Kisah Pilu dari Gaza: Perjuangan Anak-anak Cari Makanan Demi Bertahan Hidup

Ribuan anak di Gaza kini berjuang setiap hari untuk mencari makanan bagi keluarga mereka.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 26 Feb 2024, 19:10 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2024, 19:10 WIB
Potret Antrean Warga Palestina saat Pembagian Makanan di Lokasi Pengungsian
Anak-anak Palestina yang mengungsi berkumpul untuk menerima makanan di sebuah sekolah pemerintah di Rafah, Jalur Gaza selatan pada 19 Februari 2024. (MOHAMMED ABED/AFP)

Liputan6.com, Gaza - Penderitaan masyarakat di Gaza di tengah perang Israel Vs Hamas masih belum berakhir. Tak terkecuali bagi anak-anak di sana yang harus berjuang mencari makanan, hanya untuk sekadar bisa bertahan hidup.

Di tempat dan waktu tertentu, perjuangan mencari makanan menjadi suatu kebanggaan bagi seorang anak laki-laki di sana. Mereka berjuang, bagaimana pun caranya, pulang membawa makanan agar keluarganya tidak kelaparan.

Hal ini lah yang dilakukan oleh seorang anak bernama Mohammed Zo'rab (11), yang pergi ke Kota Rafah di Gaza selatan setiap hari. Ia berangkat dengan membawa sebuah mangkuk plastik besar, pergi ke pusat pengungsian dan kamp-kamp sementara untuk mencari makanan dan membawanya pulang.

Terkadang, Mohammed juga pergi ke rumah sakit, mencari keberuntungan siapa tahu ada makanan di sana.

"Saat saya kembali ke keluarga saya dengan makanan ini, mereka bahagia dan kami semua makan bersama," katanya, seperti dilansir BBC, Senin (26/2/2024).

"Kadang-kadang saya pulang dengan tangan kosong dan merasa sedih."

Mohammed adalah anak tertua dari empat bersaudara dan tinggal bersama ibu, ayah, dan saudara-saudaranya di tempat penampungan tipis yang terbuat dari plastik dan terpal.

Sementara ayahnya, Khaled, juga bepergian di sekitar Rafah mencari pekerjaan sambilan untuk mengumpulkan lima shekel (sekitar Rp21.500) demi membeli popok untuk putri mereka yang berusia dua bulan, Howaida.

Ribuan Anak Harus Berjuang Dapatkan Makanan

Mengais Barang Berharga di Reruntuhan Bangunan
Anak-anak membawa barang-barang makanan yang diselamatkan dari rumah mereka yang rusak saat mereka menemukan jalan melalui gang yang tertutup puing-puing, setelah pengeboman Israel di Rafah, Jalur Gaza selatan pada 25 Februari 2024. (SAID KHATIB/AFP)

Mohammed adalah satu dari ribuan anak yang menjadi pengumpul makanan utama bagi keluarga mereka yang kini berstatus sebagai pengungsi Gaza. 

"Saat antrean sedang ramai dan ada hampir 100 orang di depan saya, saya menyelinap di antara orang-orang," katanya dengan bangga.

Kembali ke rumah, dia menyerahkan semangkuk kacang panggang kepada ibunya, Samar, yang membagikan makanan tersebut kepada anak-anak lainnya. Dia kurus. "Saya menderita kanker di tulang saya," ungkapnya.

"Saya berusia 31 tahun, tetapi ketika Anda melihat saya, Anda mengira saya berusia 60 tahun. Saya tidak bisa berjalan."

"Jika saya berjalan, saya sangat lelah. Seluruh tubuh saya sakit dan saya membutuhkan pengobatan dan nutrisi."

Pengungsi Kian Memprihatinkan

Potret Kondisi Pengungsi Palestina di Kota Rafah
Para wanita dan anak-anak mengantre untuk mendapatkan air di Rafah, wilayah selatan Jalur Gaza pada 9 Februari 2024. (Mohammed ABED/AFP)

Seperti banyak orang lainnya, Samar dan keluarganya datang ke Rafah dari rumah mereka di utara di Khan Younis karena Pasukan Pertahanan Israel (IDF) memberi tahu mereka bahwa tempat itu aman. Itu tiga bulan lalu.

Sejak itu, perang semakin mendekat ke Rafah. Lebih dari 70 orang tewas kurang dari dua minggu yang lalu ketika Israel melancarkan serangan untuk menyelamatkan dua sandera yang ditahan oleh Hamas.

Tempat berlindung keluarga Zo'rab bocor dan lantainya dipenuhi air hujan. Terkadang, bayi mereka tidak memiliki popok baru.

Kurangnya Bantuan yang Masuk

Krisis Kesehatan Hantui Kota Gaza akibat Penumpukan Limbah Sampah
Anak-anak Palestina mengayuh sepeda melewati tempat pembuangan sampah besar di sepanjang jalan utama di Kota Gaza pada 24 Februari 2024. (Foto oleh AFP)

Dengan 85 persen penduduk Gaza kini menjadi pengungsi, jumlah bantuan yang masuk ke daerah kantong tersebut jauh dari jumlah yang dibutuhkan.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dibutuhkan 500 truk bantuan per hari. Namun saat ini, rata-rata hariannya adalah 90.

Situasi di Gaza utara semakin parah setiap harinya.

Israel mengatakan PBB gagal mendistribusikan bantuan di wilayah utara dan pasokan bantuan masih dalam cadangan – menunggu untuk dikumpulkan di sisi perbatasan Gaza.

Sementara itu, PBB telah menghentikan pergerakan bantuan pangan di Gaza utara karena mengatakan tidak ada perlindungan bagi pengemudi truk, yang menghadapi serangan dari geng kriminal dan penjarahan oleh orang-orang yang putus asa.

Satu truk terkena tembakan, yang menurut PBB berasal dari kapal angkatan laut Israel.

Selain itu, kepolisian yang dikelola Hamas di Gaza tidak bersedia lagi mengawal truk makanan karena takut ditembak oleh IDF.

Infografis Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya