Liputan6.com, Jakarta Studi baru menemukan bahwa rumor, stigma, dan teori konspirasi tentang Vierus Corona COVID-19 yang beredar dalam 25 bahasa berbeda di 87 negara, telah menyebabkan kematian dan cedera karena penyebaran informasi yang salah.Â
Studi yang diterbitkan dalam American Journal of Tropical Medicine and Hygiene itu melibatkan analisis rumor terkait stigma, dan teori konspirasi COVID-19 yang di-posting ke platform media sosial, surat kabar online, dan situs web lain antara 31 Desember hingga 5 April.
Baca Juga
Para peneliti dari berbagai institusi di Bangladesh, Australia, Thailand dan Jepang, mendefinisikan "rumor" adalah informasi yang tidak diverifikasi kebenarannya, dibuat-buat, atau bahkan salah setelah verifikasi.
Advertisement
"Stigma" terkait dengan diskriminasi atau devaluasi suatu kelompok dan "teori konspirasi" didefinisikan sebagai keyakinan tentang individu atau sekelompok orang yang bekerja secara rahasia untuk mencapai tujuan jahat.
Melansir CNN, Rabu (12/8/2020), para peneliti mengidentifikasi 2.311 laporan terkait kemungkinan kesalahan informasi perihal COVID-19 dengan hasil 89% diklasifikasikan sebagai rumor; 7,8% adalah teori konspirasi; dan 3,5% adalah stigma.
Studi tersebut memasukkan beberapa contoh rumor yang beredar seperti: "Telur unggas terkontaminasi virus corona" dan "Minum pemutih dapat membunuh virus". Lalu stigma yang beredar seperti "Setiap penyakit pernah datang dari China" dan "Ini adalah senjata biologis yang didanai oleh Bill & Melinda Gates foundation untuk meningkatkan penjualan vaksin" yang merupakan teori konspirasi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Kesalahan Informasi Sebabkan Risiko Fatal
Para peneliti menemukan bahwa sebagian besar rumor, stigma dan teori konspirasi diidentifikasi berasal dari India, Amerika Serikat, Cina, Spanyol, Indonesia dan Brasil. Analisis menunjukkan bahwa 24% dari laporan secara keseluruhan  tersebut terkait dengan penyakit Covid-19, baik tentang penularan virus corona maupun kematian, Berikut persentase informasi yang terkait dengan COVID-29:
21% terkait dengan upaya pengendalian;19% untuk pengobatan atau "penyembuhan";15% penyebab penyakit dan asal-usul virus;1% untuk kekerasan;20% dianggap lain-lain.Kesalahan informasi seperti itulah yang dapat menyebabkan risiko yang fatal hingga kematian.
"Desas-desus tersebut bisa menyembunyikan diri mereka sendiri sebagai strategi pencegahan dan pengendalian infeksi yang kredibel dan berpotensi memiliki implikasi serius jika diprioritaskan berdasarkan bukti. Misalnya, mitos populer bahwa konsumsi alkohol dengan konsentrasi tinggi dapat mendisinfeksi tubuh dan membunuh virus beredar di berbagai bagian. dunia, "tulis para peneliti.
"Akibat dari kesalahan informasi ini, sekitar 800 orang telah meninggal, sedangkan 5.876 telah dirawat di rumah sakit dan 60 telah mengembangkan kebutaan total setelah minum metanol sebagai obat untuk virus corona."
Studi ini memiliki beberapa keterbatasan, termasuk datanya berasal dari platform online yang tersedia untuk umum - jadi mungkin ada lebih banyak informasi yang salah di luar sana.
Â
Reporter: Vitaloca CIndrauli Sitompul
Advertisement