4-12-2012: Terjangan Topan Pablo Tewaskan Ribuan Orang di Filipina

Topan Pablo di FIlipina ini sebagai topan yang terkuat di Asia Tenggara karena menewaskan lebih dari 1.000 orang.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Des 2020, 17:55 WIB
Diterbitkan 04 Des 2020, 06:00 WIB
Topan Phanfone
Ilustrasi badai. Sumber foto: unsplash.com/ArchiPhoto.

Liputan6.com, Davao Oriental - Pada 4 Desember 2012, topan Pablo atau Bopha menghantam Filipina disertai banjir yang deras dan menghancurkan seluruh desa. Karena menewaskan lebih dari seribu orang, topan Pablo dinyatakan sebagai yang terkuat melanda pulau-pulau di Asia Tenggara.

"Seluruh keluarga mungkin telah hanyut," kata sekretaris dalam negeri, Mar Roxas, seperti dikutip dari History, Kamis (3/12/2020).

Daerah yang terkena dampak paling parah yakni Lembah Compostela dan Provinsi Davao Oriental, Filipina, karena curah hujan yang tinggi menimbulkan munculnya tanah longsor dan banjir. Banjir menghancurkan kota-kota pertanian dan pertambangan di sepanjang pantai, yang meratakan perkebunan pisang dan menghancurkan mata pecaharian warga yang tinggal di daerah itu.

Beberapa kota hancur total, tumpukan rumah roboh dan berlumpur. CNN melaporkan, atap besi dari beberapa bangunan juga ikut tersapu angin yang berkecepatan 175 mph (281 km/jam) itu seperti "parang terbang".

Lebih dari 200.000 orang terlantar karena badai itu, mereka tidak bisa pergi ke mana-mana karena tanah longsor dan air yang naik. Ketika badai itu pertama kali muncul di radar pada akhir November 2012, topan itu diharapkan tidak semakin agresif, namun pada 30 November justru menambah kekuatan dan kecepatannya.

Saat pemerintah menyadari ancaman yang ditimbulkan akibat badai tersebut, para pejabatpun bergegas untuk mengevakuasi orang-orang di lingkungan yang terdampak, tetapi penduduk sulit untuk diyakinkan. Sekitar ada 20 topan dan badai yang melanda Filipina bagian utara dan tengah pada setiap tahunnya, tetapi jarang sekali melanda ke bagian selatan.

Saksikan Video di Bawah Ini:

Peringatan Bahaya Tidak Ditanggapi

Ilustrasi
Ilustrasi banjir. (dok. pixabay/@hermann)

Peringatan yang sudah disediakan untuk mengungsi tidak ditanggapi dengan serius oleh penduduk. Bahkan ada lebih dari 170.000 orang Filipina yang mendengarkan peringatan untuk melarikan diri.

"Banjir dan angin kecang menghantam, tidak hanya pada bagian tepi sungai tetapi juga tempat-tempat dimana penduduk seharusnya aman," kata Arturo 'Arthur' Uy, gubernur Lembah Compostela, Filipina, daerah yang paling parah terkena dampak.

Korban tewas mulai dari ratusan, lalu meningkat seiring berlalunya hari dan orang yang hilang juga tidak dapat ditemukan. Sehari setelah badai itu, hujan mulai turun lagi, ini memicu adanya kepanikan dan ketakutan akan banjir badang di hari lainnya.

Ketakutan, serta efek dari badai, akan tetap berlanjut selama bertahun-tahun. Ratusan orangpun dibiarkan dalam kemiskinan.

Sebelum negara itu pulih dari masalahnya, negara itu harus menderita melalui topan yang kuat pada tahun 2013, topan ini bernama Topan Haiyan. Butuh waktu bertahun-tahun untuk membangun kembali dari kerusakan itu, dan Departemen Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan juga membangun rumah baru untuk pada korban terdampak pada tahun 2015.

Kerusakan itu memiliki efek yang panjang pada wilayah tersebut, sehingga Administrasi Layanan Atmosfer, Geofisika, dan Astronomi Filipina menonaktifkan nama "Pablo" dari daftar nama badai dan topan.

 

Reporter: Romanauli Debora

 

Infografis Harga Mati DISIPLIN Protokol Kesehatan

Infografis Harga Mati DISIPLIN Protokol Kesehatan
Infografis Harga Mati DISIPLIN Protokol Kesehatan (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya