Liputan6.com, Rabat - Pemerintah Maroko mengaku siap untuk mempertimbangkan petisi untuk menahan normalisasi dengan Israel. Tuntutan itu muncul di tengah invasi Israel ke Jalur Gaza.
Maroko melakukan normalisasi hubungan diplomasi dengan Israel pada 2020 setelah Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan melakukannya terlebih dahulu.
Baca Juga
Negara-negara itu sepakat menjalin diplomasi karena upaya pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Advertisement
Dilaporkan Middle East Monitor, Kamis (11/1/2024), juru bicara pemerintah Maroko, Mustafa Baytas, berkat pemerintah "siap untuk memusyawarahkan petisi tersebut".
Pemerintah Maroko wajib mempertimbangkan petisi dari masyarakat jika 5.000 orang mendukung petisi itu. Petisi menjadi salah satu cara rakyat Maroko untuk menuntut pemerintah untuk mengambil kebijakan publik atau membatalkan kesepakatan.
Pada November 2023 lalu, demonstrasi juga terjadi di Maroko yang menolak normalisasi diplomatik dengan Israel.
Arab Saudi Masih Lirik Israel untuk Normalisasi Hubungan Diplomatik
Pangeran Kerajaan Arab Saudi mengungkap bahwa masih ada potensi normalisasi hubungan diplomatik antara Saudi dan Israel setelah perang di Jalur Gaza usai. Dan ternyata, hubungan diplomatik hampir pulih sebelum akhirnya perang pecah di Jalur Gaza.
Hal itu diungkap oleh Pangeran Khalid bin Bandar yang merupakan duta besar Arab Saudi untuk United Kingdom.
Dilaporkan BBC, Rabu (10/1), Pangeran Khalid berkata Arab Saudi masih percaya dengan terwujudnya hubungan diplomatik dengan Israel, meski Arab Saudi juga mengecam tingginya korban jiwa di Jalur Gaza. Pangeran Khalid juga berkata tidak ingin kerja sama itu merugikan rakyat Palestina.
Selain itu, Pangeran Khalid meminta kepada United Kingdom agar mengambil "posisi moderat" dan "memperlakukan Israel dengan cara yang sama seperti memperlakukan yang lain".
Pangeran Khalid menilai adanya titik buta soal kelakuan Israel bisa mempersulit perdamaian.
Pada September lalu, Pangeran Mohammed bin Salman berkata isu Palestina "sangatlah penting" dan kesepakatan dengan Israel mesti memberikan dampak baik kepada rayat Palestina.
Tetapi pada awal Oktober, perang pecah antara Hamas dan Israel di Jalur Gaza.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang pada Senin kemarin baru bertemu Pangeran MbS. Blinken berkata ada ketertarikan normalisasi antara Saudi dan Israel, namun denga syarat.
"Tetapi itu membutuhkan agar konflik berakhir di Gaza, dan itu juga jelas membutuhkan adanya jalan praktis kepada kenegaraan Palestina," kata Blinken.
Anggota Parlemen Israel Bertemu Bahas soal Pembangunan Permukiman Yahudi di Jalur Gaza
Media Israel melaporkan bahwa anggota parlemen Israel (Knesset) bertemu pada 4 Januari 2024 untuk membahas seperti apa masa depan Jalur Gaza pasca perang Hamas Vs Israel dan menyerukan perekrutan pemukim yang bersedia pindah ke sana.
Ketua dewan, rabi, dan tokoh masyarakat juga menghadiri pertemuan tersebut.
Menurut Israel News12, gerakan Nachala, yang bertanggung jawab mengorganisir pemukim untuk membentuk permukiman di wilayah baru, akan bertemu pada 28 Januari di markas besar mereka di Yerusalem untuk membahas masalah ini lebih lanjut.
Pertemuan tersebut diselenggarakan di tengah tanda-tanda mengkhawatirkan mengenai fase perang selanjutnya dan seruan untuk permukiman di Jalur Gaza.
Nachala menyatakan bahwa ada peningkatan permintaan untuk permukiman baru di Jalur Gaza dan ribuan orang telah meminta untuk menjadi bagian dari itu. Dalam pertemuan pada 28 Januari, peta dan tahapan permukiman yang diusulkan untuk dibangun di Gaza diduga kuat akan dipresentasikan.
Gerakan Nachala juga menambahkan bahwa pada konferensi-konferensi sebelumnya juga telah hadir anggota Knesset yang mendukung proses tersebut, termasuk Tali Gottlieb, Ariel Kellner, dan Limor Son Har Melech.
Advertisement
Tuntut Warga Gaza Pindah
Ketua Gerakan Nachala Daniela Weiss seperti dilansir Middle East Eye, Selasa (9/1) mengatakan, "Setelah pembantaian mengerikan pada 7 Oktober (serangan Hamas), setiap hari kita mendengar lebih banyak menteri dan anggota Knesset yang memahami bahwa hanya ada satu pilihan untuk mengakhiri pertempuran dengan musuh di Gaza – yaitu mengembalikan tanah itu kepada rakyat Israel dan menempatkan orang-orang Yahudi di Gaza."
Weiss juga menuturkan kepada media Israel bahwa mereka harus memiliki tujuan selain perang, menghancurkan Hamas, dan memulangkan para sandera, yaitu menjadikan seluruh Jalur Gaza sebagai tempat bagi komunitas baru Israel.
"Sekitar dua juta orang Arab masih tersisa di Gaza dan mereka tidak akan tinggal di sana. Mereka akan pindah ke negara lain. Mereka kehilangan alasan untuk tinggal di sana," tambahnya.
Weiss mengaku dia telah merencanakan dua pertemuan dengan para pemimpin dari 15 organisasi berbeda untuk merencanakan permukiman kembali di Jalur Gaza.
"Israel harus menciptakan masalah bagi negara-negara Arab, sampai pada titik di mana Mesir, Yordania, dan Turki terpaksa menerima mereka sebagai pengungsi seperti yang mereka lakukan dari Suriah. Kita tidak boleh menawarkan apa pun kepada mereka untuk pergi. Saya tidak fokus pada apa yang terbaik bagi mereka, tapi tentang apa yang terbaik bagi Israel," ujarnya.
Indonesia Mengutuk Keras Pernyataan Menteri Israel soal Pengusiran Warga Gaza, Kemlu RI: Masyarakat Internasional Harus Mencegahnya
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) mengutuk dan menolak keras pernyataan dua menteri kabinet Israel yang mengusulkan pengusiran warga Jalur Gaza dan dimulainya pembangunan permukiman Yahudi di wilayah itu.
"Pernyataan tersebut sangat provokatif, berlawanan dengan hukum internasional dan tidak menghormati hak bangsa Palestina," sebut pernyataan tertulis Kemlu RI yang dirilis pada Sabtu (6/1).
Selain itu, Kemlu RI juga menyatakan bahwa masyarakat internasional harus mencegah pernyataan tersebut menjadi kenyataan.
Sebelumnya dilaporkan bahwa perselisihan dalam pemerintahan Israel terkuak ketika para anggota kabinet berdebat mengenai rencana masa depan Jalur Gaza dan bagaimana menangani penyelidikan terhadap kegagalan keamanan seputar serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Rencana untuk tahap selanjutnya dari perang di Jalur Gaza dan masa depan wilayah itu pasca perang dibeberkan oleh Menteri Pertahanan Yoav Gallant dalam dokumen tiga halaman berjudul "Day After".
Gallant menggambarkan "pendekatan tempur baru" dengan fokus berkelanjutan untuk menargetkan para pemimpin Hamas di bagian selatan Jalur Gaza. Di Gaza Utara, dia mengatakan serangan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) akan mencakup "penggerebekan, penghancuran terowongan teror, aktivitas udara dan darat, serta operasi khusus".
Advertisement