Hubungan Diplomatik Israel dan UEA Mengancam Posisi Palestina

Normalisasi Uni Emirat Arab dan Israel bisa membuat Palestina sendirian di tengah konflik.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 19 Agu 2020, 07:02 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2020, 07:02 WIB
Satu-satunya Pembangkit Listrik di Gaza akan Kehabisan Bahan Bakar
Seorang pekerja Palestina terlihat di sebuah pembangkit listrik di Jalur Gaza tengah pada 17 Agustus 2020. Satu-satunya pembangkit listrik di Jalur Gaza akan kehabisan bahan bakar pada Selasa (18/8) setelah Israel menutup perlintasan perbatasan Karm Abu Salem pekan lalu. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Liputan6.com, Jakarta - Posisi Palestina dikhawatirkan kian terjepit akibat normalisasi hubungan antara Uni Emirat Arab dan Israel. Sebab, negara-negara Arab lain berpotensi mengikuti jejak UEA yang berdamai dengan Israel. 

Bila hubungan diplomatik dengan Israel semakin luas, maka urusan Palestina bisa dipandang sebagai urusan internal negara yang bersangkutan saja. Normalisasi diplomatik dinilai pengamat sebagai bentuk kemenangan Israel.

"Ini menjadi kemenangan Israel atas Palestina karena mereka mampu melakukan normalisasi hubungan dengan negara-negara tetangga di tengah-tengah terdesaknya, terjepitnya nasib Palestina," ujar pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Yon Machmudi kepada Liputan6.com, Rabu (19/8/2020).

"Jadi kalau kemudian hubungan itu menjadi semakin baik, timbal balik di antara mereka, ke depannya boleh jadi persoalan Palestina-Israel dapat dipahami sebagai urusan internal," lanjutnya.

Konsep "menghormati negara tetangga" disebut Yon Machmudi sedang meluas di wilayah Timur Tengah. Dampaknya adalah Palestina dapat semakin jauh dari kepedulian negara-negara sekitarnya.

Itu pun sudah tercermin dari lemahnya respons negara-negara Arab terhadap aneksasi yang ingin dilakukan Israel terhadap Tepi Barat. "Respons negara-negara Arab tentang rencana aneksasi tidak sekuat negara-negara sebelumnya. Artinya, walau memberikan kecaman tapi dianggap hanya sebatas itu," jelas Yon Machmudi.

Amerika Serikat sedang berusaha agar negara-negara Arab ikut menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Penasihat senior presiden AS, Jared Kushner, mendorong agar hal itu terealisasi.

Bahrain dan Oman bahkan sudah menyambut positif normalisasi UEA-Israel. 

Dalam pernyataan bersama, hubungan diplomatik antara Uni Emirat Arab dan Israel, kedua belah pihak sepakat akan mendukung perdamaian Palestina. Ketimbang perdamaian, penolakan keras justru diberikan rakyat Palestina.  

Pada akhir pekan kemarin, Hamas dan Israel dilaporkan saling menyerang. Yon Machmudi menilai hal itu sebagai ketidakpuasan Palestina atas normalisasi UEA-Israel. 

"Kalau kemudian normalisasi itu untuk kepentingan Palestina, pasti ada respons positif dari Palestina, bahwa itu memang dalam rangka perdamaian di Palestina. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Eskalasi konflik menjadi meningkat dengan peristiwa normalisasi itu," jelas Yon Machmudi.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Palestina Sebut Uni Emirat Arab Khianati Yerusalem dan Al-Aqsa

Idul Adha di Tengah Pandemi
Para Muslim berkumpul untuk salat Idul Adha di sebelah Kubah Masjid Batu di kompleks Masjid Al Aqsa di kota tua Yerusalem, 31 Juli 2020. Ini adalah Pesta Kurban pertama sejak pandemi corona COVID-19 secara global. (AP Photo/Mahmoud Illean)

Pemerintah Palestina resmi mengecam keputusan Uni Emirat Arab yang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Kedua negara melakukan normalisasi hubungan untuk memperat kerja sama di berbagai bidang, seperti investasi. 

Berkat perjanjian itu, Israel menangguhkan aneksasi Tepi Barat. Meski demikian, Palestina tetap tidak terima.  

"Pimpinan Palestina menganggap langkah ini menghancurkan inisiatif perdamaian Arab dan resolusi KTT Arab dan Islam, dan legitimasi internasional, dan sebagai agresi terhadap rakyat Palestina, dan pengabaian hak dan kesucian Palestina, terutama Yerusalem dan kemerdekaan Negara Palestina di perbatasan 4 Juni 1967," tulis pernyataan resmi yang dirilis Kedutaan Besar Palestina di Indonesia, Jumat 14 Agustus 2020.

Lebih lanjut, Pimpinan Palestina menganggap Uni Emirat Arab melakukan pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina, serta mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Pimpinan Palestina menolak apa yang telah dilakukan oleh Uni Emirat Arab karena itu adalah pengkhianatan terhadap Yerusalem, Al-Aqsa dan perjuangan Palestina, dan pengakuan atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel," ujar pihak Palestina.

Palestina lantas menuntut Uni Emirat Arab untuk segera menarik diri dari kesepakatan yang mereka sebut tercela. Argumen melakukan normalisasi hubungan dengan dalih mencegah aneksasi Tepi Barat juga dianggap hanya kedok saja.

Pihak Amerika Serikat mendorong supaya Israel meneruskan upaya diplomasi dengan negara-negara Arab lain. Palestina pun meminta sebaliknya kepada negara-negara sekutunya.

"Pimpinan Palestina memperingatkan saudara-saudara untuk tidak tunduk pada tekanan Amerika, mengikuti jejak UEA, dan normalisasi bebas dengan negara penjajah Israel yang dengan itu mengorbankan hak-hak Palestina," ujar pihak Palestina.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya