Swedia Waspadai Kondisi Afghanistan yang di Ambang Kehancuran

Afghanistan sedang menuju keruntuhan ekonomi yang berisiko membawa negara itu ke dalam krisis politik baru, kata Menteri Kerja Sama Pembangunan Internasional Swedia Per Olsson Fridh.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Okt 2021, 18:46 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2021, 10:00 WIB
Denyut Ekonomi Afghanistan usai Berkuasanya Taliban
Pedagang penukaran uang Afghanistan menunggu pelanggan di halaman pasar pertukaran mata uang Sarai Shahzada, menyusul pembukaan kembali bank dan pasar setelah Taliban mengambil alih kekuasaan di Kabul, pada Sabtu (4/9/2021). (AP Photo/Wali Sabawoon)

Liputan6.com, Dubai - Afghanistan sedang menuju keruntuhan ekonomi yang berisiko membawa negara itu ke dalam krisis politik baru, kata Menteri Kerja Sama Pembangunan Internasional Swedia Per Olsson Fridh.

Afghanistan telah terjerumus ke dalam krisis menyusul jatuhnya pemerintah yang didukung Barat dan Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus.

Peristiwa itu memicu dihentikannya aliran miliaran dolar untuk ekonomi negara itu yang bergantung pada bantuan internasional.

"Kekhawatiran saya adalah bahwa negara ini berada di ambang kehancuran dan keruntuhan itu datang lebih cepat dari yang kita duga," kata Per Olsson Fridh kepada Reuters di Dubai, Sabtu.

Ia mengingatkan bahwa ekonomi Afghanistan yang terjun bebas dapat menyediakan lingkungan bagi kelompok teror untuk berkembang.

Bantuan Internasional

Demo Perempuan Afghanistan Protes Hak Bersekolah
Aksi sekelompok wanita saat berunjuk rasa di Herat, Afghanistan, Kamis (2/9/2021). Para pengunjuk rasa mendesak Taliban menghormati hak-hak kaum perempuan, termasuk menempuh pendidikan. (AFP Photo)

Sebanyak 27 negara Uni Eropa, termasuk Swedia, meningkatkan bantuan kemanusiaan ke Afghanistan sejak Taliban kembali berkuasa.

Namun, banyak negara dan Bank Dunia telah menghentikan bantuan pembangunan bagi Afghanistan.

Swedia sedang mempertimbangkan untuk meningkatkan upaya melalui kelompok masyarakat sipil Afghanistan untuk mengamankan layanan dasar, kata Fridh, tetapi negara-negara lain perlu diyakinkan bahwa ini mungkin dilakukan tanpa melegitimasi penguasa baru Taliban.

Namun, Fridh menegaskan bahwa Swedia tidak akan menyalurkan uang pembangunan melalui Taliban.

Gerakan tersebut telah menghadapi kritik internasional karena kegagalannya untuk menegakkan hak-hak warga Afghanistan sejak kembali berkuasa, termasuk mengizinkan anak perempuan mengakses pendidikan.

Sebagian besar negara telah menutup kedutaan mereka di Kabul dan memindahkan kedutaannya ke Qatar, negara Teluk yang adalah lawan bicara utama antara Barat dan Taliban.

Negara-negara Eropa belum siap untuk membuka kembali kedutaan mereka di Kabul, kata Fridh.

Ia menambahkan bahwa lebih banyak misi diplomatik akan dibuka di Qatar sebelum kembali ke Afghanistan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya