Liputan6.com, Port-au-Prince - Kerumunan yang berjumlah sekitar 100 orang mencoba menerobos gerbang logam di ibu kota Haiti ketika seorang penjaga dengan tongkat mendorong mereka mundur, mengancam akan memukul mereka. Tak gentar, baik anak-anak maupun orang dewasa, ada yang menggendong bayi, terus saling sikut saat mencoba masuk.
"Biarkan kami masuk! Kami lapar!" teriak mereka pada suatu sore baru-baru ini, seperti dilansir AP, Sabtu (16/3/2024).
Mereka mencoba masuk ke tempat penampungan sementara di sebuah sekolah yang ditinggalkan. Di dalam, para pekerja mencelupkan sendok ke dalam ember berisi sup yang mereka tuangkan ke dalam wadah stirofoam berisi nasi untuk dibagikan kepada warga Haiti yang kehilangan rumah akibat kekerasan geng kriminal bersenjata.
Advertisement
Sekitar 1,4 juta warga Haiti berada di ambang kelaparan dan lebih dari 4 juta orang membutuhkan bantuan makanan. Menurut kelompok bantuan, terkadang mereka hanya makan sekali sehari atau tidak makan sama sekali.
"Haiti sedang menghadapi kelaparan massal dan berlarut-larut," ujar Direktur Program Pangan Dunia PBB (WFP) untuk Haiti Jean-Martin Bauer kepada AP.
Dia mencatat bahwa Croix-des-Bouquets, di bagian timur ibu kota Haiti, memiliki tingkat malnutrisi yang sebanding dengan zona perang mana pun di dunia.
Para pejabat berusaha untuk segera mengirimkan makanan, air, dan pasokan medis ke tempat penampungan sementara dan tempat-tempat lain ketika kekerasan geng kriminal bersenjata mencekik kehidupan di seluruh Port-au-Prince dan sekitarnya, dengan banyak orang terjebak di rumah mereka.
Hanya sedikit organisasi bantuan yang mampu memulai kembali kerja mereka sejak 29 Februari, ketika geng-geng kriminal bersenjata mulai menyerang lembaga-lembaga penting, membakar kantor polisi, menutup bandara internasional utama dengan tembakan, dan menyerbu dua penjara yang mengakibatkan lebih dari 4.000 narapidana kabur.
Stok Habis
Kekerasan geng kriminal bersenjata memaksa Perdana Menteri Ariel Henry untuk mengumumkan pada Selasa (12/3) pagi bahwa dia akan mengundurkan diri setelah dewan transisi dibentuk, namun geng-geng kriminal bersenjata yang menuntut pemecatannya terus melanjutkan serangan mereka di beberapa komunitas.
Bauer dan pejabat lainnya mengungkapkan bahwa geng-geng kriminal bersenjata memblokir jalur distribusi dan melumpuhkan pelabuhan utama, sementara gudang WFP kehabisan biji-bijian, kacang-kacangan, dan minyak sayur.
"Kami memiliki persediaan untuk berminggu-minggu. Maksud saya berminggu-minggu, bukan berbulan-bulan," kata Bauer. "Itu membuat saya takut."
Di dalam tempat penampungan darurat di sekolah, keadaan menjadi lebih teratur, dengan banyak orang yang mengantre untuk mendapatkan makanan. Lebih dari 3.700 penghuni tempat penampungan bersaing untuk mendapatkan tempat tidur dan berbagi lubang di tanah untuk dijadikan toilet.
Marie Lourdes Geneus, seorang pedagang kaki lima berusia 45 tahun dan ibu dari tujuh anak, mengisahkan geng-geng kriminal bersenjata mengusir keluarganya dari tiga rumah berbeda sebelum mereka berakhir di tempat penampungan.
"Jika Anda melihat sekeliling, ada banyak orang yang putus asa seperti saya, yang sebelumnya memiliki kehidupan dan kini kehilangannya," kata dia.
Pengungsi lainnya, Erigeunes Jeffrand (54), mengatakan dia dulu mencari nafkah dengan menjual tebu sebanyak empat gerobak setiap harinya, namun geng-geng kriminal bersenjata baru-baru ini mengusir dia dan keempat anaknya keluar dari lingkungan mereka.
"Rumah saya hancur total dan dirampok," tutur dia. "Mereka mengambil semua yang saya miliki. Dan sekarang, mereka bahkan tidak mengizinkan saya bekerja."
Dia mengirim dua anak bungsunya untuk tinggal bersama kerabatnya di pedesaan Haiti yang lebih tenang sementara dua anak tertua tinggal bersamanya di tempat penampungan.
"Percayakah Anda saya punya rumah? ... Saya memenuhi kebutuhan. Tapi sekarang, saya hanya bergantung pada apa yang orang berikan untuk makan. Ini bukan sebuah kehidupa," tambahnya.
Advertisement
Dikepung Ratusan Geng Kriminal Bersenjata
Lebih dari 200 geng diyakini beroperasi di Haiti, dengan hampir dua lusin terkonsentrasi di Port-au-Prince dan sekitarnya. Mereka kini menguasai 80 persen ibu kota dan bersaing untuk mendapatkan lebih banyak wilayah.
Puluhan orang tewas dalam serangan terbaru ini dan lebih dari 15.000 orang kehilangan tempat tinggal.
Situasi ini menghalangi kelompok bantuan seperti Food for the Hungry untuk beroperasi pada saat bantuan mereka paling dibutuhkan.
"Kami terjebak, tanpa uang tunai dan tidak ada kapasitas untuk mengeluarkan apa yang kami miliki di gudang kami," kata Boby Sander, direktur organisasi tersebut di Haiti. "Ini bencana besar."
Di tempat penampungan, beberapa orang dewasa dan anak-anak mencoba kembali mengantre untuk mendapatkan porsi kedua.
"Anda sudah tadi," seseorang memberitahu mereka. "Biarkan orang lain mendapatkannya."
Jethro Antoine (55) seorang warga tempat penampungan, mengatakan bahwa makanan tersebut hanya diperuntukkan bagi warga yang mengungsi, namun tidak banyak yang bisa dilakukan terhadap orang luar yang masuk.
"Jika Anda pergi dan mengeluh tentang hal itu, Anda akan menjadi musuh, Anda bahkan mungkin dibunuh karena itu," ujarnya.
USAID menyatakan sekitar 5,5 juta orang di Haiti – hampir setengah dari populasi – membutuhkan bantuan kemanusiaan. USAID menjanjikan USD 25 juta sebagai tambahan dari USD 33 juta yang diumumkan pada awal pekan ini.
Bauer menuturkan bahwa dana bantuan kemanusiaan untuk Haiti tahun ini kurang dari 3 persen kebutuhan dan WFP membutuhkan USD 95 juta dalam enam bulan ke depan.
Â