Menlu Retno hingga Ketua MPR Bamsoet Dukung Mochtar Kusumaatmadja Jadi Pahlawan Nasional

Mochtar Kusumaatmadja menjabat sebagai menteri kehakiman RI dari tahun 1974 hingga 1978 dan menlu RI dari tahun 1978 hingga 1988. Dia juga merupakan seorang guru besar di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 24 Mei 2023, 15:58 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2023, 15:57 WIB
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam Seminar Nasional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Prof. Mochtar Kusumaatmadja di Kementerian Luar Negeri, Rabu (24/5/2023). (Liputan6/Benedikta Miranti)
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam Seminar Nasional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Prof. Mochtar Kusumaatmadja di Kementerian Luar Negeri, Rabu (24/5/2023). (Liputan6/Benedikta Miranti)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah tokoh mendukung gagasan agar Mochtar Kusumaatmadja mendapat gelar pahlawan nasional. Dia merupakan seorang akademisi serta mantan menteri kehakiman dan menteri luar negeri Republik Indonesia (RI).

Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) hingga Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengakui kontribusi Mochtar Kusumaatmadja dalam perjalanan diplomasi Indonesia layak menjadikannya pahlawan nasional.

"Beliau merupakan seorang diplomat ulung, yang berhasil menorehkan beberapa jejak yang tidak akan terhapus dari sejarah diplomasi Indonesia," ungkap Menlu Retno dalam 'Seminar Nasional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Mochtar Kusumaatmadja', Rabu (24/5/2023), di Kemlu RI.

Salah satu kontribusi Mochtar Kusumaatmadja dalam sejarah diplomasi Indonesia, sebut Menlu Retno, termasuk kontribusinya hingga Indonesia mendapat pengakuan internasional sebagai negara kepulauan lewat Deklarasi Djuanda yang kemudian diakui dalam Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982.

"Jadi, Indonesia berhasil memperoleh wilayah perairannya tanpa mengangkat senjata. Perairan pedalaman kita tidak lagi terpecah wilayahnya tetapi jadi lebih utuh sebagai NKRI," tutur Menlu Retno.

Hasil UNCLOS 1982 pula yang akan terus digunakan Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya termasuk di Laut China Selatan.

Peran Mochtar Kusumaatmadja lainnya, ungkap Retno, adalah penggunaan soft power diplomacy. Dia dinilai paham betul pentingnya kebudayaan sebagai aset dari soft power.

"Prof Mochtar sukses mempromosikan budaya Indonesia di kancah internasional dan mendirikan restoran Indonesia di New York tahun 1986, kemudian membentuk Nusantara Chamber Orchestra 1988, dan mengusung pameran kebudayaan di AS tahun 1990-1991," papar Retno.

Seluruh upaya tersebut dilakukannya demi membangun citra positif Indonesia di mata dunia sekaligus memperkuat jembatan kebudayaan antara Indonesia dengan negara lain.

Mochtar Kusumaatmadja yang merupakan lulusan S1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia juga mendirikan Museum Konferensi Asia Afrika, yang menurut Retno, menjadi pengingat tentang tonggak kepemimpinan Indonesia yang menginspirasi kemerdekaan banyak bangsa di dunia pada masanya.

"Jadi, pemanfaatan soft power dalam diplomasi merupakan sebuah terobosan pada masanya," kata Retno.

Pria yang wafat pada 6 Juni 2021 tersebut juga telah menginisiasi mediasi konflik antara Vietnam dan Kamboja.

"Upaya diplomasi beliau membuka jalan bagi rangkaian proses perdamaian dengan menghasilkan Ho Chi Minh City Understanding," ungkapnya.

"Pemikiran beliau dalam memajukan hukum internasional, soft power diplomacy, dan kiprah mediasi Indonesia merupakan karakteristrik polugri (politik luar negeri) Indonesia yang terus bertahan hingga sekarang."

Atas berbagai kontribusinya hingga Indonesia bisa dapat berdiri tegak memperjuangkan kepentingan nasional sekaligus berupaya berkontribusi dalam menciptakan perdamaian dunia, Retno menilai bahwa sosok Mochtar Kusumaatmadja sendiri sudah merupakan seorang pahlawan.

"Bagi saya, Prof Mochtar Kusumaatmadja sudah merupakan seorang pahlawan karena itu pemberian gelar pahlawan nasional bagi beliau sangatlah pantas sebagai penghormatan bagi kontribusi beliau terhadap Indonesia juga bagi dunia sekaligus memastikan beliau jadi inspirasi bagi generasi muda bangsa Indonesia terkhusus bagi para diplomat," tutup Retno.

 

Dukungan dari Bamsoet dan Yasonna Laoly

Seminar Nasional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Prof. Mochtar Kusumaatmadja di Kementerian Luar Negeri, Rabu (24/5/2023). (Liputan6/Benedikta Miranti)
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo hingga Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly Seminar Nasional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Prof. Mochtar Kusumaatmadja di Kementerian Luar Negeri, Rabu (24/5/2023). (Liputan6/Benedikta Miranti)

 

Hal senada diungkapkan Bamsoet. Dia menyatakan bahwa Mochtar Kusumaatmadja yang memulai karier diplomasi pada usia 29 tahun, pantas mendapat gelar pahlawan nasional.

"Kalau kita lihat apa yang sudah dilakukan oleh Prof. Mochtar baik sebagai menlu, baik sebagai pemikir yg visioner, sudah sangat pantas beliau mendapat gelar itu," ujarnya.

Sementara itu, Yasonna sendiri mengaku bahwa ia telah mengagumi sosok Mochtar Kusumaatmadja atas pemikirannya yang dituangkannya dalam berbagai buku.

"Pas masih menjadi mahasiswa hukum, beliau sudah saya kagumi karena buku-bukunya menjadi referensi bagi kami tentang hukum laut internasional serta perjuangan-perjuangan beliau di kancah internasional," tutur Yassona.

Turut hadir pula dalam 'Seminar Nasional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Mochtar Kusumaatmadja' Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, mantan Menteri Luar Negeri Indonesia tahun 2001 hingga 2009 Hassan Wirajuda, dan Rektor Universitas Padjajaran Rina Indiastuti.

Mochtar Kusumaatmadja menjabat sebagai menteri kehakiman RI dari tahun 1974 hingga 1978 dan menlu RI dari tahun 1978 hingga 1988. Dia juga merupakan seorang guru besar di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya