegraph Plant adalah spesies yang pertama kali dijelaskan pada tahun 1880 oleh Charles Darwin. Lingkungan di mana tanaman ini biasanya tumbuh adalah hutan hujan tropis.

5. Putri Malu

Putri Malu
Tanaman Putri Malu. (Wikimedia/Creative Commons)

Putri Malu (Mimosa pudica) adalah perdu pendek anggota suku polong-polongan yang mudah dikenal karena daun-daunnya yang dapat secara cepat menutup atau layu dengan sendirinya saat disentuh atau seismonasti.

Hal itu disebabkan oleh terjadinya perubahan tekanan turgor pada tulang daun. Rangsangan tersebut juga bisa dirasakan daun lain yang tidak ikut tersentuh.

Walaupun sejumlah anggota polong-polongan dapat melakukan hal yang sama, Putri Malu bereaksi lebih cepat daripada jenis lainnya. Kelayuan ini bersifat sementara karena setelah beberapa menit keadaannya akan pulih seperti semula.

Tanaman ini akan otomatis menguncup saat matahari terbenam dan merekah kembali setelah matahari terbit.

Putri Malu menutup daunnya untuk melindungi diri dari hewan pemakan tumbuhan (herbivora). Warna daun bagian bawah tanaman Putri Malu adalah hijau pucat. Dengan menunjukkan warna yang pucat, herbivora yang ingin memangsanya akan berpikir bahwa tumbuhan tersebut telah layu dan menjadi tidak berminat lagi untuk memakannya.

Putri malu adalah spesies asli daerah Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun spesies ini telah menyebar ke seluruh dunia di zona iklim yang sesuai, seperti misal Indonesia. Putri Malu biasanya tumbuh di bawah tanaman yang lebih besar seperti semak atau pohon, panjangnya mencapai lima meter.

6. Kantong Semar

Kantong Semar
Kantong Semar. (Wikimedia/Creative Commons)

Genus Nepenthes (Kantong Semar) merupakan tumbuhan karnivora di kawasan tropis Dunia Lama, kini meliputi negara Indonesia, Republik Rakyat Tiongkok bagian selatan, Indochina, Malaysia, Filipina, Madagaskar bagian barat, Seychelles, Kaledonia Baru, India, Sri Lanka, dan Australia. Habitat dengan spesies terbanyak ialah di pulau Borneo dan Sumatra.

Tumbuhan ini dapat mencapai tinggi 15–20 meter dengan cara memanjat tanaman lainnya, walaupun ada beberapa spesies yang tidak memanjat. Pada ujung daun terdapat sulur yang dapat termodifikasi membentuk kantong, yaitu alat perangkap yang digunakan untuk memakan mangsanya (misalnya serangga, pacet, anak kodok) yang masuk ke dalam.

Pada umumnya, Nepenthes memiliki tiga macam bentuk kantong, yaitu kantong atas, kantong bawah, dan kantong roset.

Kantong atas adalah kantong dari tanaman dewasa, biasanya berbentuk corong atau silinder, tidak memiliki sayap, tidak mempunyai warna yang menarik, bagian sulur menghadap ke belakang dan dapat melilit ranting tanaman lain.

Kantong atas lebih sering menangkap hewan yang terbang seperti nyamuk atau lalat, kantong jenis ini jarang bahkan tidak ditemui pada beberapa spesies, contohnya Nepenthes ampullaria.

Kantong bawah adalah kantong yang dihasilkan pada bagian tanaman muda yang biasanya tergelatak di atas tanah, memiliki dua sayap yang berfungsi sebagai alat bantu bagi serangga tanah, seperti semut untuk memanjat mulut kantong dan akhirnya tercebur dalam cairan berenzim di dalamnya.

Adapun kantong roset, memiliki bentuk yang sama seperti kantong bawah, namun kantong roset tumbuh pada bagian daun berbentuk roset. Contoh spesies yang memiliki kantong jenis ini adalah Nepenthes ampullaria dan Nepenthes gracilis. Beberapa tanaman terkadang mengeluarkan kantong tengah yang berbentuk seperti campuran kantong bawah dan kantong atas.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya