Junta Militer Klaim Demonstrasi Tolak Kudeta di Myanmar Mulai Berkurang

Junta Myanmar menyebut bahwa aksi protes para demonstran terhadap militer berangsur berkurang.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 10 Apr 2021, 08:01 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2021, 08:01 WIB
Warga Myanmar di Taiwan
Warga Myanmar yang tinggal di Taiwan memberi salam tiga jari untuk memprotes kudeta militer di negara asalnya di Liberty Square, Taipei pada Minggu (21/3/2021). Taiwan adalah rumah bagi sekitar 40.000 orang yang berasal dari Myanmar, yang sebagian besar adalah etnis Tionghoa. (AP/Chiang Ying-ying)

Liputan6.com, Yangon - Junta militer Myanmar mengklaim protes terhadap pemerintahannya berkurang karena orang-orang menginginkan perdamaian, sementara 18 duta besar untuk negara itu menyerukan pernyataan bersama untuk pemulihan demokrasi.

Kementerian pemerintah akan segera beroperasi penuh, juru bicara junta Brigadir Zaw Min Tun mengatakan pada konferensi pers di ibu kota Naypyidaw, seperti mengutip Channel News Asia, Sabtu (10/4/2021). 

Lebih dari 600 orang telah terbunuh oleh pasukan keamanan yang menindak protes terhadap kudeta 1 Februari di mana militer menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi. Bangsa Asia Tenggara terhenti karena kampanye protes dan pemogokan luas terhadap kekuasaan militer.

"Alasan mengurangi protes adalah karena kerja sama orang-orang yang menginginkan perdamaian, yang kami hargai," kata Zaw Min Tun.

"Kami meminta orang untuk bekerja sama dengan pasukan keamanan dan membantu mereka."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:


Korban Tewas

Lautan Manusia di Yangon Protes Kudeta Myanmar
Seorang pengunjuk rasa memegang poster dengan gambar pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi (kanan) yang ditahan dan presiden Win Myint saat demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar pada Sabtu (6/2/2021). Ribuan orang turun ke jalan-jalan untuk melawan kudeta. (YE AUNG THU / AFP)

Dalam kekerasan terbaru, setidaknya empat demonstran tewas oleh pasukan keamanan pada hari Jumat di kota Bago, dekat kota utama Yangon, kata saksi mata dan media domestik.

Kelompok aktivis Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP) mengatakan 614 orang, termasuk 48 anak, telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak kudeta. Lebih dari 2.800 orang ditahan, katanya.

"Kami direndahkan oleh keberanian dan martabat mereka," kata duta besar tentang para pengunjuk rasa dalam pernyataan mereka.

 "Kami berdiri bersama untuk mendukung harapan dan aspirasi semua orang yang percaya pada Myanmar yang bebas, adil, damai dan demokratis. Kekerasan harus dihentikan, semua tahanan politik harus dibebaskan dan demokrasi harus dipulihkan."

Pernyataan tersebut ditandatangani oleh duta besar Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, Kanada, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Swiss dan beberapa negara Eropa.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya