Liputan6.com, Kabul - Hari itu, 24 Desember 1979 tepat 39 tahun silam, Uni Soviet melakukan invasi ke Afghanistan. Agresi militer ini dilakukan dalam rangka dukungan Uni Soviet ke kubu Partai Demokrasi Rakyat Afghanistan.
Kala itu, kubu pemerintahan tengah dikuasai Mujahidin, yang dibeking oleh Amerika Serikat.
Baca Juga
Pada 24 Desember menjelang tengah malam tersebut, seperti dikutip dari History.com, Soviet menurunkan pasukannya ke Kabul, yang meliputi sekitar 280 pesawat tempur, dan tiga kelompok tentara dengan total sekitar 8.500 orang.
Advertisement
Beberapa hari kemudian, Soviet berhasil mengambil alih kekuasaan Ibu Kota Kabul, meski dihadang perlawanan sengit dari kelompok pemerintahan Mujahidin. Soviet kemudian mengangkat Babrak Karmal, yang selama ini diasingkan, sebagai kepala pemerintahan baru di Afghanistan.
Untuk memperkuat posisinya, Soviet kemudian mengirimkan kembali pasukan tambahan melalui wilayah utara Afghanistan. Sementara, kelompok Mujahidin mulai melancarkan strategi dan serangan baru.
Mujahidin menerapkan strategi gerilya, yakni menyerang dengan cepat lalu kembali ke gunung. Bagi Mujahidin, Soviet adalah orang asing yang harus diusir. Mereka memproklamirkan perang suci melawan Soviet, dalam rangka menarik dukungan dari negara tetangga di timur Tengah.
Amerika Serikat yang membantu Mujahidin memberikan senjata rudal anti pesawat. Rudal tersebut berhasil dipergunakan Mujahidin untuk menembak jatuh pesawat tempur Soviet.
Ini merupakan bentuk perang dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat sebagai dua negara adidaya yang bersaing pasca-Perang Dunia II. Amerika sebagai pemimpin Blok Barat dan Uni Soviet selaku pemimpin Blok Timur.
Invasi ke Afghanistan ini merupakan yang pertama kali dilakukan Soviet di luar wilayah Blok Timur. Pendudukan wilayah Afghanistan ini berakhir pada tahun 1989, saat Uni Soviet dipimpin oleh Mikhail Gorbachev. Tentara Soviet yang terakhir keluar dari Afghanistan menuju negara asal mereka.
Agresi ke negara lain sejatinya tak membuat Uni Soviet menjadi hebat, namun mereka didera kerugian, seperti 15.000 tentara tewas, kerugian finansial yang sangat besar bagi negara, dan menjadi salah satu penyebab runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991.
Sejarah lain mencatat pada 24 Desember 1951, Libya merdeka dari Italia dan Idris I diangkat menjadi Raja Libya. Kemudian 24 Desember 1974, Kota Darwin hampir rusak seluruhnya setelah dilanda Siklon Tracy.
Â
Â
Saksikan juga video berikut ini: