Liputan6.com, Washington DC - Pihak Gedung Putih akhirnya mendukung deklarasi 'keadaan darurat nasional' oleh Presiden Donald Trump. Deklarasi itu dilakukan demi mendapatkan dana perluasan tembok perbatasan dari anggaran militer negara.
Tembok sendiri bertujuan menahan imigran yang disebut sebagai ancaman nasional oleh Trump.
"Dia bisa memilih untuk mengabaikan krisis ini, tetapi dia memilih untuk tidak," kata penasihat Trump Stephen Miller, kepada Fox News, pada Minggu 17 Februari 2019.
Advertisement
Baca Juga
Miller menyerang mantan Presiden George W. Bush atas "pengkhianatan yang mencengangkan" terhadap AS hampir dua dekade lalu ketika presiden dari Partai Republik itu membiarkan imigran ilegal memasuki Amerika Serikat empat kali lebih banyak seperti sekarang ini.
Tetapi Miller mengatakan "intinya" adalah bahwa "Anda tidak dapat membayangkan negara yang kuat tanpa perbatasan yang aman," dikutip dari VOA Indonesia pada Senin (18/2/2019).
Dia mengatakan tindakan Trump adalah "mempertahankan perbatasan kita sendiri" dan menyebut imigrasi ilegal "ancaman di negara kita."
Menurut Miller, tindakan Trump dibenarkan di bawah undang-undang tahun 1976 yang memberikan presiden wewenang untuk menyatakan keadaan darurat nasional. Namun dari 59 yang dideklarasikan sejak saat itu tidak satu pun presiden yang berusaha menggunakannya untuk membatalkan penolakan kongres dalam persetujuan pendanaan khusus.
Simak pula video pilihan berikut:
Melangkahi Keputusan Kongres
Presiden Donald Trump telah mengumumkan keadaan darurat nasional (state of emergency) di Amerika Serikat pada Jumat 15 Februari 2019 waktu lokal.
Pengumuman itu merupakan cara bagi Trump untuk 'melangkahi' Kongres AS (dewan legislatif) agar tetap mendapatkan dana pembangunan tembok di perbatasan AS - Meksiko di selatan --sebuah janji utama kampanye pilpresnya, demikian seperti dikutip dari Vox.
Namun, pengamat politik di Amerika juga telah menyebut bahwa keputusan darurat nasional akan menimbulkan implikasi konstitusional.
Polemik tentang anggaran pembangunan tembok telah menjadi topik kekisruhan utama antara pemerintah dan legislatif di AS. Hal itu pula-lah yang menyebabkan Presiden Trump memberlakukan penutupan pemerintahan parsial (government shutdown) terpanjang dalam sejarah AS pada akhir Desember 2018 - akhir Januari 2019.
Shutdown memang sudah tak akan lagi berlangsung, ketika Kongres Amerika Serikat (DPR dan DPD), pada Kamis 14 Februari 2019, telah meloloskan undang-undang untuk menghindari penutupan pemerintahan parsial jilid dua dengan menyetujui anggaran operasional badan-badan pemerintahan AS hingga 30 September 2019. Trump pun telah menandatanganinya.
Namun, undang-undang itu tidak meloloskan penuh anggaran pembangunan tembok di perbatasan AS - Meksiko senilai US$ 5,7 miliar yang diinginkan Trump. Kongres AS hanya menyetujui seperempatnya atau sekitar US$ 1,37 miliar untuk pembangunan tembok tersebut.
Donald Trump telah mengatakan "tidak senang" dengan pengalokasian dana yang diatur Kongres.
Tak ingin program tembok kembali terhambat legislatif, 'sang miliarder nyentrik' akhirnya mengumumkan darurat nasional guna mendapatkan anggaran temboknya dari kantung pendanaan alternatif tanpa perlu 'restu' dari legislatif.
Advertisement