Perang di Jalur Gaza: 68 Warga Palestina Tewas dan Angka Kematian Tentara Israel Meningkat Selama Akhir Pekan

Meningkatnya jumlah korban tewas di kalangan pasukan Israel – 156 orang sejak serangan darat di Jalur Gaza dimulai – disebut dapat mengikis dukungan publik terhadap keberlangsungan perang.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 25 Des 2023, 14:01 WIB
Diterbitkan 25 Des 2023, 14:01 WIB
Operasi Darat Israel di Jalur Gaza
Perang antara Israel dan Hamas kali ini menjadi perseteruan paling mematikan dalam 75 tahun sejarah Israel dan Palestina. (AP Photo/Victor R. Caivano)

Liputan6.com, Gaza - Setidaknya 68 orang tewas akibat serangan Israel di kamp pengungsi Maghazi di Deir al-Balah, Gaza tengah, kata otoritas kesehatan pada Minggu (24/12/2023), sementara jumlah tentara Israel yang tewas dalam pertempuran selama akhir pekan meningkat menjadi 17 orang.

Menurut perhitungan awal rumah sakit, ke-68 korban jiwa termasuk sedikitnya 12 perempuan dan tujuh anak-anak.

"Kami semua menjadi sasaran," kata Ahmad Turokmani, yang kehilangan beberapa anggota keluarganya termasuk putri dan cucunya, seperti dilansir AP, Senin (25/12). "Lagi pula, tidak ada tempat yang aman di Gaza."

Perang Hamas Vs Israel terbaru yang dimulai sejak 7 Oktober, telah menghancurkan sebagian wilayah Gaza, menewaskan sekitar 20.400 warga Palestina, dan membuat hampir seluruh penduduk wilayah itu yang berjumlah 2,3 juta orang mengungsi.

Meningkatnya jumlah korban tewas di kalangan pasukan Israel – 156 orang sejak serangan darat dimulai – disebut dapat mengikis dukungan publik terhadap keberlangsungan perang.

Sebagian besar warga Israel masih mendukung tujuan negara tersebut untuk menghancurkan kemampuan pemerintahan dan militer Hamas serta pembebasan sisa sandera. Hal ini terjadi di tengah meningkatnya tekanan internasional atas serangan Israel dan melonjaknya angka kematian serta penderitaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di kalangan warga Palestina di Jalur Gaza.

"Perang ini menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi kami, namun kami tidak punya pilihan selain terus berperang," kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Dalam pidato yang disiarkan secara nasional di televisi, Presiden Israel Isaac Herzog mengimbau negaranya untuk tetap bersatu.

"Momen ini adalah sebuah ujian. Kami tidak akan pecah atau berkedip," ujarnya.

Ada kemarahan yang meluas terhadap pemerintahan Netanyahu, yang banyak dikritik karena gagal melindungi warga sipil saat serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober dan mempromosikan kebijakan yang memungkinkan Hamas memperoleh kekuatan selama bertahun-tahun.

"Seiring berjalannya waktu, masyarakat akan sulit mengabaikan harga mahal yang harus dibayar, kecurigaan bahwa tujuan yang digembar-gemborkan masih jauh dari tercapai, dan bahwa Hamas tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah dalam waktu dekat," tulis Amos Harel, komentator urusan militer untuk surat kabar Haaretz.

Militer Israel mengklaim pihaknya telah menyelesaikan pembongkaran markas bawah tanah Hamas di Jalur Gaza Utara, bagian dari operasi untuk menghancurkan jaringan terowongan yang luas dan membunuh para komandan penting yang menurut para pemimpin Israel akan memakan waktu berbulan-bulan.

Di lain sisi, upaya menuju negosiasi, dilaporkan terus berlanjut. Pemimpin Jihad Islam Palestina, Ziyad al-Nakhalah, disebut berada di Mesir untuk tujuan itu. Kelompok militan tersebut, yang juga ambil bagian dalam serangan 7 Oktober, mengatakan pihaknya siap mempertimbangkan pembebasan sandera hanya setelah pertempuran berakhir.

Beberapa hari sebelumnya, pemimpin tertinggi Hamas Ismail Haniyeh telah melakukan perjalanan ke Kairo untuk upaya serupa.

Kekejian Israel Belum Berhenti

Kota Gaza Hancur
Seorang pria Palestina berdiri di antara reruntuhan di samping masjid yang diratakan oleh serangan udara Israel di Kota Gaza pada 9 Oktober 2023. (Mahmud HAMS/AFP)

Serangan Israel telah menjadi salah satu aksi militer paling dahsyat dalam sejarah modern. Otoritas kesehatan Gaza menyebutkan bahwa lebih dari dua pertiga dari 20.000 warga Palestina yang terbunuh adalah perempuan dan anak-anak.

Pada Jumat (22/12), serangan udara Israel terhadap dua rumah di Gaza menewaskan 90 warga Palestina. Serangan ke salah satu rumah, yang terletak di Kota Gaza, tercatat menjadi salah satu yang paling mematikan dalam perang ini, di mana menurut juru bicara Departemen Pertahanan Sipil Gaza Mahmoud Bassal, 76 orang keluarga al-Mughrabi tewas dalam tragedi itu.

Dalam peristiwa terpisah, Bulan Sabit Merah Palestina menuturkan seorang anak laki-laki berusia 13 tahun dibunuh oleh serangan pesawat tak berawak Israel saat berada di dalam Rumah Sakit al-Amal di Khan Younis, yang diyakini militer Israel sebagai tempat persembunyian para pemimpin Hamas.

Setidaknya dua orang tewas dan enam lainnya luka-luka setelah sebuah rudal menghantam bangunan di kamp pengungsi Bureij di Gaza tengah.

Pengeboman besar-besaran dan tembakan Israel dilaporkan juga terjadi di Jabaliya, wilayah di utara Kota Gaza yang diklaim Israel telah mereka kendalikan.

Israel menghadapi kecaman internasional atas jumlah korban sipil yang tewas, namun mereka menyalahkan Hamas, dengan alasan kelompok militan tersebut memanfaatkan kawasan permukiman padat dan terowongan. Selain itu, Israel juga menghadapi tuduhan menganiaya pria dan remaja Palestina yang ditahan di rumah, tempat penampungan, rumah sakit, dan tempat lain selama perang.

Mereka membantah tuduhan tersebut dan mengaku mereka yang tidak memiliki hubungan dengan kelompok militan akan segera dibebaskan.

Berbicara kepada AP dari ranjang rumah sakit di Rafah setelah pembebasannya, Khamis al-Burdainy dari Kota Gaza mengisahkan bagaimana pasukan Israel menahannya setelah tank dan buldoser menghancurkan sebagian rumahnya. Dia mengatakan dirinya diborgol dan ditutup matanya bersama dengan sejumlah pria lainnya.

"Kami tidak tidur. Kami tidak mendapatkan makanan dan air," kata dia sambil menangis.

Tahanan lain yang dibebaskan, Mohammed Salem, dari lingkungan Shijaiyah di Kota Gaza, mengatakan pasukan Israel memukuli mereka.

"Kami dipermalukan," ujarnya. "Seorang tentara wanita akan datang dan memukuli seorang lelaki tua berusia 72 tahun."

Tekanan Internasional

Militer Israel Kembali Bombardir Jalur Gaza
Warga Palestina memeriksa kerusakan di sekitar bangunan tempat tinggal setelah serangan udara Israel di kamp pengungsi Rafah di Jalur Gaza Selatan pada 1 Desember 2023, (SAID KHATIB/AFP)

Dewan Keamanan PBB beberapa hari lalu mengeluarkan resolusi bernada lebih lunak, yaitu menyerukan pengiriman bantuan kemanusiaan secepatnya bagi warga Palestina yang kelaparan dan putus asa serta pembebasan semua sandera, alih-alih mendesak gencatan senjata.

Meski demikian, masih belum jelas bagaimana dan kapan pengiriman makanan, pasokan medis dan bantuan lainnya akan dipercepat. Truk-truk pengangkut bantuan masuk melalui dua penyeberangan: Rafah, perbatasan Gaza dengan Mesir, dan Kerem Shalom yang merupakan perbatasan dengan Israel.

Juru bicara Otoritas Penyeberangan Palestina Wael Abu Omar mengatakan 123 truk bantuan memasuki Gaza pada hari Minggu.

Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menegaskan kembali seruan PBB untuk gencatan senjata kemanusiaan. Dia menggarisbawahi bahwa kehancuran sistem kesehatan Gaza adalah sebuah tragedi.

Di tengah kekhawatiran mengenai konflik regional yang lebih luas, Komando Pusat AS mengatakan sebuah kapal patroli di Laut Merah pada Sabtu menembak jatuh empat drone yang diluncurkan dari wilayah yang dikuasai Houthi di Yaman, sementara dua rudal balistik anti-kapal milik Houthi ditembakkan ke jalur pelayaran internasional.

Kelompok Houthi mengatakan serangan mereka ditujukan terhadap kapal-kapal yang terkait dengan Israel dalam upaya menghentikan pembantaian Israel di Gaza.

Infografis Militer Israel Perluas Serangan ke Gaza Selatan
Infografis Militer Israel Perluas Serangan ke Gaza Selatan (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya