Liputan6.com, Jakarta - COVID-19 dapat merusak kualitas sperma dan mengurangi kesuburan pada pria. Hal ini diungkapkan dalam sebuah studi baru berdasarkan bukti eksperimental.
Corona COVID-19 yang telah melanda dunia, merenggut hampir 2,2 juta nyawa dan disebut dapat menyebabkan peningkatan kematian sel sperma, pembengkakan dan apa yang disebut stres oksidatif.
"Temuan ini memberikan bukti eksperimental langsung pertama bahwa sistem reproduksi pria dapat menjadi sasaran dan dirusak oleh COVID-19," kata dalam Journal Reproduction, demikian dikutip dari laman BangkokPost, Jumat (29/1/2021).
Advertisement
Baca Juga
Corona COVID-19 menyebabkan penyakit pernapasan, terutama pada orang tua dan mereka yang memiliki masalah kesehatan mendasar.
Dunia telah melihat lebih dari 100 juta kasus yang dikonfirmasi sejak virus itu muncul di China tengah pada akhir 2019.
Ditularkan melalui pernapasan, virus ini menyerang paru-paru, ginjal, usus, dan jantung.
Itu juga dapat menginfeksi organ reproduksi pria, merusak perkembangan sel sperma dan mengganggu hormon reproduksi. Reseptor yang sama yang digunakan virus untuk mengakses jaringan paru-paru juga ditemukan di testis.
Tetapi efek virus pada kemampuan reproduksi pria masih belum jelas.
Behzad Hajizadeh Maleki dan Bakhtyar Tartibian dari Justus-Liebig-University di Jerman mencari penanda biologis yang mungkin menunjukkan dampak negatif pada kesuburan sperma.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak video pilihan di bawah ini:
Rusak DNA
Analisis yang dilakukan pada interval 10 hari selama 60 hari pada 84 pria yang terpapar COVID-19 dibandingkan dengan data pada 105 pria sehat.
Pada pasien COVID-19, sel sperma menunjukkan peningkatan signifikan penanda peradangan dan stres oksidatif, ketidakseimbangan kimiawi yang dapat merusak DNA dan protein dalam tubuh.
"Efek pada sel sperma ini dikaitkan dengan kualitas sperma yang lebih rendah dan potensi kesuburan yang berkurang," kata Maleki dalam sebuah pernyataan.
"Meskipun efek ini cenderung membaik dari waktu ke waktu, efek tersebut tetap secara signifikan dan abnormal lebih tinggi pada pasien COVID-19."
Semakin parah penyakitnya, semakin besar perubahannya, tambahnya.
Sistem reproduksi pria "harus dianggap sebagai jalur yang rentan terhadap infeksi COVID-19 dan dinyatakan sebagai organ berisiko tinggi oleh Organisasi Kesehatan Dunia," kata Maleki.
Para ahli yang tidak terlibat dalam penelitian ini menyambut baik penelitian tersebut, tetapi memperingatkan bahwa diperlukan lebih banyak penelitian sebelum menarik kesimpulan.
"Pria seharusnya tidak terlalu khawatir," kata Alison Campbell, Direktur Embriologi CARE Fertility Group di Inggris.
"Saat ini tidak ada bukti pasti kerusakan jangka panjang yang disebabkan oleh COVID-19, pada sperma atau potensi reproduksi pria," katanya kepada Science Media Center yang berbasis di London.
Beberapa indikator penurunan kualitas sperma bisa terjadi selain COVID-19. Ilmuwan mencatat bahwa lebih banyak pria dalam kelompok COVID-19 yang kelebihan berat badan.
Advertisement