Liputan6.com, Bali - Roket Rusia dilaporkan menghantam Polandia pada Selasa (15/11). Insiden itu turut menarik perhatian NATO, sebab Polandia merupakan bagian dari aliansi tersebut.
Pihak pemerintah Polandia menyebut roketnya jatuh di desa Przewodow. Akibatnya, dua orang Polandia meninggal.
Baca Juga
Kementerian Luar Negeri RI menyebut terus mengikuti kasus ini. Juru bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah berkata pihaknya masih menunggu informasi-informasi yang masuk terkait insiden di Polandia.
Advertisement
"Indonesia mengikuti dari dekat perkembangan ini. Tentunya dalam beberapa waktu ke depan akan banyak informasi lagi yang kita terima," ujar Teuku Faizasyah di sela G20 Summit Bali, Rabu (16/11/2022).
Faiza berkata ketika ada acara-acara internasional, insiden di luar dugaan seperti yang terjadi di Polandia merupakan hal yang lumrah terjadi.
"Memang ini adalah suatu dinamika yang sering terjadi saat kita menyelanggarakan event-event internasional. Tidak hanya Indonesia mungkin. Pada event internasional lainnya banyak konteks yang harus kita perhatikan," jelas Faiza.
Namun, Faiza enggan menjawab apakah insiden di Polandia dapat memengaruhi deklarasi G20 Bali. Ia juga enggan memprediksi rencana Presiden Jokowi ke depannya terkait isu ini.
Jubir Kemlu RI itu lantas menegaskan bahwa Indonesia tetap mendukung perdamaian. Presiden Jokowi juga memberikan pesan agar berhenti perang di awal pembukaan G20 Summit.
"Indonesia senantiasa menyerukan agar pihak-pihak yang katakanlah bersebarangan pada saat ini untuk mengupayakan cara-cara damai. Itu tentunya berangkat dari politik luar negeri bebas aktif Indonesia. Senantiasa konsisten mengupayakan, mengharapkan katakanlah, suatu kondisi internasional yang baik dan kondusif," pungkas Faiza.
Jokowi Minta Akhiri Perang
Presiden Jokowi berkata menghormati hukum internasional merupakan bentuk sebagai tanggung jawab. Namun, ia tidak secara eksplisit menyebut Rusia atau Ukraina saat membahas isu perang.
"Kita punya tanggung jawab tidak hanya kepada rakyat kita, tetapi juga rakyat dunia)," ujar Presiden Jokowi dalam Bahasa Inggris.
"Bertanggung jawab di sini juga berarti kita harus mengakhiri perang. Jika perang tidak berakhir, maka akan sulit bagi dunia untuk bergerak maju. Jika perang tidak berakhir, maka akan sulit untuk bertanggung jawab untuk generasi sekarang dan generasi selanjutnya," tegas Jokowi.
Kata-kata tersebut diberikan Presiden Jokowi di hadapan para pemimpin dunia seperti Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Presiden China Xi Jinping, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.
Pihak Uni Eropa saat ini berupaya agar ada tekanan kepada Rusia di G20. Mereka juga ingin supaya deklarasi G20 ikut memberika kecaman Rusia dengan cara menyorot pentingnya Piagam PBB di deklarasi tersebut.
Salah satu poin Piagam PBB adalah melarang perebutan batas wilayah negara lain. Aksi Rusia yang menyerang Ukraina, serta menganeksasi wilayah dengan referendum ilegal juga telah dikecam oleh PBB.
Advertisement
Hadir KTT G20 Bali Secara Virtual, Zelensky Sebut 'G19' Harus Sepakat Akhiri Perang Rusia
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan kepada para pemimpin dunia pada KTT G20 Bali -- melalui pidato virtualnya -- bahwa perang Rusia harus diakhiri sekarang.
Dikutip dari laman BBC, Selasa (15/11), dia juga memohon perpanjangan kesepakatan ekspor biji-bijian yang signifikan yang akan segera berakhir.
Zelensky muncul dalam video pidatonya kepada para pemimpin yang berkumpul di Pulau Bali, Indonesia.
Vladimir Putin, pemimpin Rusia -- anggota G20 -- menolak untuk hadir dan mengirim menteri luar negerinya Sergei Lavrov sebagai gantinya.
Dalam videonya yang pertama kali dilaporkan oleh AFP, Zelensky mengatakan: "Saya yakin sekaranglah saatnya perang destruktif Rusia harus dan dapat dihentikan."
Dia menguraikan sejumlah strategi, termasuk memastikan keamanan nuklir dan pangan, mengakhiri permusuhan, dan mencegah eskalasi.
Dia berulang kali menyebut para pemimpin dalam forum itu sebagai "G19" -- dengan tegas mengecualikan Rusia.
Yang paling utama di antara permintaannya adalah perpanjangan kesepakatan biji-bijian Laut Hitam yang dibuat pada Juli antara Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Rusia.
Kesepakatan itu telah memastikan bahwa ekspor makanan yang diblokir di pelabuhan Ukraina oleh kapal perang Rusia dapat dikirim keluar.
PBB mengatakan sejak kesepakatan dimulai, 10 juta ton biji-bijian dan makanan lainnya telah berhasil diekspor, membantu mencegah krisis pangan global.
Namun kesepakatan itu akan segera berakhir pada 19 November. Berbicara pada hari Selasa di sesi G20 tentang ketahanan pangan, Zelensky mengatakan kesepakatan itu harus diperpanjang tanpa batas waktu, "tidak peduli kapan perang berakhir".
"Hak atas pangan adalah hak fundamental setiap orang di dunia," katanya, mengusulkan untuk memperluas kesepakatan ke pelabuhan lain di wilayah Mykolaiv.
Pengamat: Pidato Jokowi di KTT G20 Cukup Menggigit dan Permalukan Negara Pendukung Perang
Menurut pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia (UI) Suzie Sudarman, pidato Jokowi pada pembukaan KTT G20 cukup menggigit dan menyentil negara yang mendorong terjadinya perang.
"Kesan saya pidato Pak Jokowi cukup menggigit dan menggugah sekaligus mempermalukan para pemimpin dunia yang telah mendorong terjadinya krisis dunia," ujarnya ketika dihubungi Liputan6.com pada Selasa (15/11/2022).
Ia juga mengatakan, dari pidato tersebut dapat terlihat uniknya ajakan pemerintahan Jokowi yang sekaligus mendorong motivasi dunia dan menyentil negara-negara yang ingin melanggar hukum internasional.
"Covid belum reda, persaingan antar negara semakin meningkat, perang terus berlangsung yang semuanya mengakibatkan terganggunya keamanan pangan, energi, keuangan yang menjadi kendala proses pembangunan," imbuhnya.
Masalah-masalah tersebut, terlebih perang di Ukraina, menyebabkan dampak yang dapat dirasakan langsung oleh warga dunia terutama negara berkembang.
"Pak Jokowi menggarisbawahi pentingnya ketersediaan pupuk yang apabila tidak segera teratasi dengan pengadaan cukup, pupuk dalam harga terjangkau maka tahun 2023 akan menjadi tahun yang teramat sulit. Ditekankan bahwa krisis yang berlangsung masa kini akan berubah menjadi krisis pangan," kata Suzie.
Advertisement