Liputan6.com, Reykjavik - Pada tahun 1901, peta geologis Dataran Tinggi Tengah di Islandia (Central Highlands) menunjukkan penampakan gletser Okjökull sebagai lapisan es raksasa yang membentang seluas 38 kilometer persegi.
Tahun 1890, gletser mencakup 16 km persegi, tetapi pada 1945 gletser ini mulai mencair, ukurannya menjadi hanya 5 kilometer persegi. Tidak lama setelah 2005, seluruh gletser hilang, menurut laporan dari University of Iceland pada 2017.
Pada tahun 2014, Okjökull tak lagi memiliki situs gletser dan sudah kehilangan status gletsernya. Sekarang, di sana hanya ada gunung berapi perisai tanpa penutup es sama sekali.
Advertisement
Baca Juga
Sayangnya, para peneliti Islandia menemukan bahwa 'tragedi' ini sangat mungkin merupakan akibat langsung dari perubahan iklim. Sebuah tim ilmuwan dan pembuat film dokumenter kini sedang menyoroti dampak tersebut, beserta kerugian di masa depan.
Mereka membangun monumen peringatan untuk mengenang gletser Okjökull yang lenyap. Nama situs tersebut sekarang berubah menjadi "Ok" saja setelah kehilangan bagian -jökull (gletser).
Pada Minggu, 18 Agustus 2019, warga lokal mengadakan peresmian untuk menandai 'meninggalnya' gletser dan memasang plakat peringatan.
'Pemakaman' tersebut dihadiri oleh para periset yang memprakarsai proyek itu, bersama dengan Perdana Menteri Islandia, Katrin Jakobsdottir, dan mantan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Mary Robinson.
"Saya berharap ritual ini akan menjadi inspirasi tidak hanya bagi kita yang hadir di sini, yang tinggal di Islandia, melainkan juga untuk seluruh dunia, karena apa yang kita lihat sekarang hanyalah satu wajah dari krisis iklim," ujar Jakobsdottir, seperti dikutip dari Science Alert, Jumat (23/8/2019).
Gletser itu bahkan diberi sertifikat kematian, menurut AP. Andri Snaer Magnason, adalah penulis memorial tersebut. Begini bunyinya:
"Ok is the first Icelandic glacier to lose its status as a glacier.
In the next 200 years all our glaciers are expected to follow the same path.
This monument is to acknowledge that we know what is happening and what needs to be done
Only you know if we did it."
"Ok adalah gletser Islandia pertama yang kehilangan statusnya sebagai gletser.
Dalam 200 tahun ke depan, semua gletser diprediksi akan punya nasib yang serupa dengannya.
Monumen ini dimaksudkan untuk mengakui bahwa kita tahu apa yang terjadi dan apa yang perlu dilakukan.
Hanya Anda yang tahu jika kami melakukannya. "
Bersamaan dengan plakat tersebut, di dalamnya juga dipahatkan angka 415ppm CO2, yakni tingkat rekor karbon dioksida di atmosfer Bumi yang tercapai per Mei 2019. Ini adalah rekor tertinggi karbon dioksida yang pertama kali terjadi dalam sejarah manusia.
"Ini akan menjadi monumen pertama bagi gletser yang raib akibat perubahan iklim, di mana pun di dunia," kata antropolog Cymene Howe dari Rice University.
"Dengan menandai kepergian 'Ok', kami berharap penduduk dunia bisa memberikan perhatian pada apa yang hilang, saat gletser Bumi berakhir. Bongkahan-bongkahan es ini adalah cadangan air tawar terbesar di planet kita dan pembekuan di dalamnya adalah sejarah atmosfer."
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kekhawatiran pada Masa Depan
Banyak gletser di Islandia dan tempat lain di Bumi kehilangan sejumlah besar es akibat iklim yang memanas. Keberadaan gletser-gletser di gunung Asia pun mencair dengan cepat dan menipiskan sumber daya air bagi orang-orang di kawasan tersebut.
Antarktika saja sudah kehilangan 252 miliar ton es setiap tahunnya.
"Dengan peringatan ini, kami ingin menggarisbawahi bahwa kasus seperti itu tergantung pada kita, orang yang masih hidup, untuk secara kolektif menanggapi mencairnya gletser dengan cepat dan dampak perubahan iklim yang sedang berlangsung," ujar para ilmuwan dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, para peneliti khawatir 400 gletser di Islandia akan lenyap tanpa sisa pada 2200. Sedangkan gletser di Islandia menutupi sekitar 11% dari permukaan negara.
Agar bisa mendapatkan status gletser, sebuah wilayah yang tertutup es harus punya massa es dan salju yang cukup tebal untuk bergerak dengan beratnya sendiri, yakni sekitar 40 hingga 50 meter (130 hingga 165 kaki) tebal.
Advertisement