Penembakan di Selandia Baru Picu Perubahan UU Senjata Api Negeri Kiwi

PM Jacinda Ardern mengumumkan bahwa akan ada perubahan undang-undang senjata negara itu setelah penembakan di masjid Selandia Baru yang menewaskan 49 orang.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 16 Mar 2019, 13:34 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2019, 13:34 WIB
Ilustrasi bendera Selandia Baru (AFP)
Ilustrasi bendera Selandia Baru (AFP)

Liputan6.com, Christchurch - Pemimpin Selandia Baru Jacinda Ardern telah mengunjungi pusat pengungsi Christchurch pada Sabtu ini. Ia menyampaikan pesan persatuan kepada komunitas Islam di negara itu.

Menurut TVNZ, Ardern mengunjungi pusat tersebut dengan Wakil Perdana Menteri Winston Peters dan pemimpin oposisi Partai Nasional Simon Bridges.

"Anda cepat menyebutkan ini bukan Selandia Baru yang Anda tahu. Saya ingin menegaskan kembali hari ini. Ini bukan Selandia Baru," katanya kepada para pemimpin Muslim di sana seperti dikutip dari CNN, Sabtu (16/3/2019).

Ardern juga mengumumkan bahwa akan ada perubahan undang-undang senjata negara itu setelah penembakan di masjid Selandia Baru yang menewaskan 49 orang. Apalagi diketahui tersangka utama memegang lisensi senjata api dan mengatakan dia telah secara resmi menimbun senjata sejak 2017.

Ardern mengatakan pelaku membawa lima senjata api pada saat serangan, termasuk dua senjata semi-otomatis dan dua senapan.

 

Sementara itu, di hari kedatangannya, layanan darurat masih mengeluarkan jasad dari masjid Deans Avenue, Al Noor Mosque, di mana 41 orang tewas pada hari Jumat, kata PM Jacinda Ardern.

Ardern mengatakan adalah hal tradisional bagi jenazah untuk dikuburkan "sesegera mungkin" setelah kematian. Ia juga mengatakan keluarga yang kehilangan orang yang dicintai dalam dua penembakan di masjid Selandia Baru itu berhak mendapatkan kompensasi.

"Kehadiran polisi di masjid-masjid Selandia Baru akan berlanjut," tutur Ardern.

PM Jacinda Ardern mengatakan polisi akan menjaga masjid-masjid di seluruh Selandia Baru sampai dianggap tidak ada lagi ancaman. Ia juga mengatakan, akan ada lebih banyak dakwaan terhadap warga Australia, Brenton Tarrant (28), yang disebut sebagai pelaku utama serangan penembakan di Christchurch.

Dalam sidang pada Sabtu pagi, Tarrant dijatuhi satu dakwaan terkait pembunuhan.

"Itu benar-benar niatnya untuk melanjutkan serangan," kata Ardern pada konferensi pers.

Brenton Tarrant (28), pelaku serangan yang menewaskan 49 orang itu muncul di pengadilan dengan kemeja putih polos dan tangan diborgol. Pengadilan setempat menjatuhkan satu dakwaan kepada Tarrant, akibat tindakan pembunuhan pada Jumat siang kemarin. Namun, dakwaan lain disinyalir akan diberikan kepadanya pada persidangan selanjutnya.

Hakim mengatakan "masuk akal untuk mengasumsikan" akan lebih banyak dakwaan yang diajukan, sebagaimana dikutip dari laman globalnews.ca.

 

 

 

 

Saksikan juga video terkait penembakan di Selandia Baru berikut ini:

Manifesto Pelaku Penembakan

Wajah dan Senjata Terduga Pelaku Penembakan di Masjid Selandia Baru
Wajah Brenton Tarrant terduga pelaku penambakan di Christchurch, Selandia Baru, Jumat (15/3). Warga Australia berusia 28 tahun tersebut melepaskan tembakan secara brutal ke dua masjid di Christchurch. (AP Photo)

Sementara itu, diketahui bahwa pelaku penembakan masjid sempat mengunggah manifesto atau pernyataan sikap yang menguak alasannya melancarkan serangan.

Dalam manifesto setebal 73 halaman yang diposting online, pria itu mendeskripsikan diri sebagai, "pria kulit putih biasa."

Pria berusia 28 tahun itu juga mengaku lahir di keluarga kelas pekerja, dengan penghasilan rendah. "...yang memutuskan ambil sikap demi kepastian masa depan orang-orangku," demikian dikutip dari situs News.com.au, Jumat 15 maret 2019.

Pria yang dilaporkan berasal dari Grafton itu mengaku punya tujuan melakukan serangan. "...untuk mengurangi tingkat imigrasi ke tanah-tanah Eropa secara langsung."

Aparat antiterorisme di New South Wales, Australia segera melakukan investigasi setelah menerima laporan bahwa pelaku berasal dari wilayahnya.

Petunjuk lain soal pelaku diketahui dari foto header di akun Twitter milik Brenton Tarrant yang menunjukkan seorang korban serangan teror Bastille Day di Nice, Prancis pada 2016 lalu.

Foto yang diambil fotografer Reuters Eric Gaillard melambangkan serangan teror yang menewaskan 84 orang, kala sebuah truk menabrak kerumunan orang.

Perdana Menteri Australia, Scott Morrison mengonfirmasi bahwa salah satu pelaku yang ditahan aparat Selandia Baru adalah warga negaranya.

"Ia adalah seorang ekstremis, pendukung sayap kanan, seorang teoris kejam," kata PM Australia.

Supremasi Kulit Putih

Dalam manifestonya, pelaku penembakan mengaku, serangan tersebut bertujuan, "untuk menunjukkan ke para penyusup bahwa tanah kita tidak akan pernah menjadi tanah mereka, tanah air kita adalah milik kita sendiri dan -- selama orang kulit putih masih hidup -- mereka tidak akan pernah menaklukkan tanah kita..."

Ia membahasakan para imigran sebagai penyusup (intruders).

Tarrant mengaku merencanakan serangan selama lebih dari dua tahun. Namun, baru tiga bulan lalu ia memutuskan Christchurch sebagai target.

Selandia Baru, kata dia, bukan tujuan awal serangannya. "Serangan di Selandia Baru akan memusatkan perhatian pada fakta terjadinya 'penyusupan' terhadap peradaban kita, bahwa tidak ada tempat di dunia ini yang aman, bahwa para penyusup berada di semua tanah kita, bahkan di daerah-daerah terpencil di dunia dan bahwa tidak ada tempat lagi yang aman dan bebas dari imigrasi massal."

Mengklaim sebagai perwakilan dari "jutaan orang Eropa dan warga etno-nasionalis lainnya", Tarrant mengatakan, "kita harus memastikan eksistensi orang-orang kita, masa depan anak-anak kulit putih."

Pria kejam itu mendeskripsikan bahwa serangan yang ia lakukan adalah tindakan balas dendam pada 'penyusup', "... atas ratusan ribu kematian yang disebabkan oleh penyusup asing di tanah Eropa sepanjang sejarah ... untuk perbudakan atas jutaan orang Eropa yang tanah mereka diambil oleh budak Islam ...untuk ribuan nyawa orang Eropa yang hilang karena serangan teror di seluruh tanah Eropa. "

Balas Dendam

Dia juga mengatakan, serangan itu adalah balas dendam atas kematian Ebba Akerlund, bocah berusia 11 tahun yang terbunuh dalam serangan teror 2017 di Stockholm.

Tarrant menggambarkan serangan Stockholm sebagai "peristiwa pertama" yang menginspirasinya untuk melakukan serangan, terutama kematian gadis berusia 11 tahun itu.

Tarrant mengatakan dia tidak merasa menyesal atas serangan itu. "Saya hanya berharap saya bisa membunuh lebih banyak penyusup, juga lebih banyak pengkhianat."

Dia juga mengatakan akan mengaku tidak bersalah jika selamat dan diseret ke pengadilan.

Dalam postingan di di forum 8chan, pengguna yang mengidentifikasi dirinya sebagai Tarrant sempat mengumumkan dia akan melakukan serangan itu.

"Saya akan menyerang para penyusup, dan bahkan akan live streaming aksi itu melalui facebook," tulisnya, dengan tautan ke halaman Facebook-nya. "Jika aku tidak selamat dari serangan itu, selamat tinggal, Tuhan, dan aku akan melihat kalian semua di Valhalla!"

Dan, di satu foto, ia menulis kalimat, "untuk Rotherham, Alexandre Bissonnette, Luca Traini".

Bissonnette dijatuhi hukuman 40 tahun karena melakukan penembakan di sebuah masjid di Quebec pada 2017 yang menewaskan 6 orang.

Sementara, Traini, seorang pria Italia, menjalani hukuman 12 tahun penjara karena melakukan penembakan terhadap enam imigran asal Afrika dalam serangan bermotif rasial pada Oktober tahun lalu.

Tarrant juga sering memposting tautan ke artikel tentang ekstremisme di Eropa, multikulturalisme, dan serangan teror sebelumnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya