Fenomena Alam Perigee dan Banjir Rob, Mengapa Bulan Dekat Bumi Bisa Picu Banjir?

Bagaimana bisa fenomena perigee, titik terdekat bulan dengan bumi, bisa picu banjir di wilayah pesisir? Berikut penjelasannya.

oleh Tim Regional Diperbarui 24 Feb 2025, 07:35 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2025, 07:35 WIB
Banjir Rob Rendam Pelabuhan Kali Adem
Akivitas warga saat terjadinya banjir rob di Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke Jakarta, Rabu (5/1/2022). Menurut BMKG, adanya fase bulan baru yang bersamaan dengan masa Perigee (jarak terdekat bulan bumi) menyebabkan peningkatan signifikan ketinggian pasang air laut. (merdeka.com/Imam Buhori)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Apa yang menyebabkan banjir rob terjadi di wilayah pesisir? Jawabannya terletak pada fenomena perigee, titik terdekat bulan dengan bumi dalam orbitnya. Peristiwa ini meningkatkan gaya gravitasi bulan, menyebabkan pasang laut yang lebih tinggi dan berpotensi mengakibatkan banjir rob di wilayah pesisir Indonesia. BMKG telah mengeluarkan peringatan dini terkait potensi banjir rob di beberapa daerah, terutama saat perigee bertepatan dengan fase bulan purnama atau baru.

Banjir rob, luapan air laut ke daratan, bukan hanya disebabkan oleh perigee. Beberapa faktor lain juga berperan, seperti fase bulan, gelombang tinggi, kondisi geografis daerah pesisir, dan curah hujan. Peristiwa ini menjadi perhatian serius karena dampaknya yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat pesisir, merusak infrastruktur, dan mengancam mata pencaharian.

Pemahaman tentang interaksi antara gaya gravitasi bulan dan matahari, fase bulan, dan kondisi geografis sangat penting untuk mitigasi bencana. Dengan memahami faktor-faktor penyebab banjir rob, kita dapat mempersiapkan diri dan mengurangi dampak negatifnya. Artikel ini akan membahas secara rinci bagaimana fenomena perigee memengaruhi pasang surut dan menyebabkan banjir rob.

Gaya Gravitasi Bulan dan Perigee

Gaya gravitasi bulan adalah faktor utama penyebab pasang surut air laut. Saat bulan berada di perigee, jaraknya lebih dekat ke bumi, sehingga gaya gravitasinya meningkat. Tarikan gravitasi yang lebih kuat ini menarik air laut dengan lebih intens, menyebabkan air pasang yang lebih tinggi dari biasanya. Efek ini diperkuat ketika perigee bertepatan dengan fase bulan purnama atau baru, karena gaya gravitasi matahari juga turut berperan.

Tinggi air pasang maksimum akan sangat signifikan jika perigee bertepatan dengan fase bulan purnama. Pada saat itu, gaya gravitasi matahari dan bulan bekerja bersamaan, memperkuat tarikan terhadap air laut dan menghasilkan pasang yang sangat tinggi. Kondisi ini meningkatkan potensi terjadinya banjir rob, terutama di daerah pesisir dengan elevasi rendah.

Perlu diingat bahwa perigee sendiri tidak secara langsung menyebabkan banjir rob. Banjir rob terjadi karena kombinasi beberapa faktor, dengan perigee sebagai salah satu pemicunya. Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan meliputi fase bulan, gelombang tinggi, kondisi geografis daerah pesisir, dan curah hujan.

Faktor-faktor Penyebab Banjir Rob

Selain perigee, beberapa faktor lain turut berkontribusi terhadap terjadinya banjir rob. Fase bulan, terutama bulan purnama atau baru, memperkuat efek gravitasi bulan dan meningkatkan tinggi air pasang. Gelombang tinggi dapat memperparah dampak pasang maksimum, sementara kondisi geografis daerah pesisir, seperti elevasi rendah dan sempitnya jalur aliran air, meningkatkan kerentanan terhadap banjir.

Curah hujan yang tinggi juga dapat memperburuk situasi. Hujan lebat meningkatkan volume air di daratan, sehingga memperparah dampak banjir rob. Daerah pesisir dengan infrastruktur pengendalian banjir yang kurang memadai juga lebih rentan terhadap dampak negatif banjir rob.

Kombinasi dari faktor-faktor ini dapat menyebabkan banjir rob yang signifikan. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan semua faktor tersebut dalam upaya mitigasi dan pencegahan banjir rob.

Peringatan Dini dan Mitigasi Banjir Rob

BMKG secara rutin mengeluarkan peringatan dini terkait potensi banjir rob, terutama saat perigee bertepatan dengan fase bulan purnama atau baru. Peringatan ini sangat penting untuk memberikan waktu bagi masyarakat pesisir untuk mempersiapkan diri dan mengurangi dampak negatif banjir rob.

Mitigasi banjir rob memerlukan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait. Peningkatan infrastruktur pengendalian banjir, edukasi masyarakat tentang risiko banjir rob, dan sistem peringatan dini yang efektif merupakan langkah-langkah penting dalam mengurangi dampak negatif banjir rob.

Upaya mitigasi juga mencakup penataan ruang pesisir yang bijak, dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan kerentanan terhadap banjir rob. Penting untuk menghindari pembangunan di daerah rawan banjir dan memastikan infrastruktur yang ada mampu menahan dampak banjir rob.

Kesimpulannya, perigee meningkatkan potensi terjadinya banjir rob dengan memperkuat gaya gravitasi bulan dan menyebabkan pasang air laut yang lebih tinggi. Namun, banjir rob merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan perigee hanyalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Pemantauan dan peringatan dini dari BMKG, serta upaya mitigasi yang terpadu, sangat penting untuk mengurangi risiko dan dampak negatif banjir rob bagi masyarakat pesisir.

Peringatan Dini Banjir Rob

Banjir rob atau banjir pesisir berpotensi terjadi di 17 wilayah di Indonesia selama sepekan, mulai 24 Februari sampai 4 Maret 2025. Peringatan dini itu dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) karena ada pemicu fenomena bulan baru.

"Situasi ini dipicu adanya fenomena bulan baru pada tanggal 28 Februari 2025 dan Perigee (fenomena astronomi saat bulan berada di titik terdekat terhadap bumi) pada 1 Maret 2025 berpotensi meningkatkan ketinggian air laut maksimum," ungkap BMKG dalam siaran resminya.

Adapun wilayah pesisir yang berpotensi terdampak banjir rob, antara lain di Pesisir Kepulauan Riau di Dabo Singkep pada 24-27 Februari, Karimun 26 Februari-3 Maret, Bintan 28 Februari-3 Maret, Tanjung Pinang 27 Februari-4 Maret.

Pesisir Sumatera Barat di Kota Padang, Padang Pariaman, Painan pada 28 Februari 2025. Kemudian, Pesisir Banten di Selat Sunda Utara pada 28 Februari, Pandeglang dan Lebak Selatan 27-28 Februari.

BMKG juga memperingatkan potensi yang sama di Pesisir Bangka Belitung Pangkalpinang, Bangka Barat, Bangka pada 26 Februari-2 Maret 2025.

Selanjutnya, Pesisir Jakarta di Kamal Muara, Kapuk Muara, Pluit, Ancol, Marunda, Cilincing, Tanjung Priok, Kalibaru, Muara Angke, Penjaringan pada 24–26 Februari 2025.

Peringatan yang sama juga ditujukan kepada masyarakat di sekitar Pesisir Jawa Barat, khususnya di Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu pada 24–26 Februari 2025.

Di Pesisir Jawa Tengah berada di Semarang, Demak, Pekalongan, Brebes, Tegal, Pemalang pada 24–26 Februari 2025, Pesisir Jawa Timur di Tanjung Perak, Krembangan, Kenjeran, Gresik, Lamongan pada 24–28 Februari 2025.

Berikutnya, di Pesisir Nusa Tenggara Barat, tepatnya di Lombok dan Bima pada 28 Februari 2025, Pesisir Kalimantan Selatan di Kotabaru pada 26 Februari–6 Maret 2025, Pesisir Kalimantan Tengah di Sebuai, Keraya, Kubu, Kumai pada 24–28 Februari 2025.

Pesisir Sulawesi Utara di Likupang, Kepulauan Sangihe, Kepulauan Talaud pada 26 Februari–5 Maret 2025, Pesisir Maluku pada 28 Februari-6 Maret 2025, Pesisir Maluku Utara pada 26 Februari-4 Maret 2025.

Terakhir, di Pesisir Papua, Pesisir utara Jayapura, Kabupaten Sarmi pada 28 Februari - 4 Maret 2025, dan Pesisir Papua Selatan pada 27 Februari-7 Maret 2025.

BMKG mengimbau masyarakat untuk menghindari aktivitas di pesisir saat air laut pasang tinggi, mengamankan barang-barang berharga ke tempat yang lebih aman, serta memantau informasi terkini melalui kanal resmi BMKG dan pemerintah setempat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya