Hati-Hati Makanan Manis, Ini 3 Efek Kelebihan Gula pada Otak Manusia

Jangan terlalu banyak mengonsumsi gula, sebab ini yang terjadi pada otak.

oleh Afra Augesti diperbarui 18 Nov 2019, 18:35 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2019, 18:35 WIB
gula buatan
ilustrasi permen/Photo by Laura Briedis on Unsplash

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian besar orang menyukai makanan manis. Akan tetapi, terlalu banyak gula dalam diet kita dapat menyebabkan kenaikan berat badan dan obesitas, diabetes tipe 2 dan kerusakan gigi (pada anak-anak).

Seorang ahli saraf, Sara FL Kirk yang merupakan Professor of Health Promotion di Dalhousie University meneliti seberapa jauh diet modern "obesogenic" atau "mempromosikan obesitas", mengubah otak manusia.

Riset ini berfokus pada perubahan perilaku kita yang bergantung pada apa yang kita makan dan perubahan pemikiran karena faktor gaya hidup.

"Tubuh Anda menggunakan gula, glukosa tepatnya. Glukosa berasal dari bahasa Yunani, glukos, yang berarti manis. Ini merupakan pemicu sel-sel yang membentuk tubuh kita, termasuk sel-sel otak (neuron)," tulis Sara dalam situs theconversation.com, yang dikutip dari Live Science, Senin (18/11/2019).

Secara evolusi, imbuhnya, nenek moyang primitif manusia adalah scavenger (memakan binatang yang dimatikan dahulu, tumbuh-tumbuhan, dan sisa-sisa sumber makanan lainnya).

Makanan manis adalah sumber energi yang sangat baik, dan manusia telah berevolusi untuk menemukan makanan manis yang sangat menyenangkan. Makanan dengan rasa tidak enak, pahit dan asam, beracun atau busuk, bisa menyebabkan penyakit.

"Jadi untuk memaksimalkan kelangsungan hidup kita sebagai suatu spesies, kita memiliki sistem otak bawaan yang membuat kita menyukai makanan manis, karena merupakan sumber energi yang besar untuk bahan bakar tubuh kita," ujar Sara lagi.

Ketika seseorang makan makanan manis, sistem 'penghargaan' di otak --yang disebut dopamin mesolimbik-- diaktifkan. Dopamin adalah zat kimia otak yang dilepaskan oleh neuron dan dapat memberi sinyal bahwa "peristiwa ini sifatnya positif."

Ketika sistem dopamin mesomlimbik menyala, ini memperkuat perilaku yang sedang kita kerjakan, membuat kita lebih mungkin untuk melakukan tindakan ini lagi.

Sementara itu, lingkungan kita saat ini dipenuhi dengan makanan manis nan kaya energi. Sayangnya, otak kita secara fungsional masih sangat mirip dengan leluhur kita dan sangat menyukai gula.

Jadi apa yang terjadi di otak ketika kita terlalu banyak mengonsumsi gula? Berikut 3 di antaranya.

1. Kecanduan

Ilustrasi permen atau gula-gula
Ilustrasi permen atau gula-gula (iStock)

Otak terus-menerus mengubah bentuk dan memperbaiki dirinya sendiri melalui proses yang disebut neuroplastisitas. Ini terjadi di dalam dopamin mesolimbik.

Mengonsumsi obat-obatan atau banyak makan makanan manis menyebabkan otak beradaptasi dengan stimulasi yang sering, yang mengarah ke semacam kecanduan.

Kecanduan makanan adalah subjek yang kontroversial di kalangan ilmuwan dan dokter. Meskipun benar bahwa kita secara fisik bisa bergantung pada obat-obatan tertentu, tetapi soal kecanduan makanan saat tubuh kita membutuhkannya untuk bertahan hidup masih diperdebatkan.

2. 'Mengidam'

Gula Pasir
Ilustrasi Foto Gula Pasir (iStockphoto)

Terlepas dari kebutuhan kita terhadap makanan yang bisa memberi energi pada tubuh, banyak orang mengalami gejala seperti mengidam, terutama ketika stres, lapar atau 'digoda' tampilan memikat kue di kedai kopi atau toko roti.

"Untuk menahan keinginan tersebut, kita perlu menghambat respons alami kita untuk menikmati makanan lezat ini. Jaringan neuron penghambat sangat penting untuk mengendalikan perilaku itu. Neuron-neuron tersebut terkonsentrasi di korteks prefrontal, yaitu area inti otak yang berfungsi untuk mengambil keputusan, kontrol impuls, dan menunda kepuasan," kata Sara.

Neuron penghambat bekerja seperti rem dengan melepaskan zat kimia GABA. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa makan diet tinggi gula dapat mengubah neuron penghambat.

Tikus yang diberi makan gula juga kurang mampu mengendalikan perilaku mereka dan tidak pandai membuat keputusan.

"Yang penting, diet ini membuat kita tahu bahwa apa yang kita makan dapat memengaruhi kemampuan kita untuk menahan godaan dan mungkin mendasari mengapa perubahan pola makan begitu sulit bagi seseorang," pungkas Sara lagi.

Sebuah penelitian baru-baru ini meminta orang untuk menilai seberapa banyak mereka ingin makan makanan ringan berkalori tinggi ketika mereka merasa lapar versus ketika mereka baru saja makan.

Orang-orang yang secara teratur mengonsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi gula mengidam kecanduan makanan camilan lebih tinggi, bahkan ketika mereka tidak lapar.

3. Mengganggu Pembentukan Memori

Gula Pasir
Ilustrasi Foto Gula Pasir (iStockphoto)

Area otak lain yang dipengaruhi oleh diet gula tinggi adalah hippocampus atau pusat memori utama.

Penelitian menunjukkan tikus yang makan diet tinggi gula kurang mampu mengingat benda yang pernah mereka lihat sebelumnya di lokasi tertentu.

Perubahan lain yang disebabkan oleh gula pada hippocampus termasuk pengurangan neuron pada bayi baru lahir, yang sangat penting untuk mengkodekan memori, dan peningkatan bahan kimia yang terkait dengan peradangan.

4. Cara Melindungi Diri dari Gula

Gula Pasir
Ilustrasi Foto Gula Pasir (iStockphoto)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan agar kita membatasi asupan gula tambahan hingga lima persen dari asupan kalori harian kita, yaitu 25 gram (sekitar enam sendok teh untuk sehari).

Makanan yang kaya lemak omega-3 (ditemukan dalam minyak ikan, kacang-kacangan dan biji-bijian) juga dapat meningkatkan zat kimia yang dibutuhkan otak untuk membentuk neuron baru.

Meskipun tidak mudah untuk menghentikan kebiasaan seperti itu, namun otak kita akan 'berterima kasih' karena telah membuat langkah-langkah positif.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya