Liputan6.com, Jakarta - Jamur death cap atau topi kematian disebut sebagai jamur paling mematikan di dunia. jamur berbantuk payung dengan warna kuning kehijauan ini tumbuh subur di Eropa dan sebgian wilayah Inggris.
Dikutip dari laman Science jamur yang berasal dari family Amanitaceae membunuh satu hingga dua orang dalam setahun di Amerika Serikat. Bahkan, ada puluhan kasus keracunana jamur jenis ini setiap tahunnya.
Kebanyakan dari korban jamur ini salah mengira bahwa jamur death cap tersebut merupakan jamur yang dapat dikonsumsi, karena memiliki kemiripan dengan jamur yang biasa dikonsumsi.
Advertisement
Berikut fakta menarik tentang jamur death cap, jamur mematikan di dunia.
Baca Juga
1. Asal usul jamur death cap
Melansir laman Britannica, para peneliti berhasil menemukan bukti sejarah dan DNA jamur death cap. Jamur ini terbawa ke Amerika Utara melalui akar pohon impor.
Saat ini, jamur-jamur death cap tersebut dapat ditemukan di setiap benua kecuali Antartika. Jamur mematikan ini merupakan spesies yang invasif.
Artinya, spesies pendatang di suatu tempat yang secara signifikan mengubah ekosistem yang dikolonisasinya. Sejumlah tempat seperti wilayah di Amerika Utara dan Australia diketahui sebagai tempat di mana spesies jamur mematikan ini tumbuh invasif di sana.
Jamur invasif ini telah menyebar dengan cepat ke seluruh California. Bahkan muncul hingga ke utara yaitu di Provinsi British Columbia, Kanada.
2. Menyebar melalui akar pohon yang diimpor
Catatan paling awal mengenai keberadaan jamur di wilayah California berasal dari 1930-an. Dengan bukti-bukti yang ada, sejumlah ilmuwan meyakini bahwa jamur death cap bermigrasi dari tanah yang terdapat di akar pohon cork tree (sejenis pohon oak) yang diimpor dari Eropa ke California.
Pohon ini digunakan untuk membuat tutup botol anggur (gabus penutup botol anggur). Sejumlah ilmuwan lainnya berteori jamur mematikan tersebut menumpang pada tanaman misterius yang diimpor dari Eropa untuk mempercantik taman-taman di kampus-kampus AS.
Â
Pola Reproduksi Unik
3. Pola repoduksi yang unik
Para ilmuwan telah melakukan sejumlah penelitian yang mengungkap kemungkinan jamur death cap di wilayah California berkembang biak dengan membuahi dirinya sendiri bukan menunggu pasangannya. Hal tersebut merupakan sebuah metode reproduksi yang tidak biasa pada jamur yang jarang diamati di luar labolatorium.
Jamur death cap biasanya bereproduksi secara biseksual. Namun penelitian yang dilakukan sejumlah ilmuwan terhadap jamur death cap yang tumbuh di California menemukan hal yang lain.
DNA dari jamur tersebut hanya terdiri atas satu set materi genetik yang mengindikasikan jamur tersebut berasal dari individu tunggal. Penelitian tersebut membuktikan satu dari sedikit contoh "reproduksi tunggal" yang terjadi pada jamur di alam liar.
4. Racun merusak hati dan ginjal sekaligus
Dikutip dari laman National Center for Biotechnology Information, spesies jamur ini memiliki tiga kelompok utama racun yaitu amatoxins, phallotoxins dan virotoxins. Dari kelompok tersebut, amatoxins (alpha-amanitin) yang paling memberikan efek berbahaya ketika meracuni manusia.
Hati adalah organ yang menjadi target utama untuk dirusak oleh racun dari jamur death cap ini. Selain itu, organ lainnya juga akan terkena dampak dari racun ini terutama ginjal.
Gejala keracunan biasanya muncul dalam 8 hingga 12 jam setelah memakan jamur ini. Gejala keracunan jamur death cap antara lain muntah, tekanan darah rendah, diare, kejang hingga koma yang berujung pada kematian.
5. Anti racun
Melansir laman Live Science, peneliti berhasil menemukan obat penawar jamur mematikan ini. Penawar jamur death cap ini adalah pewarna fluoresen.
Pewarna fluoresen atau Indocyanine Green (IGC) adalah pewarna yang biasa digunakan dalam medis untuk membantu menilai fungsi jantung dan hati. Peneliti menemukan hal mengejutkan di mana pewarna ini bisa menghentikan alfa-amanitin (AMA) yang disebabkan karena jamur topi kematian.
Kandungan ICG dalam pewarna fluoresen mampu mencegah kerusakan hati dan ginjal karena AMA. Namun yang terpenting adalah ICG bisa meningkatkan kelangsungan hidup setelah keracunan.
Peneliti menggunakan sel hati dan tikus untuk mengetahui potensi dari ICG dalam mengurangi efek racun. Namun penelitian tetap dilanjutkan untuk memastikan manfaat ICG pada manusia.
(Tifani)
Advertisement