Sengketa Kashmir, Pakistan: Ini Bukan Lagi Isu Bilateral, tapi Internasional

Duta Besar Pakistan untuk Indonesia menyebut sengketa Kashmir adalah persoalan internasional.

oleh Afra Augesti diperbarui 07 Sep 2019, 10:15 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2019, 10:15 WIB
Duta Besar Pakistan untuk Indonesia
Duta Besar Pakistan untuk Indonesia, Abdul Salik Khan, ketika memberikan keterangan pers di Kedutaan Besar Pakistan di Jakarta, Jumat (6/9/2019). (Liputan6.com/Hugo Dimas)

Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar Pakistan untuk Indonesia, Abdul Salik Khan, mengatakan bahwa sengketa Kashmir bukan lagi isu bilateral antara India dan Pakistan, melainkan sudah menjalar ke ranah internasional. Menurutnya, hal itu didasarkan pada banyaknya pelanggaran hak-hak asasi manusia di kawasan tersebut.

"Pakistan memandang sengketa Kashmir sebagai isu internasional. Ini bukan lagi permasalahan bilateral. Kasus ini sudah diketahui oleh Dewan Keamanan PBB," ucapnya saat jumpa pers di Kedutaan Besar Republik Islam Pakistan di Jakarta, Jumat, 6 September 2019.

"Ada lebih dari sebelas resolusi yang sangat jelas menjabarkan bahwa pembagian akhir wilayah Kashmir akan bergantung pada orang-orang Jammu dan Kashmir, serta di bawah peraturan PBB. Sebelum ini direalisasikan, maka belum ada solusi bagi Kashmir. Apabila ada yang menyebut bahwa ini adalah isu bilateral, maka dia salah besar," imbuhnya. 

Selain itu, dia menambahkan bahwa rakyat Kashmir dan Jammu sedang dihadapkan dengan situasi sulit karena India. Penduduk di sana tidak lagi mendapatkan akses untuk makanan, obat-obatan, internet, dan jaringan telekomunikasi lain seperti telepon seluler.

Dubes Salik Khan menambahkan: "Banyak orang-orang protes untuk melawan penindasan yang dilakukan oleh ekstremis Hindu di India terhadap Kashmir, mereka tidak ingin ada minoritas yang tinggal di sana. Mereka meyerukan Hindutva, yang artinya seluruh rakyat harus beragama Hindu dan masuk ke Hindu."

Ia mengklaim, India ingin mejadikan Kashmir sebagai wilayah dengan orang-orang Hindu saja, tidak ada agama lain, dan Narendra Modi disebut ingin menyingkirkan seluruh minoritas dengan menghalalkan segala cara.

"Kami sadar bahwa ini adalah kasus pelanggaran hukum dan melawan Resolusi Dewan Keamanan PBB. PBB sudah sangat jelas menjabarkan bahwa pembagian akhir wilayah Kashmir akan bergantung pada Resolusi DK PBB. Negara-negara anggota setuju bahwa Kashmir bukan lagi  isu bilateral, melainkan internasional," tandasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

DK PBB Gelar Rapat Bahas Kashmir untuk Pertama Kalinya Sejak 1971

Markas besar PBB di New York, Amerika Serikat
Markas besar PBB di New York, Amerika Serikat (AP)

Krisis Kashmir berpotensi menimbulkan konfrontasi antara India dan Pakistan. Konflik di wilayah itu diduga disebabkan oleh penghapusan otonomi khusus Kashmir oleh New Delhi. Warga sipil di wilayah krisis telah menanggung akibatnya: akses komunikasi telah dibatasi.

Menanggapi situasi tersebut, Dewan Keamanan PBB telah mengadakan pertemuan pada Jumat 16 Agustus 2019. Pertemuan khusus diadakan, untuk membahas tindakan India yang pada tanggal 5 Agustus lalu mencabut status khusus kawasan Jammu dan Kashmir.

Sidang khusus itu diminta oleh China atas nama Pakistan yang mengirim surat kepada pimpinan DK menjelaskan keprihatinannya sejak permulaan Agustus. Ini adalah pertama kalinya DK mengadakan sidang tentang Kashmir sejak tahun 1971.

"Jelas bahwa amandemen konstitusi yang dilakukan India mengubah status quo di Kashmir dan menyebabkan ketegangan di kawasan itu," kata Duta Besar China yang baru untuk PBB Zhang Jun seperti dilansir dari VOA Indonesia, Minggu (18/8/2019).

Zhang mengatakan China sangat prihatin akan perkembangan itu dan menyerukan kepada semua pihak agar menahan diri dan bertindak hati-hati.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya