Liputan6.com, Tehran - Duka tercatat dalam sejarah Iran hari ini empat tahun yang lalu. Pada 9 September 2019, perempuan bernama Sahar Khodayari dinyatakan meninggal dunia.
The Guardian melaporkan, wanita Iran suporter sepak bola itu meninggal sepekan setelah membakar diri di luar ruang pengadilan. Ia nekat membakar diri setelah mengetahui terancam hukuman penjara 6 bulan akibat mencoba masuk ke stadion.
Baca Juga
Sahar Khodayari yang berusia 29 tahun, meninggal di sebuah rumah sakit Tehran pada Senin, 9 September 2019, menurut media Shafaghna.Â
Advertisement
Sahar Khodayari dikenal sebagai "Blue Girl" di media sosial karena warna tim sepak bola favoritnya, Esteghlal.
Namanya jadi sorotan tatkala ia ketahuan masuk Stadion Azadi di Tehran pada Maret di tahun yang sama, untuk menonton pertandingan Esteghlal. Ia dikabarkan menyamar sebagai pria dan mengenakan wig biru serta mantel panjang saat polisi menghentikannya.
Setelah tiga malam di penjara, ia akhirnya dibebaskan sambil menunggu persidangan. Saat itu belum ada keputusan hukuman dalam kasusnya.
Bersamaan dengan itu, beredar laporan bahwa Khodayari, seorang lulusan ilmu komputer dan pernah mencoba bunuh diri sebelumnya saat masih kuliah. Saudara perempuannya mengatakan kepada media berita resmi Iran bahwa Khodayari memiliki masalah kesehatan mental dan sedang menjalani pengobatan, sebuah alasan yang seharusnya menjadi faktor untu pihak berwenang mengurungkan tuntutan.
Tim sepak bola Esteghlal kemudian mengeluarkan pernyataan berduka cita untuk keluarga Khodayari.
Iran kadang-kadang memperbolehkan hanya sedikit wanita yang bisa masuk ke pertandingan sepak bola, termasuk pertandingan yang dihadiri oleh Presiden FIFA, Gianni Infantino, tahun 2018 lalu. Tetapi, kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa hal ini hanya sebagai "aksi publisitas" dan hanya sedikit upaya yang dilakukan untuk menghapus larangan tidak resmi tersebut.
Â
Ditegur Ketua FIFA
Presiden FIFA saat itu, Gianni Infantino, kemudian memberikan pemerintah Iran batas waktu hingga 15 Juli untuk menjelaskan langkah-langkah apa yang akan mereka ambil untuk memastikan bahwa perempuan dapat hadir di kualifikasi Piala Dunia 2022 yang akan diselenggarakan di negara tersebut pada bulan Oktober.
Iran akan memainkan kualifikasi Piala Dunia pertamanya di Stadion Azadi melawan Kamboja pada 10 Oktober.
Saat itu tak ada pengumuman apakah wanita akan diizinkan hadir, dan jika tidak, apakah federasi sepak bola Iran akan dijatuhi sanksi saat itu.
Beberapa anggota tim nasional wanita Swedia mengungkapkan kemarahan mereka atas kematian Khodayari. "Ini adalah tragedi yang tidak bisa berlanjut," kata Kosovare Asllani, kapten tim tersebut.Â
"Saatnya bertindak dan tidak berdiam diri. Kami perlu membantu wanita-wanita Iran melawan apartheid gender," tulis Kosovare Asllani, mencantumkan akun resmi FIFA.
Ali Karimi, mantan gelandang Bayern Munich yang telah bermain 127 pertandingan untuk Iran dan menjadi pendukung vokal penghapusan larangan wanita masuk ke stadion, serta mengajak orang Iran melalui Twitter untuk memboikot stadion sepak bola sebagai protes atas kematian Khodayari.
Pemain sepak bola Armenia-Iran, Andranik "Ando" Teymourian, yang merupakan kapten pertama tim nasional Iran yang beragama Kristen dan juga pemain Esteghlal, mengatakan dalam tweet bahwa salah satu stadion sepak bola utama di Tehran akan dinamai Khodayari "di masa depan".
Menteri Teknologi Informasi dan Komunikasi Iran, Mohammad-Javad Azari Jahromi, menggambarkan kematian ini sebagai "kejadian pahit".
Anggota parlemen perempuan Parvaneh Salahshouri menyebut Khodayari sebagai "Gadis Iran" dan menulis di Twitter: "Kita semua bertanggung jawab."
Advertisement