Myanmar Krisis Ekonomi, Emak-Emak Melahirkan di Hutan

Situasi ekonomi dan keamanan di Myanmar belum stabil usai kudeta. Ekonomi melemah dan banyak warga yang mengungsi kesulitan akses kesehatan.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 12 Okt 2021, 15:00 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2021, 19:15 WIB
Jemuran Kain Penahan Serangan dari Aparat Myanmar
Perempuan menggantung pakaian tradisional Myanmar, longyi, di seberang jalan selama demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon, Senin (8/3/2021). Jemuran kain itu untuk membatasi gerak polisi dan tentara karena berjalan di bawah jemuran pakaian ini dianggap akan membawa sial bagi pria. (STR/AFP)

Liputan6.com, Naypyitaw - Militer berhasil merebut kekuasaan, tetapi gagal menyejahteraan rakyat Myanmar. Bank Dunia melaporkan ekonomi negara tersebut ikut merosot, dan dampaknya berdampak ke berbagai sektor.

Fakta suram itu diungkap di laporan Economic Recovery in East Asia and Pacific Faces Setback. Prakiraan ekonomi Myanmar disebut minus 18 persen pada 2021, terparah di Asia Tenggara.

Berbagai masalah ekonomi pun menghantui Myanmar. 

"Perebutan militer di Myanmar di Februari 2021 dan melonjaknya kasus COVID-19 telah berdampak parah ke ekonomi," tulis Bank Dunia di situsnya, dikutip Senin (11/10/2021).

"Aktivitas ekonomi terdampak oleh berkurangnya mobilitas, ketenagakerjaan, dan pendapatan, serta disrupsi layanan perbankan, transportasi, dan telekomunikasi."

Ada lagi problema tentang pengungsian. Ada 206 ribu orang di Myanmar yang mengungsi sejak kudeta miliar. Laporan Relief Web menyebut kesulitan pengungsi mendapatkan akses kesehatan, bahkan ada ibu-ibu yang melahirkan di hutan.

Menurut laporan The Economic Times, mata uang kyat turun 60 persen sejak awal September. Dolar juga makin langka di Myanmar, sehingga makin banyak tempat penukaran uang yang tutup. 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Pemulihan Ekonomi di ASEAN

Geliat Kuli Panggung Kembali Hidup Saat PPKM Jakarta Level 3
Sejumlah porter beristirahat di Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Senin (11/10/2021). Menurunnya level PPKM jakarta menjadi level 3 membawa berkah bagi para kuli panggung dikarenakan geliat pasar tersebut kembali berjalan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Laporan Bank Dunia menyorot ekonomi delapan negara berkembang di ASEAN, yakni Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, Vietnam Myanmar, Kamboja, dan Laos.

Pemulihan tertinggi di 2021 diprediksi dicapai oleh Vietnam dengan 4,8 persen, kemudian disusul Filipina dengan 4,3 persen.

Ekonomi Indonesia diprediksi hanya 3,7 persen saja, selanjutnya ada Malaysia dengan 3,3 persen, dan Kamboja yakni 2,2 persen.

Pertumbuhan Laos hanya 0,5 persen.

Ekonomi China akan diprediksi mereka 8,5 persen pada 2021.

Pada 2022, Indonesia diprediksi ekonominya naik sampai 5,2 persen. Namun, Vietnam akan melesat 6,5 persen, sementara Malaysia dan Filipina akan mencapai ke 5,7 persen.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya