Liputan6.com, Petailing jaya - Keputusan menyetop pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia atas dasar pelanggaran dalam kesepakatan perekrutan pekerja yang ditandatangani antara kedua negara dikeluhkan salah satu pengusaha Negeri Jiran.
Tenaga kerja asing dari negara sumber lain dinilai tidak dapat mengatasi kelebihan tenaga kerja Indonesia yang dipandang lebih cocok dengan pengusaha, khususnya pelaku usaha makanan.
Baca Juga
Seorang operator kantin di Malaysia, Hamzah Basir mengatakan mereka lebih mudah berurusan dengan pekerja Indonesia karena mereka memiliki banyak kesamaan dalam hal budaya, selera makanan, dan bahasa.
Advertisement
"Sangat disayangkan sampai batas tertentu kita harus menyisihkan tenaga kerja Indonesia, itu sangat disayangkan bagi negara tidak hanya untuk operator industri makanan,” kata pria 57 tahun itu kepada FMT yang dikutip Rabu (20/7/2022).
Hamzah mengatakan pemerintah harus memberikan penjelasan rinci tentang masalah ini dan bertindak dengan bernegosiasi agar Indonesia menarik keputusan mereka.
"Jangan terus menjawab bahwa kita masih punya 15 (negara sumber) tenaga kerja. Bisakah mereka menjamin bahwa tenaga kerja dari negara lain mau datang bekerja di sini? Bukan hanya pedagang yang terkena dampaknya, tapi negara juga,” ujarnya.
Menteri Dalam Negeri Malaysia Hamzah Zainudin sebelumnya dikabarkan telah mengatakan bahwa Malaysia akan menggunakan 15 negara sumber lain untuk merekrut tenaga kerja asing, menyusul keputusan Indonesia untuk membekukan masuknya tenaga kerja.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Respons Dubes RI untuk Malaysia
Sebelumnya, Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Hermono mengecam penolakan Malaysia untuk mematuhi nota kesepahaman (MoU) perekrutan pekerja rumah tangga yang ditandatangani tiga bulan lalu, menggambarkannya sebagai "tidak sopan".
Sistem ini dikaitkan dengan tuduhan perdagangan manusia dan kerja paksa.
Hermono mengatakan Indonesia telah memberlakukan pembekuan sementara pada semua pekerja Indonesia yang masuk ke Malaysia karena Departemen Imigrasi terus menggunakan Maid Online System (MOS) untuk memfasilitasi perekrutan TKW Indonesia.
Sementara itu, operator restoran, Mohd Noorirwan Razali melihat langkah itu dapat membuka ruang untuk mengurangi pengangguran di kalangan penduduk setempat.
Namun, kata dia, sebenarnya tidak mudah merekrut tenaga kerja lokal dibandingkan dengan orang Indonesia.
"Masalahnya, berapa banyak orang Malaysia yang sebenarnya ingin bekerja di industri makanan, menjadi juru masak dan sebagainya? Saya sendiri kesulitan mencari karyawan."
"Selain itu, keterampilan tenaga kerja Indonesia sangat dibutuhkan di industri kita. Misalnya yang berasal dari Medan jago masak dan punya skill sendiri," ujar pria 39 tahun itu.
Advertisement
20 Ribu Aplikasi
Perusahaan Malaysia telah mengajukan sekitar 20.000 aplikasi untuk pekerja, sekitar setengahnya untuk pekerjaan di sektor perkebunan dan manufaktur, menurut Hermono.
Malaysia bergantung pada jutaan pekerja asing, yang sebagian besar berasal dari Indonesia, Bangladesh, dan Nepal, untuk mengisi pekerjaan pabrik dan perkebunan yang dijauhi oleh penduduk setempat.
Tetapi meskipun mencabut pembekuan pandemi pada perekrutan pada bulan Februari, Malaysia belum melihat kembalinya pekerja secara signifikan di tengah lambatnya persetujuan pemerintah dan pembicaraan yang berlarut-larut dengan negara-negara sumber mengenai perlindungan karyawan.
Ada kekhawatiran yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir atas perlakuan terhadap pekerja migran, dengan tujuh perusahaan Malaysia dilarang oleh Amerika Serikat dalam dua tahun terakhir atas apa yang digambarkan sebagai "kerja paksa".
Respons Kemlu
Kemlu RI menyebut, pihak Malaysia tidak mematuhi kesepakatan dalam nota kesepahaman (MoU) terkait penempatan pekerja migran sektor domestik dari Indonesia ke Malaysia yang ditandatangani pada 1 April lalu.
"Perwakilan kita di Malaysia menemukan beberapa bukti bahwa Malaysia masih menerapkan system maid online (SMO)," ucap Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI dan BHI) Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha, dalam pembaruan pers virtual di Jakarta, Kamis, 14 Juli 2022.
Kemlu RI menyebut, sistem mekanisme perekrutan ini di luar kesepakatan yang da dalam MoU tersebut. Hal ini, kata Judha, tidak sesuai dengan isi yang ditandatangani bersama.
"Secara khusus, SMO ini membuat posisi pekerja migran kita menjadi rentan tereksploitasi, karena mekanisme perekrutan ini 'mem-by pass' UU no.18 tahun 2017, mengenai perlindungan pekerja migran," tegas Judha.
Ia menambahkan, pekerja migran Indonesia yang berangkat dengan sistem ini, akhirnya tidak melalui tahap-tahap yang legal. Menyikapi hal tersebut, diadakan rapat dengan kementerian dan lembaga di pemerintah pusat.
"Diputuskan untuk menghentikan sementara waktu penempatan WNI ke Malaysia termasuk komitmen untuk menghentikan mekanisme SMO penempatan pekerja migran Indonesia sektor domestik ke Malaysia," ungkap Judha.
Keputusan ini disampaikan secara resmi oleh KBRI Kuala Lumpur kepada Kementerian Sumber Manusia Malaysia.
Judha mengatakan, kementerian tersebut yang menandatangani MoU pada April lalu, bersama dengan Kementerian Ketenagakerjaan Indonesia.
Dari hasil monitor KBRI Kuala Lumpur, Kementerian Sumber Manusia Malaysia telah menerbitkan surat yang menyampaikan segera membahas isu ini dengan Kementerian Dalam Negeri Indonesia.
Mekanisme SMO ini berada di bawah kewenangan Kementerian Dalam Negeri Malaysia.
"Kami mengharapkan hasil positif dalam pembahasan tersebut," pungkas Judha.
Advertisement