Bulan Purnama Nisfu Syaban Muncul di Langit Indonesia Malam Ini, Cek Waktu Puncaknya

Ini penjelasan astronom dan peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) BRIN, Thomas Djamaluddin soal bulan purnama Worm Moon atau Nisfu Syaban.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 07 Mar 2023, 13:35 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2023, 12:56 WIB
Ilustrasi bulan purnama
Ilustrasi bulan purnama. (Photo by Sierra NiCole Narvaeth on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Selasa 7 Maret 2023 akan terjadi fenomena langit berupa bulan purnama. Diperkirakan puncaknya akan terlihat pada pukul 19.40 WIB.

Bulan purnama bisa dilihat di seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia, hanya saja menyesuaikan dengan zona waktu yang berlaku.

"Waktu puncak purnama di Indonesia pukul 19.40 WIB, 20.40 WITA, 21.40 WIT," jelas akun Instagram @lapan_ri Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang dikutip Selasa (7/3/2023).

Di Indonesia, menurut akun milik Lembaga Penerbangan dan Atariksa BRIN, penampakan bulan purnama itu disebut sebagai Purnama Mega dan Purnama Nisfu Syaban.

"Ya, (7 Maret 2023) malam purnama. Karena besok malam pertengahan bulan Syaban maka disebut Nisfu Syaban," jelas astronom dan peneliti yang menjabat sebagai Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional sejak 7 Februari 2014 hingga 1 September 2021, Thomas Djamaluddin dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com.

Menurut Thomas, nama-nama lain seperti salah satunya Worm Moon hanya dikenal di negara-negara barat. "Yang disesuaikan dengan musim atau fenomena tertentu setiap bulan kejadian purnama tersebut," demikian penjelasan Thomas terkait asal mula nama bulan purnama yang berbeda di Indonesia.

Bulan purnama selanjutnya pada tahun 2023 diperkirakan akan terjadi pada 6 April, 6 Mei, 4 Juni, 3 Juli, 2 Agustus, 31 Agustus, 29 September, 29 Oktober, 27 November, 27 Desember.

Untuk diketahui, mengutip akun Instagram @lapan_ri, fase purnama adalah kondisi saat seluruh permukaan Bulan yang menghadap Bumi memantulkan cahaya Matahari.

Worm Moon, Snow-Crust Moon hingga Lenten Moon

Ilustrasi bulan purnama
Ilustrasi bulan purnama. (Photo by malith d karunarathne on Unsplash)

Menurut situs The Farmer's Almanac, bulan purnama pada awal Maret ini disebut sebagai “Worm Moon” atau bulan cacing.

Istilah penamaan tersebut melihat dari cacing yang muncul ke permukaan setelah permukaan es mulai mencair di belahan Bumi Utara. 

Anishinaabeg, atau Ojibwe, penduduk asli wilayah Great Lakes mengenalnya sebagai Onaabidin Giizis,  atau Bulan Kerak Salju, menurut Pusat Studi Penduduk Asli Amerika (Center for Native American Studies).

Berbeda dengan Eropa, mereka mengenal bulan purnama yang jatuh awal Maret sebagai Bulan Pra-paskah, Lenten Moon menurut NASA, setelah periode puasa umat Kristen sebelum Paskah, yang bertepatan dengan periode siklus bulan ini.

 

 

Bertepatan dengan Perayaan Sejumlah Negara

Ilustrasi bulan purnama
Ilustrasi bulan purnama. (Photo by Ganapathy Kumar on Unsplash)

Mengutip dari Live Science, Senin (6/3/2023), bulan purnama pada 7 Maret 2023 diketahui bertepatan dengan beberapa hari libur dan festival di sejumlah penjuru dunia.

Bulan purnama ini juga bertepatan dengan Purim, hari raya Yahudi yang merayakan keselamatan bangsa Yahudi dari rencana pembunuhan semua warga Yahudi Persia kuno. Purim tahun ini akan dimulai pada malam tanggal 6 Maret dan berlanjut hingga tanggal 7 Maret malam.

Sedangkan bagi umat Hindu, bulan purnama bulan Maret ini menandai festival Holi, perayaan cinta Dewa Radha Krishna dan kemenangan kebaikan atas kejahatan. Selama festival Holi, orang-orang bersuka ria menyalakan api unggun dan saling melempar serta menyiram bubuk warna-warni atau air yang diwarnai.

Lain lagi dengan umat Buddha, bulan purnama pada awal Maret ini adalah bulan purnama dari lunar moon ketiga, waktu pelaksanaan festival Māgha Pūjā di Kamboja, Laos, Thailand, dan Sri Lanka. Festival ini merayakan pertemuan kuno para murid dengan Buddha.

Tradisi Mainkan Bola Api Saat Purnama Bulan Ramadhan

Para muda-mudi di Dusun Papring Banyuwangi memainkan sepak bola api. (Hermawan Arifianto/Liputan6.com)
Para muda-mudi di Dusun Papring Banyuwangi memainkan sepak bola api. (Hermawan Arifianto/Liputan6.com)

Sementara itu, muda-mudi di mingkungan Papring, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, punya tradisi khusus menjelang bulan purnama, khususnya di bulan Ramadhan. Mereka memainkan sebuah atraksi bernama Purnachandra.

Atraksi purnachandra mempertontonkan kelihaian muda-mudi memainkan api dengan berbagai gaya. Mulai dari wahana sepak bola api, memutar tongkat api, hingga yang paling ekstrem menyembur api obor.

Tak sembarangan orang diperbolehkan memainkan tradisi ini, hanya anak-anak yang sudah terlatih dan mahir saja. Bagi yang masih belum berkesempatan latihan, masih bisa menonton tanpa mengurangi keseruannya.

Fendi, salah satu pemuda pemain atraksi purnachandra mengatakan, persiapan menyuguhkan penampilan purnachandra memang membutuhkan tenaga dan pikiran yang cukup banyak. Sebab pentingnya ketelitian dan kecermatan dalam bermain.

"Sebelumnya saya mulai kecil sampai sekarang ya pertama kali ini, sudah beberapa kali berlatih, dan baru berkesempatan bermain saat ini," kata Fendi, Jumat (22/4/2022).

Bahan-bahan yang digunakan cukup ramah lingkungan, di antaranya tempurung kelapa tua untuk bola api, sebatang batang kayu untuk tongkat api, bambu dan serabut kelapa untuk membuat obor. Sedangkan untuk memunculkan api, mereka menggunakan minyak gas.

Ketua Kampung Batara Banyuwangi Widi Nurmahmudi mengatakan, tradisi Purnacandra itu, sebenarnya sudah ada sejak lama di beberapa kampung di Banyuwangi. Terutama kata dia, tradisi sepak bola api. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi ini tidak lagi dijalankan.

"Tradisi purnacandra ini sebenarnya sudah ada sejak lama, di beberapa kampung di Banyuwangi. Kebanyakan dilakukan pada saat selamatan kampung. Cuma di lingkungan Papring ini kami melakukanya setiap bulan puasa mulai tanggal 15 Ramadhan pada saat bulan purnama atau pada saat malam peringatan Nuzulul Qur’an," ujar Widi sapaan akrabnya.

"Hanya saja sekarang seiring berkembangnya zaman dan mordenitas, tradisi ini sudah tidak dimainkan lagi. Untuk itu, kami selaku pemuda kampung Kembali mencoba memainkanya karena kami tidak ingin tradisi ini hilang ditelan zaman," tambah Widi.

Widi menambahkan, selain menyajikan antrasi sepak bola api, tradisi Purnacandra juga dikemas dengan antraksi dan kesenian lainya. Sehingga kegiatanya tidak membosankan.

"Selain menghadirkan tradisi sepak bola api, kami juga menyajikan atraksi lain. Selain itu juga ada kesenian Banyuwangi yang ditampilkan. Sehingga masyarakat menjadi terhibur," paparnya.

Selanjutnya di sini...

Infografis Gerhana Bulan Parsial
Gerhana bulan parsial atau sebagian. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya