Liputan6.com, Korea Utara - Yeonmi Park (26), seorang pembelot Korea Utara yang melarikan diri dari Korut saat berusia 13 tahun, menggambarkan masa kecilnya yang sangat mengerikan. Ia menceritakan, masa itu banyak mayat manusia bergeletakan di jalan, melihat nenek dan pamannya meninggal karena kekurangan gizi, dan ia harus memakan serangga untuk bertahan hidup dalam menghadapi kelaparan massal Korut kala itu.
Mengutip dailymail.co.uk, Selasa (8/9/2020), Yeonmi mengaku kedinginan, kegelapan, dan kelaparan sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di tempat dia tumbuh. Ia menyalahkan ambisi nuklir rezim yang merusak ekonomi negara atas kejadian itu.
Setelah melarikan diri dari Korea Utara dan menyeberangi Sungai Yalu yang sedang membeku ke China, Yeonmi dan ibunya diculik dan diperdagangkan sebelum berhasil melarikan diri lagi ke Mongolia. Ia mengatakan, di Korea Utara 'tidak ada namanya teman, hanya sekutu' dan masyarakat yang memuja keluarga Kim, yang telah memerintah kediktatoran selama lebih dari 70 tahun. Saat itu adalah masa pemerintahan Kim Jong-il , sebelum akhirnya meninggal pada 2011 dan digantikan putranya, Kim Jong-un.
Advertisement
"Kamu akan melihat begitu banyak orang sekarat. Bahkan menjadi sesuatu yang normal bagi kami untuk melihat mayat di jalan," jelas Yeonmi. "Saya telah mengunjungi permukiman kumuh di Mumbai dan di negara lain, tetapi tidak ada yang separah Korea Utara, di mana sistematis negara yang memilih untuk membuat kita kelaparan."
"Kalau saja mereka menyisihkan 20 persen saja dari semua yang mereka habiskan untuk membuat senjata nuklir, tak seorang pun yang akan mati di Korea Utara karena kelaparan," imbuhnya.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Tidak Ada Konsep Pertemanan
Dia juga menggambarkan bagaimana 'tidak adanya konsep pertemanan' di sekolah, mana murid-murid dipaksa untuk melawan satu sama lain melalui 'sesi kritik'. Yeonmi, yang saat ini berkarir sebagai aktivis HAM Korea Utara dan penulis beberapa judul novel, mengatakan bahwa anak-anak sekolah diajari untuk hanya menghormati keluarga Kim layaknya dewa dengan kekuatan supernatural.
Karena tidak tahan dengan sistem yang keras, banyak masyarakat Korut memilih untuk kabur. Biasanya para pembelot seperti Yeonmi dan ibunya  memilih untuk melarikan diri melalui Tiongkok dari pada menyeberangi Zona Demiliterisasi (DMZ) untuk pergi ke Korea Selatan.Â
Saat ia dan ibunya berusaha kabur, Yeonmi mengatakan bahwa dia diculik dan langsung 'dijual' kepada pedagang manusia seharga $ 260 (Rp 3,8 juta). Lalu dia dan ibunya diperkosa oleh si penculik.
Yeonmi juga menceritakan tentang kelompok spesialis perdagangan orang Korea Utara di China, yang memiliki kekurangan wanita akibat kebijakan memiliki satu anak. Beberapa wanita yang bekerja sebagai pelacur akan dijanjikan mendapatkan uang untuk memulangkan mereka, tetapi rumah pelacuran di Shanghai dan Beijing akan membius mereka untuk menghentikan mereka pergi.
Setelah hampir dua tahun bersama para penculiknya, Yeonmi dan ibunya mempertaruhkan hidup mereka untuk melarikan diri ke Mongolia dengan menyeberangi Gurun Gobi. Mereka pun kemudian pindah ke Seoul dan kemudian ke New York City dan Chicago.
Advertisement
Pembelot Langsung Dicap Sampah Masyarakat
Setelah ia berhasil kabur, ia mengatakan bahwa beberapa kerabatnya di Korea Utara menghilang. Dia khawatir kerabatnya telah dieksekusi atau dikirim ke kamp penjara di Korea Utara karena mencoba membelot ke Selatan atau untuk bekerja dantinggal di China.
Menurut Human Rights Watch, tahanan politik Korut akan menghadapi penyiksaan, kekerasan seksual, kerja paksa dan perlakuan tidak manusiawi lainnya. Mereka juga akanmenjadi sasaran kerja paksa dalam cuaca musim dingin, tanpa pakaian yang layak.
Hal ini dikarenakan, para pembelot adalah sumber ketegangan antara kedua negara Korea yang akan langsung dikecam sebagai 'sampah masyarakat’ oleh media resmi di Utara.
Â
Reporter: Vitaloca Cindrauli Sitompul